All Chapters of Istri Ke-4 Tuan Tanah: Chapter 51 - Chapter 60
84 Chapters
Api neraka
Prapto terkekeh, “Kau memang tidak tahu malu. Aku menarikmu ke sini bukan karena ingin meminta jatah darimu, tapi aku minta tanggung jawabmu, ke mana kau dari tadi hingga tak melihat majikanmu hampir melahirkan, huh?!” andai Siti lelaki, mungkin lebih baik dipukul saja agar memahami akan pekerjaannya.Siti malah tertawa, dia melepas tangan Prapto yang menaut lengannya, dan menyeringai, “Buat apa? Bahkan sebentar lagi aku juga akan menjadi istrimu, seorang anak akan lahir dari rahimku, kenapa aku harus bekerja?”Tidak salah, memang wanita di depannya ini bukan wanita biasa, Prapto sudah menduganya sejak lama, “Hanya sehari dan kau bilang kau mengandung anakku? Kenapa secepat itu? Kau pikir aku bodoh, huh?!”“Lambat laun anak itu akan hadir, aku sudah menyiapkan semuanya, rahimku sangat sehat dan kau mengeluarkannya di dalam, apa lagi yang harus diragukan?” Siti tak menyangka kalau Prapto cukup kuat.“Aku yakin—““Aden Prapto, ndoro Ratih sudah melahirkan, anak Njenengan seorang putra.”
Read more
Empat bulan
Lek Tejo mengeluarkan kantong uang, diletakkan di meja bersamaan dengan buku catatan, “Sisa seekor.”Prapto menyerahkan putranya ke pelayan, “Bawa masuk, mungkin ngantuk, biar Sumi yang mengurusnya.”“Inggih, Aden Prapto.” jawab pelayan itu lalu pergi.Prapto membuka kantong uang, menghitung dan membaca buku catatan, “Aku sangat rindu dengan pasar, seperti apa suasa di sana?” terkekeh. Hasil dari menjual sapai tak pernah mengecewakan.“Lancar, ramai seperti biasanya. Njenengan dapat salam dari aden Bima.” ucap lek Tejo.“Bima? Lapaknya cukup jauh, dia yang datang atau Lek Tejo bertemu di warung?” Prapto menyimpan kembali semua uang yang hitungannya benar dan sesuai dengan catatan.“Aden Bima yang datang. Dia ...” lek Tejo gamang, apakah dia harus menceritakan semuanya? “Ndoro Ratih sudah mau ke luar dari rumah.” Imbuhnya dan segera menunduk.Prapto berhenti, beberapa uang belum masuk kantong, dan kini tangannya menjadi lemas kembali. Sudah lama dia menghindari pembicaraan ini, tapi le
Read more
Sedikit tahu
Sumi membuka pintu kamar pribadi Prapto, melihat suaminya duduk di depan jendela, menatap ke arah taman, Sumi datang dan mengusap pundak Prapto.Prapto menoleh dan tersenyum, “Tole sudah tidur? Dia rewel tadi.”Sumi mengangguk, “Sampun, Kakang. Makan siang sudah siap, ayo kita makan dulu.” Lirih Sumi, dia ingin menyejukkan hati Prapto yang terlihat semakin hari semakin menyedihkan saja.“Aku tidak lapar.” Tolak Prapto halus. “Oiya, aku sangat lama tidak ke pasar, kata lek Tejo banyak yang menanyakanku, mungkin aku minggu depan akan ke pasar.” Prapto menepuk ruang kosong di sebelahnya, Sumi segera duduk, dan Prapto kembali menatap ke arah luar.“Aku senang kalau Kakang ke pasar lagi, mencari kesibukan, dan menemukan nyawa Kakang kembali.” Sumi mengambil tangan Prapto, menaruhnya di dada dan memeluknya.Prapto terkekeh, “Bukankah aku di sini? Semua yang kamu rasakan berbeda hanya karena pemikiranmu saja, Sumi.”“Anggap saja memang pemikiranku, tapi sekarang sudah waktunya makan siang, a
Read more
Tanggung jawab, aku hamil
