All Chapters of Contradiction: Chapter 31 - Chapter 40
44 Chapters
Bab 30
Sinar matahari menembus dari celah gorden yang menutupi jendela kamar, membuat seseorang yang masih terlelap akhirnya terusik dan mau membuka matanya.Aruna melirik sejenak, ke arah jam dinding ternyata sudah pukul delapan pagi. "Sial! Kesiangan!"Langsung melompat dari ranjang, hendak bergegas membersihkan diri. Seketika diurungkan, kala menyadari kalau ini bukan di kamar penginapannya."Ah iya, ini penginapan Arsen." Aruna kesal sendiri, lupa tadi malam meluapkan semua rasa lelahnya pada Arsen.Akhirnya, Aruna membasuh wajahnya saja dan keluar untuk kembali ke penginapannya. Agak heran melihat Arsen berpakaian santai, dan Daffa juga seakan memang tidak sekolah."Apa?" Arsen terusik."Cuti lagi kah?"Arsen beranjak setelah menyuruh Daffa melanjutkan makannya, tanpa disuapi. Kemudian menjentikkan jari tepat di kening Aruna."Libur. Atau kau memang mau terus kerja kah?" Arsen tersenyum aneh. "Semalam kau merepotkan."Aruna refleks mendorong Arsen agar menyingkir, kemudian pergi."Mau ik
Read more
Bab 31
Brian setelah mengirimkan gambar disertai pesan singkat, kini terdiam. Bisa dikatakan bimbang, antara muak dan merasa bersalah. Seakan semua ini berlebihan."Kau aneh!" sindir seorang wanita, sedari tadi terusik dengan kelakuan Brian.Brian hanya mendengkus, tanpa ada niatan membalas. Lagi juga, kenapa mantan kekasihnya dulu harus muncul lagi?"Kudengar kau udah ada tunangan juga, tapi aneh!" Kembali melirik angkuh. "Liburan sendiri, atau hubunganmu kacau kah?" Seketika matanya menyipit. "Ah iya! Kau kan sangat cemburuan dan posesif. Mana ada yang mau tahan lama denganmu!" Santai sekali berkata, bahkan sengaja tertawa kencang.Brian berdecih. "Pergi!""Kau geer ya? Siapa juga yang mau menemani kesendirianmu yang mendadak eh?" gerutunya, lagi pun kebetulan sedang menunggu calon suaminya dan, tidak sengaja melihat si mantan. Wajar bukan? Kalau mendadak gatal untuk usil?Intinya sih, wujud balas dendam. Mau memanas-manasi si mantan. Agar mau mengubah sifat. Jangan terus cemburu bahkan be
Read more
Bab 32
Berusaha bertahan, tetapi wajar bukan kalau rasa lelah yang ditepis kembali menyerang dan kini, semakin meluap begitu besar.Setelah menempuh perjalanan lumayan lama, Aruna sampai di kota kelahiran Brian. Tadi, menyempatkan diri berkeliling guna melenyapkan rasa penasaran.Ketika sampai di rumah lama Brian sebelum pindah, Aruna terpaku sejenak melihat Brian yang ada di teras rumah."Sepertinya, kau sudah terlihat lebih tenang. Buktinya betah banget, walau masih belum sebulan sih." Aruna sengaja berkata begitu. "Ganggu ya?" Tanpa menunggu jawaban, Aruna memilih berkeliaran lagi.Tidak menyangka, rasa sakit persis dulu ketika Arsen terus bersama Desty, nyatanya terpaksa. Kali ini terjadi, meskipun berbeda.Entah siapa wanita yang bersama Brian, tetapi terlihat seolah sudah mengenal lama. Mantan atau teman kecil?Aruna tidak tahu, tetap mencoba mengerti dan berusaha bersikap biasa. Jujur, cemburu itu melelahkan.Brian sendiri ikut mematung sejenak, tidak percaya kalau Aruna menyusulnya. D
Read more
Bab 33
"Papa ke mana?" Daffa menatap bingung Pak Nuga—paman Arsen, alias kakak dari ibu kandung.Pak Nuga berdeham sejenak, kemudian tersenyum setidaknya agar Daffa percaya penjelasannya."Urusan mendadak, dalam waktu beberapa hari.""Kok nggak diajak!" rengek Daffa, benar-benar sulit dipisahkan lama dari Arsen. Padahal, tidak selamanya hanya beberapa hari atau mungkin seminggu.Daffa memberengut kesal, berhasil membuat Pak Nuga tertawa lucu. Sesekali mengecup pipi tembem Daffa. Bahkan, sengaja menggelitik dengan hidungnya.Setidaknya, Daffa bisa melupakan sejenak. Sedari tadi, terus bertanya di mana Arsen. "Coba mandiri dong.""Nggak mau! Takut!" Daffa masih tremor, efek korban penculikan."Kalo nggak dilawan, kapan beraninya? Laki-laki nggak boleh takut atau mengalah dalam melawan atau hal apapun. Meski begitu, bukan berarti laki-laki nggak bisa lemah alias menangis."Daffa hanya mengangguk, kemudian menguap. Rasa kantuk, mulai menyerang dan benar saja langsung pulas."Harus diselesaikan."
