All Chapters of Kesetiaan Di Antara Pengkhianatan : Chapter 21 - Chapter 30
53 Chapters
20. Honeymoon Telah Usai
Ina menundukkan kepalanya, “Malu aja sama kamu. Pemikirannya dewasa, sedangkan kadang aja aku masih kekanak-kanakan.”“Kenapa harus malu?”“Ya malu aja. Nggak bisa ngimbangin kamu, jadi ngerasa gagal sebagai istri kamu.”“Ssst, nggak boleh ngomong gitu,” kata Amir. “Siapa bilang kamu gagal jadi istri aku?”“Aku yang bilang,” balas Ina.“Nggak, bagi aku kamu nggak gagal. Justru di mata aku itu kamu istri yang sempurna. Dan aku beruntung punya kamu.”“Ai, lihat aku,” lanjut Amir memegang bahu Ina, membuat wanita itu mendongak.Pandangan mereka mengunci satu sama lain.“Ketika dua manusia dipersatukan dalam ikatan suci, itu nggak peduli kekurangan satu sama lain. Dua manusia yang saling mencintai itu dipertemukan untuk saling melengkapi satu sama lain. Ibaratnya, jika pasangan kita tidak bisa melihat, kita yang bisa melihat itu sebagai matanya. Jika tidak bisa mendengar, ada telinga kita yang masih normal untuk mendengarkan.”“Ini bukan tentang dewasa atau tidaknya kita. Ini tentang apak
Read more
21. Salah Sambung
Pagi ini adalah keberangkatan Amir ke luar kota. Mereka sudah berada di bandara, sambil menunggu pemberitahuan keberangkatan, baik Ina maupun Amir memilih menunggu di salah satu sofa yang sudah disediakan. “Nanti pokoknya kamu harus telepon aku ya, setiap saat. Kasih kabar,” kata Ina yang bersandar pada bahu Amir.Amir mengusap bahu istrinya, “Pasti. Biar istri aku bahagia dan nggak khawatir. Apasih yang enggak buat kamu.”“Ai, tapi bisa nggak semisal semua selesai cepet di luar rencana terus langsung pulang?”“Bisa aja. Asal pak bos juga ngijinin.”“Masalahnya berarti cuma satu ya, di bos kamu.”Amir mengangguk, membenarkan kalimat Ina. “Tahu sendiri kan, bos aku kayak gimana.”Ina memang tahu dan paham perihal bagaimana atasan dari suaminya itu. Tegas tapi jika sedang baik, baik sekali. “Semoga aja boleh,” gumam Ina membuat Amir menganggukkan kepalanya. Mereka berbincang-bincang ringan, membahas perihal apa pun itu hingga suara pemberitahuan untuk keberangkatan terdengar. “Amir, ay
Read more
22. Hujan Membawa Rindu
Berulang kali Ina menghela napasnya. Ia menatap luar melalui jendela kamar, menyanggah kepalanya pada kedua tangannya yang ia letakkan di atas meja. Sekarang sudah malam, begitu Ina sampai di Bogor ia langsung menutup pintu, jendela dan mengunci semuanya. Lalu mematikan semua lampu, setelahnya ia membersihkan diri. Dan sekarang, ia bingung ingin melakukan apa. Ingin menonton drakor pun sepertinya bukanlah waktu yang tepat karena ia sedang tidak memiliki gairah saat ini. Rasanya ingin melalukan sesuatu saja sangat malas. Hingga ponselnya di atas meja bergetar, Ina melirik melalui sudut matanya. Di sana ada panggilan masuk tanpa nama. Dan membuat Ina membiarkannya, enggan mengangkatnya. Mungkin telepon salah sambung. Batinnya. Satu, dua, tiga, hingga empat kali ponselnya masih berdering dengan nomor yang sama. Dengan sedikit ragu, Ina meraih ponselnya dan mengangkat telepon itu.Tidak ada suara. Hening. Ina menghembuskan napasnya, sebelum membuka suara. “Halo....”Diam tidak ada jaw
Read more
23. Godaan Jika Berjauhan
