Share

Menikahi Ratih

Sumi... 

Di sisi lain, istri pertama Prapto sangat kawatir karena suaminya tidak pulang sejak pergi tadi pagi. Dia hanya bisa duduk dengan cemas di teras. Dua adik madu Prapto dari tadi juga bertanya tentang suasa hatinya, tetatpi tak terlalu digubris juga oleh Sumi.

Mbok Jum datang dengan membawakan teh serta ketela bakar, menyajikannya untuk Sumi. “Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya sambil duduk di sisi Sumi.

“Kakang Prapto ... beberapa hari ini dia sangat aneh, aku rasa ada yang kakang Prapto sembunyikan,” jawab Sumi yang tak mampu menyembunyikan kegelisahannya.

Mbok Jum tersenyum. “Kamu ini istri tertua, apa yang membuatmu takut? Bahkan, nasib semua istri Prapto juga sama denganmu. Malang sekali memang putraku yang satu itu.” Mbok Jum pun juga bersedih hati.

“Tapi karena kemarahan Prapto kemarin,” Mbok Jum mengingatkan Sumi tentang bayi yang baru saja mati beberapa hari yang lalu, “apa yang akan kamu lakukan jika dia pulang dengan membawa seorang istri? Hahahaha.”

Mbok Jum tertawa karena wajah pucat Sumi sangat menyenangkan hatinya.

Sumi menggeleng, “Tidak, kakang Prapto akan mengatakan padaku dulu jika dia akan menikah lagi. Bagaimanapun juga, kami menikah atas dasar cinta—“

“Itu dulu,” pungkas mbok Jum, “setelah Prapto tahu kamu tidak menguntungkan baginya, dia pun pergi mencari wanita lain.”

Mbok Jum tak pernah lupa. Prapto muda pulang dengan membawa gadis cantik bernama Sumi yang  lemah lembut dan memiliki sopan santun tinggi. Namun, semua cinta terkikis setelah lima tahun pernikahan anak itu tetap tak juga hadir di kehidupan Prapto, hingga hampir setiap tahun banyak tragedi terjadi di rumah besar ini.

Sumi tersenyum, menguatkan hatinya. “Mbok Jum, jangan terus membuat hatimu tercemar. Akui saja, aku tetap di tempat tertinggi di rumah ini. Apapun yang Prapto inginkan, pasti tanya padaku dulu. Dengan atau tanpa seorang anak posisiku, akan tetap sama, tapi dengan Mbok Jum?” Sumi menggeleng, “Semua pun juga akan tetap sama, Mbok Jum hanya kepala pelayan di rumah ini, pe-la-yan.” Sumi sengaja mengulangnya agar mbok Jum tetap ingat dengan posisinya di rumah ini.

Mbok Jum terdiam, mengepalkan ke dua tangan tanpa mengalihkan tatapannya yang tajam ke Sumi, ‘Kamu akan tahu setelah tiba waktunya, dan saat kamu menyadari kekalahanmu, sudah tidak ada lagi tempat untuk mundur menyelamatkan diri.’ batin mbok Jum. Dia pun pergi, biar saja Sumi sendiri meratapi detik-detik yang sebentar lagi akan berganti dengan kepahitan.

****

Di rumah Ratih...

Sepi dan sunyi, hanya batuk dari bapaknya Ratih saja yang memecah keheningan. Ratih mengurung diri di kamar mesti tak mengunci pintu, ibunya duduk di samping bapaknya yang berbaring di ruang tamu, dan Prapto menikmati rokok tanpa bosan meski sudah menghabiskan beberapa batang.

Sejak pagi, Prapto di tempatnya, tanpa beranjak jika tak berkepentingan. Dia juga tak kencing, mandi, atau bahkan makan. Hanya melahap beberapa kudapan yang tersaji dengan teh tak terlalu manis sampai beberapa gelas banyaknya. Pagi tadi masih sejuk di kulit, berganti dengan siang yang panas serta membara, dan kini malam telah datang menanti pekat yang semakin kelam bagi siapa saja yang berani membohongi Prapto.