Read more
Bab 34
Arga mendekap erat Aruna, ya sudah sadar tetapi mendadak tremor. Namun, tidak berlangsung lama. Selebihnya bingung akan sesuatu hal. Ya, Arga yakin Aruna bingung dengan apa yang ditakutkannya.Amnesia, memang benar. Tetapi, Aruna melupakan kalau sebenarnya situasi sudah berbeda. Misalnya, hanya menganggap Brian sebagai teman akrab, di kala kesepian dan kesal dengan kelakuan Arsen. Nyatanya, adalah mantan tunangan.Brian pertama yang menjenguk Aruna, reaksi setelah tahu akan hal itu. Hanya mematung, dan berusaha menerima. Bahkan, saat mengatakan maaf. Berhasil membuat Aruna heran, tetapi karena tidak mau memperparah. Brian pamit."Istirahat aja." Arga masih mendekap, sesekali mengelus lembut pucuk kepala anaknya ini."Ayah, aku merasa aneh. Melihat reaksinya terkejut gitu." Aruna mendongak. "Perkataanku salah kah? Bukannya bener ya? Aku hanya berteman dekat dengannya?"Aruna melupakan ingatan penting, atau yang menurutnya cukup berefek rasa tertekan. Yang diingat Aruna, itu yang lama ke
Read more
Bab 35
Dua minggu, Aruna izin untuk pemulihan. Kini sudah masu kerja, walau sempat kikuk. Ya, efek lupa meski tidak total. Tetap saja, terkesan karyawan baru yang hari ini diterima kerja."Jadi, aku sekretarismu?"Arsen yang ingin masuk ke ruangannya, terpaksa berhenti dan melirik datar Aruna."Ayolah! Aku cuma nanya!" Aruna sebal."Nanya, tapi beruntun dan terus nggak berenti!" Arsen ikutan kesal, langsung melengos tanpa menjawab pertanyaan retoris Aruna."Dih! Ngeselin!" Hendak berbalik ke meja kerjanya, seketika terusik kala muncul anak kecil berlarian dan sedikit menyenggolnya. "Siapa?"Terus mengamati, hingga melihat anak kecil tadi masuk ke ruangan Arsen. Juga, terdengar panggilan cukup kencang."Pa-papa?" Aruna bertemu lagi dengan Daffa, tetapi dengan kondisi berbeda. Yaitu, lupa sejenak dengan ingatan baru di mana perseteruan dengan Brian terjadi dan menyebabkannya kecelakaan.Ketika Arsen keluar bersama Daffa dalam gendongannya, terus mengamati. Anehnya sudah tidak ada rasa cemburu,
Read more
Bab 36
"Kau serius masih ingin bersamaku?" Entah kenapa, Arsen memastikan lagi. Sebenarnya senang, mendengar langsung dari Aruna. Walau ingatannya masih kacau, efek dari kecelakaan.Aruna mengerutkan kening. "Kau nggak percaya? Atau ....""Percaya, hanya saja aku takut akan menyakitimu dan meninggalkamu lagi." Arsen bimbang karena hal itu, terlebih lagi Ardian dan Desty masih saja mengusik kehidupannya.Berhasil lepas bukan berarti selesai semuanya.Aruna tidak merespon, antara senang sekaligus bingung. Karena saat ini paham sekali Arsen selalu berkata, tidak bisa seperti biasa. Ibarat, berteman layaknya pasangan."Bisa saja dilakukan, tapi aku mengurungkan niat karena nggak mau kau ikut kena risikonya."Aruna tersentak. "Maksudmu apa?"Sayangnya bukan jawaban yang didapat, melainkan serangan mendadak dari Arsen. Ah iya, mereka berdua berada di penginapan Aruna, yang cukup lama dibiarkan kosong. Arsen mendadak datang, lalu bertanya hal itu pada Aruna.Ingin berontak, tetapi merindukan perlaku
Read more
Bab 37