Bima terkekeh, “Aku pergi dulu.” Ratih yang mengangguk, Bima ikut mengangguk juga dan beranjak. Semua masih abu-abu dan Bima seolah tertantang untuk menyingkap semuanya.Ratih menghela napas. Dia tadi ingin ke kebun, melihat ada apa di sana, jadi setelah yakin Bima benar-benar pergi, Ratih pun berangkat ke kebun. Matahari sudah tinggi, yakin kalau pekerja kebun tengah istirahat saat ini. Saat tebakannya benar, Ratih pun bergabung, duduk dengan dua pekerja yang baru saja selesai makan siang itu.“Ndoro Ratih, kapan datang?” tanya pekerja yang lebih tua.“Kemarin.” dusta Ratih, “Panen apa sekarang, Lek?” tanyanya meski tadi di rumah ibu sudah bercerita.“Jagung, Ndoro. Tapi ini jagung manis, bibitnya cukup mahal, ibu yang beli di pasar, ibu memang lebih banyak paham dari pada kita.” Pekerja tua itu terkekeh.“Kapan dibawa ke pengepul?” tanya Ratih.“Ini panen terakhir, besok pagi kita ke sana, baru lusa sisanya dibawa ke pasar.” Jawab pekerja muda.“Bagaimana dengan dokarnya? Apa ibu ju
Read more
Menerimamu apa adanya
Lek Tejo menarik tali, tiga kuda itu pun berhenti, dan dia tersenyum sambil menoleh ke dalam. “Tidak biasa Aden mengajak saya ke pasar? Bukankah kita sudah punya pelayan yang belanja?” tanyanya.Prapto tersenyum juga, “Ada yang harus kubeli dan rasanya pelayan itu juga tidak akan mengerti dengan yang kumaksudkan. Lek Tejo, mau ikut?” tawarnya.“Tidak, Aden Prapto. Biar aku di sini saja.” Lek Tejo memilih untuk membeli kopi dan makan gorengan di warung depan pasar. Bertemu dengan kusir lain, menceritakan banyak hal mengenai kuda dan pakannya, cukup lama hingga kopi di depannya tinggal separuh pendek.“Ayo!” Prapto yang tahu di mana warung yang dituju lek Tejo tadi, mengejutkan lek Tejo yang masih seru.“Mari!” lek Tejo pamit ke semua kusir di sana dan membayar apa yang sudah masuk perut. “Sudah ketemu, Aden?” tanyanya sembari naik ke kemudi dokar.Prapto terkekeh, “Sudah. Oiya, apa selama ini Lek Tejo tidak pernah bertemu dengan mbok Jum? Apa dia juga tidak pernah ke pasar?”“Tidak. Pe
Read more
Tidak suka melihatmu
Prapto terkekeh. Dia sedang menikmati lintingan tembakau buatannya sendiri di teras. Sumi mendekat dengan putranya, Prapto segera mematikan lintingan tembakau itu dan berdiri, “Tole sayang, nyari Romo, ya?” meminta putranya dari tangan Sumi.“Dari mana kamu, Kakang?” tanya Sumi sambil duduk di sebelah Prapto. Semarah apa, tak bisa dia terus memusuhi Prapto.“Aku nyari angin, sudah dapat ya pulang, kenapa?” Prapto tak menoleh ke Sumi, terus menimang putranya yang mulai digendong dengan posisi duduk.“Dia nangis terus, nyari kamu, tadi waktu pulang juga kamu tidak langsung masuk, dia tak mau diam.” Sumi mengambil minuman di meja untuk membasahi tenggorokannya.Prapto tertawa, “Dia memang putraku, mana mungkin tenang kalau Romonya tidak di rumah, hm?!” Sumi hanya mengangguk samar, “Oiya, aku besok ke pasar, kamu mau ikut?” tanya Prapto, dia yakin Sumi bosan di rumah.Sumi tersenyum, “Kalau memang boleh, aku akan ke pasar, sepertinya Tole harus membeli surjan baru.”“Belikan juga dia kalu
Read more
Tamu tak diundang
Tahu kalau semua jagung sudah masuk ke dokar, pekerja juga sudah berkemas, Ratih pun menjawab ucapan Prapto, “Matur nuwun, Mas Prapto. Tapi kurasa tidak usah. Apa yang Mas Prapto beri sudah lebih dari cukup. Aku pulang dulu. Ayo!” Ratih menoleh ke pekerjanya, mengangguk agar cepat memutar dokar dan pulang.Prapto dengan cepat menahan tangan Ratih, memandang dengan tatapan penuh pertanyaan, Ratih seolah angkuh, tak sedikit pun memperlihatkan perasaan yang sama dengan yang tengah dia rasakan selama ini.Ratih menoleh ke Bima, “Ayo lita pulang, Bima. Ibu dan bapak sudah menungguku. Maaf, Mas Prapto. Aku harus segera pulang setelah jagung ini habis.”“Kau mau pulang tanpa membawa uang?” tanya Prapto.“Ladang yang kamu belikan untukku, cukup untuk menghidup ibu dan juga bapak, matur nuwun.” Ratih menyatukan tangan untuk berterima kasih.“Kau sangat tahu apa maksudku, Ratih.” Prapto tak paham dengan Ratih.“Aku harus segera pulang, Mas.” Ratih melepas cengkeraman Prapto dan segera ke dokar