Selama menunggu Ina, Amir hanya menatap kamera layar ponselnya dengan pasrah. Ah, dirinya jadi butuh pelampiasan malam ini. Sepertinya ia harus mandi malam. Sedangkan di sisi lain, Ina yang masih berada di depan lemari tersenyum miring. Sepertinya ia bisa menggoda suaminya itu dengan sedikit pakaian nakal, lagipula ia memiliki beberapa lingeria. Batinnya. Setelah mengambil salah satu lingeria berwarna hitam yang menggantung di dalam lemari, Ina langsung membawanya ke kamar mandi. Ina terkikik, menyadari betapa nakalnya ia malam ini. Baru membayangkan wajah suaminya itu saja sudah membuat Ina tertawa terbahak dalam hati. Dan tidak sabar untuk menjalankan aksinya. Ina menatap dirinya pada cermin, dan menarik karet kuncirnya–membiarkan surai hitamnya tergerai bebas. Tangan kanannya meraih sebuah pelembab bibir, lalu mengoleskannya sedikit, agar bibirnya terlihat berkilau. Setelah selesai, dirasa dirinya cukup cantik, Ina berjalan pelan menuju meja yang berada di dekat jendela. Ina se
Read more
24. Makin Bucin
Percintaan panas yang terjadi kini telah usai sejak beberapa menit yang lalu. Sekarang, baik Ina maupun Amir tidak ada yang membuka suara. Keduanya menenggelamkan tubuhnya di balik selimut sampai leher, keduanya berhadapan dengan memberikan sedikit jarak. Amir mengangkat tangannya, meletakkan tepat di atas surai Ina lalu menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi wajah cantiknya. “Capek?” tanya Amir pelan.Ina menggerakkan sedikit tubuhnya, mengangguk. “Kamu kayak orang kelaperan nggak dikasih makan satu minggu tahu nggak.”“Lah kan memang,” kekeh Amir tersenyum menggoda membuat Ina memutar bola matanya.“Untung aku bisa ngimbangin kamu.” “Kamu kan memang yang terbaik,” puji Amir mengusap pipi Ina. “Ai, ada yang mau aku ceritain ke kamu.” “Apa?” tanya Ina menaikkan sebelah alisnya. Amir menghembuskan napasnya, “Janji tapi jangan marah ya?”“Memangnya apa sih? Penasaran aku, sampe harus janji segala,” balas Ina mengerutkan kening.“Ya pokoknya. Janji dulu jangan marah,” kata A
Read more
25. Paket Misterius
Ina memeluk lengan tangan Amir, keduanya baru saja turun dari mobil–melangkahkan kakinya memasuki rumah. Tapi langkah Amir terhenti, ketika sorot matanya menangkap sebuah kotak coklat di dekat pintu, sontak Ina pun ikut berhenti melangkahkan kakinya, mengikuti arah pandang Amir. “Paket,” gumam Ina mulai mendekat, tapi Amir menahannya.“Bentar, kamu pesen sesuatu?” tanya Amir menatap Ina. Wanita itu menggelengkan kepalanya. “Yaudah kalo gitu, aku aja yang lihat. Kamu diem di sini,” lanjutnya membuat Ina mengangguk patuh.Amir berjongkok, lalu meraih kotak coklat itu. “Aneh, nggak ada nama pengirimnya. Atau apa pun itu.”“Coba buka, ai,” kata Ina.“Kita masuk dulu aja, buka di dalem.”“Tapi kalo isinya aneh-aneh gimana. Udah di luar aja,” kata Ina takut.“Kalem, ada aku,” balas Amir mengedipkan sebelah matanya–berniat untuk mencairkan suasana.“Tapi....”“Nggak ada yang perlu ditakutin,” balas Amir dengan cepat–menarik pergelangan tangan Ina mengajaknya masuk.Mereka duduk di atas sofa,
Read more
26. Harta, Tahta, Alaina