Kata bahagia, selalu mengusik benak keduanya, bisa dibilang satu dari mereka yang seakan terus diatur kehidupannya. Setiap ingin berbahagia harus sesuai, tanpa sedikit pun diperbolehkan mencari kebahagiaannya sendiri.Arsen, orang lain menganggapnya serba kecukupan, sombong, mengerikan, dan banyak lagi. Semua orang hanya melihat itu, tanpa tahu sudut pandang Arsen sendiri terbalik dari yang semua orang anggap.Hidup saja diatur, teman dekat, wanita, hingga apapun diatur. Seakan robot yang sudah dikendalikan untuk terus menurut. Sekalinya terlepas dari semua kendali, bukan berarti kehidupannya bebas.Nyatanya, semakin diusik. Seakan memang, tidak diperbolehkan bahagia atas keinginannya sendiri."Ayah."Ardian mematung, kalau diingatkan kembali. Cukup lama, tidak pernah mendengar panggilan itu dari anaknya."Menurut ayah, bahagia itu seperti apa?" Arsen berbicara santai, karena teringat sudah tidak pernah berinteraksi seperti biasa dengan ayah kandungnya, setelah kematian ibu.Walau kare
Read more
Bab 38
Pukul sepuluh malam, kala itu Aruna masih belum mengantuk. Makanya, memilih santai dengan camilan dan fokus siaran di televisi.Seketika terusik, kala ada yang membunyikan bel penginapannya. Akan tetapi, tidak berlangsung lama. Aruna hafal si pelaku adalah pemilik penginapan sebelah, siapa lagi kalau bukan Arsen."Kau kenapa?" Aruna heran, habisnya Arsen muncul wajahnya kusut sekali.Arsen tidak menjawab, malah mendekatkan diri pada Aruna dan meringkuk. Bahkan, sudah merangkul erat pinggang Aruna.Racauan aneh, tidak begitu jelas mulai dilontarkan Arsen. Saat itu juga, Aruna merasa Arsen kacau persis dulu."Kenapa, hm?" Aruna benar-benar mengurus Arsen lagi.Arsen belum mau menjelaskan kekacauan mendadaknya ini. Aruna sendiri pasrah, membiarkan Arsen terus saja meringkuk dan melesak di dekapannya."Daffa sama siapa?" Takutnya, kalau Arsen di sini. Nanti Daffa sendirian."Paman." Arsen kali ini menjawab, kemudian meringkuk lagi. Hingga menuturkan sesuatu yang berhasil membuat Aruna paha
Read more
Bab 39
Arsen semakin emosian, semenjak pengakuan sekaligus permintaan maaf Ardian. Terus memanas, karena berita megenai Ardian menyerahkan diri dan menjelaskan semua perbuatannya. Banyak rekan atau pun karyawan yang menjadikan bahan gunjingan.Arsen membiarkan, karena memang kenyataan. Oh iya, ada satu hal yang tidak pernah diduga. Tepat sebelum Ardian ditangkap, ini hanya karena kasus penculikan Daffa. Kalau kematian ibunya, memang karena bunuh diri. Kesalahan Ardian, karena suka melakukan hal kasar dan memberi tekanan terhadap ibunya. Memang menjadi kasus. Intinya berlapis."Kalo belum tenang, yang ada malah membuat Daffa takut loh." Aruna sedari tadi berada di ruang kerja Arsen, tepatnya sih mengawasi dan membantu.Pasalnya, konsentrasi Arsen buyar dalam pekerjaan. Jadi, harus dipantau dan dibantu."Ayahmu benar-benar menyesal." Aruna sengaja meyakinkan, berharap juga Arsen membaik dengan Ardian.Arsen tersenyum getir. "Kenapa baru sekarang dia mengakui dan menyerahkan diri? Kau tau? Saat
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status