Read more
Sambaran petir
Sumi sedang menggendong putranya saat ini. “Kakang, mau ke mana?” tanyanya heran. Sepulang dari pasar, Prapto langsung mandi, bahkan saat ini sedang mencukur kumis itu agar lebih tipis.Prapto yang melihat Sumi dari pantulan cermin, tersenyum, “Tidak. Aku hanya gatal. Setelah makan siang nanti aku mau istirahat, kan tidak ada pekerjaan di ladang.” Prapto berbalik ke Sumi, “Biar dia bersamaku, siapkan saja makan siangnya.”Sumi mengangguk. Dia ke dapur untuk melihat para pelayan. “Apa ada kelapa muda? Aku tidak mau putraku merengek karena tidak ada buah itu.” tanya Sumi. Memang putranya sangat menggemari air kelapa muda dan dia pun selalu memberikannya di siang hari jika terus rewel.“Masih di kandang, Ndoro Sumi. Mungkin masih dikupas.” Jawab salah satu pelayan.Sumi langsung ke kandang, sebentar lagi makan siang, dia tak ingin menunggu lama. Di kandang, dia hanya melihat satu pekerja, mungkin karena yang lain sedang merumput, “Kamu sakit?”Pekerja pria itu menjingkat, “Ngapunten, Ndo
Read more
Menyusu dengan lapar
Sumi menangis, memeluk putranya, ketakutannya sangat besar. Ratih di rumah ini, bisa saja wanita jahat itu meminta kembali putra kesayangannya ini. Untung putranya masih tidur, jadi dia tak membutuhkan seorang pun untuk membantunya. Pintu terbuka, langkah kaki terdengar mendekat, dan Sumi semakin mengeratkan pelukan.Prapto duduk tepat di sebelah Sumi, menghela napas, “Bukan aku yang jahat, tapi putra kita sering rewel, aku tak tega melihatmu seperti itu.”“Lalu?” Sumi segera menoleh, “Kakang, mau mengembalikan putraku? Mengambil putraku dari pangkuanku sendiri?” menggeleng dengan cepat.“Tidak, Sumi.” Prapto memeluk Sumi, mengusap punggung Sumi, tak suka melihat istrinya menangis seperti ini, “Ratih berbeda denganmu, bagaimana kalau dia menjadi pengasuh di sini? Dia tetap putra kita, tapi setidaknya putra kita tak akan rewel lagi. Kupastikan Ratih tak akan berani mengambil putra kita lagi.”Sumi tak menjawab, dia ingin marah, tapi tak berdaya. Saat Prapto mengurai pelukan, “Beri aku
Read more
Menikahlah denganku
Sumi dan Prapto se-dokar, mereka akan ke pasar, “Kenapa Ratih pulang? Dia tidak tahan menjadi babu di sini?”Prapto terkekeh, “Tidak, dia hanya pamit ke ibu dan bapak. Kamu sudah mencatat semua yang harus kita beli?”Sumi mengangguk, dia memang akan belanja untuk keperluan putranya, Prapto mengajak syukuran minggu depan.Ratih... turun dari dokar. Dia ingin segera pamit dan kembali agar tetap bisa melihat putranya nanti malam, tapi Bima malah menyambutnya di teras. “Kamu di sini?” tanya Ratih. Bapak dan ibunya juga ikut menyambut, sepertinya Bima bertamu tadi.“Iya, biasanya tiga hari ibumu menyewa cokar kami, hari ini malah tidak ada pekerja yang datang. Kupikir kamu sakit atau apa pun. Dari mana?” tanya Bima setelah ibu dan bapak Ratih masuk rumah.“Aku dari rumah mas Prapto, kami—““Kau kembali padanya? Setelah semua ini?” Bima menyela ucapan Ratih yang belum selesai, “Setelah semua harga dirimu diinjak-injak? Apa yang kamu harapkan dari kang Prapto, Ratih?” Bima tidak terima.Rati
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status