“Akh! Ibu! Ibuuuu!” Teriakan Ratih memecah keheningan, dia tak peduli akan siapa saja yang terkejut. Dia hanya ingin berteriak saja.

Ibunya Ratih yang panik, segera berdiri dan berlari ke kamar putrinya.

Prapto pun juga sama. Hanya saja, dia tak berlari, dia berjalan santai mendekat ke Ratih.

“Perutku sakit, Bu. Perutku sakit, akh!” Ratih terus meremas peruhnya. “Sakit, Bu.” Ratih menangis karena rasanya sangat melilit.

Ibunya Ratih pun memeluk putrinya, memangku kepala Ratih dan mengusap kening putrinya juga. “Iya, Sayang. Enggak apa-apa, semua akan baik-baik saja, sebentar lagi kamu akan mengantuk dan nyeri itu akan hilang setelah bangun besok pagi, jangan menangis, Sayang. Ibu dan bapak di sini, di sisimu.”  Wanita itu terus memeluk dan mengusap apapun di diri Ratih agar nyeri itu hilang.

“Sakit, Bu. Sakitttt, sakit, Bu ....” Ratih merintih, bergerak ke kanan dan ke kiri, rasanya sangat luar biasa.

Tangisnya saja tak mampu mengusir sakit itu, tapi ternyata semua berubah. Sakit itu memang mereda, lama-kelamaan tubuhnya melemas meski keringat dingin itu belum kering sepenuhnya. Kini, dia mengantuk. Ratih mengikuti apa yang diinginkan tubuhnya. Dia memejamkan mata setelah usapan dan nyanyian tidur yang didendangkan ibunya. Sangat merdu, Ratih menyukainya.

Ibunya Ratih pun meraih bantal, mengganti pangkuannya dengan bantal. Dia menyelimuti putrinya. Setelahnya, Prapto yang sedari tadi tidak bersuara, berdiri tegak di ambang pintu. Ibunya Ratih pun mendekat sambil mengatupkan ke dua tangan untuk memohon pengampunan.

“Tanah kami yang disewa pabrik tebu dan rumah ini, jika dijual sampai 100 juta, bahkan lebih. Aku akan menawarkannya ke juragan tanah besok pagi, hanya satu yang kuinginkan, lepaskan putri kami, Tuan Prapto.” Wanita itu berharap tuan Prapto mengabulkan permintaannya.

Sayangnya, Prapto hanya terkekeh. “Kalian memilih menjadi gelandangan daripada melewati jalanan yang lebih mudah?”

“Aku akan bekerja sampai seumur hidup di rumahmu, Tuan Prapto. Tidak usah dibayar, Ratih pun juga jangan dibayar. Cukup kami bisa berteduh dan suamiku juga.” Ibunya Ratih mulai menangis karena Prapto sepertinya akan menolak permintaannya.

Prapto hanya terkekeh, “Katakan padaku, apa Ratih sedang haid saat ini?”

Ibunya Ratih mengunci mulutnya. Dia hanya menangis, tak akan menjawab pertanyaan Prapto kali ini.

Prapto yang tidak sabar, segera mendorong ibunya Ratih hingga terjerembab di lantai. Segera, pria itu mendekat ke Ratih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri tanpa peduli akan jijik dan kotor atau seperti apa rupanya.

Ratih tidur seperti mayat, memudahkannya membuka apa yang ingin dia buka.

Kini, terpampang sudah apa yang ada di depan mata. Prapto tersenyum, dia menoleh ke ibunya Ratih yang saat ini menggeleng ke arahnya.

“Aku akan menikahi putrimu besok, siapkan semuanya.”

Prapto pun ke luar dari kamar Ratih dan kembali ke kursinya tadi. Dia tersenyum meski tangis ibunya Ratih semakin keras dan pilu, tapi Prapto tetap tak peduli. Dia hanya mau keinginannya segera terwujud, itu saja.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
pengen getok kepalanya Prapto
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status