“Kayaknya semalem ada yang bilang mau nemenin sampe jam setengah dua belas,” sindir Ina sembari memasukkan camilan ke dalam mulutnya.Amir yang sedang mengoleskan selai ke atas roti sontak menghentikan aktivitasnya. “Siapa tuh, ai?” tanyanya dengan wajah polos.Ina mengedikkan bahunya. “Tau tuh. Aku juga lupa siapa dia.”“Php banget dia,” bales Amir yang diangguki Ina.“Saking phpnya sampe nggak sadar diri,” imbuh Ina membuat Amir terkekeh.“Tadi malem tuh, udah aku paksain buka mata. Tapi tetep aja nggak kuat,” ujar Amir menjelaskan. “Tau sendiri, kan aku lemah dalam hal begadang.”“Lemah apaan. Kalo begadang tapi berhubungan dengan jatah aja betah,” balas Ina mengejek.Amir terbahak mendengar jawaban tidak terduga istrinya. “Wah itu udah beda cerita, ai.”“Beda cerita apanya, sama aja itu,” balas Ina.“Nggak dong. Bedanya, kan kalo begadang karena jatah jadi lebih semangat," balas Amir tidak mau kalah membuat Ina mendengus keras.“Bisa aja jawabnya,” ujar Ina meniru kalimat Amir sep
Read more
27. Sandiwara
Sejak turun dari mobil hingga sudah mengganti pakaiannya, Ina masih diam seribu bahasa enggan membuka suara dan tetap juli pendiriannya. Sedangkan Amir, pria itu diam di tempatnya di atas kasurnya dengan pandangan mata yang tidak lepas dari istrinya, Ina. Amir terus menatap setiap gerak-gerik Ina dan tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun. Bahkan hingga Ina naik ke atas kasur dan mulai membaringkan tubuhnya, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga leher. Dan ketika Ina membalikkan badannya untuk membelakangi Amir, membuat pria itu mendesah kasar. “Ai, jangan belakangin aku dong,” gumam Amir mengusap bahu Ina yang tidak tertutup kain. Ina bergeming di tempatnya. Ia sedang berusaha menahan tawa agar tidak pecah seketika karena suaminya itu sedang merayu padanya. Ah menggemaskan. Batin Ina. Ia suka ketika melihat Amir yang sedang merajuk tetapi tidak mungkin bukan jika ia melakukan sandiwaran ini lebih lama. Ia tidak bisa dan tidak tahan jika harus menahan semua ini, melihat
Read more
28. Pengganggu
“Aku udah beliin baju tidur, dipake aja.” Amir memberikan tas berwarna coklat pada Ina. “Ada handuk sama peralatan mandi.”Tanpa banyak bicara, Ina menerimanya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Amir memilih untuk duduk di balkon kamar sembari menikmati udara malam. Ia mengambil rokok di saku celananya. Ya, perlu kalian ketahui jika Amir adalah perokok, tetapi tidak sesering orang-orang pada umumnya. Amir hanya merokok jika dia ingin saja atau sedang merasa banyak pikiran. Bahkan bisa dihitung dengan jari berapa banyak dirinya merokok dalam satu bulan. Paling banyak yang dilakukannya selama ini sampai lima batang rokok saja.Alia Sasmitha: HaiBunyi notifikasi membuat Amir dengan gerak cepat menatap layar ponselnya yang menyala. Nama Alia Sasmitha terlihat jelas. Wanita itu mengirim dm padanya. Setelah itu, Amir hanya mengabaikan. Ia tidak memiliki niat untuk membalas, bahkan sekedar membacanya saja. Sangat tidak penting baginya untuk menanggapi hal seperti it
Read more
29. Alia Sasmitha
“Gimana ai, udah siap?” Amir masuk ke dalam kamar. Entah sudah berapa kali pria itu kembali masuk hanya untuk mengecek apakah istrinya sudah siap atau belum.Ina menyengir hingga memperhatikan giginya. “Bentar, dikit lagi.”Amir menggelengkan kepalanya, terkekeh kecil. “Udah sejam setengah lebih aku cuma nunggu kamu selesai semuanya.”“Ya harap maklum, ai. Namanya juga perempuan. Tau sendiri kan,” balas Ina membela diri. “Padahal nggak perlu lama-lama dandannya juga udah cantik, kamu itu.” Puji Amir yang bersandar di dinding sembari menatap istrinya.Ina memutar bola matanya, lalu berdiri dan menatap Amir. “Kalo cantik mah, dari dulu juga udah. Nggak perlu diperjelas lagi,” ujarnya percaya diri.“Kamu ini. Udah ayo, keburu telat. Aku nggak enak sama pak bos,” ujar Amir meraih tangan Ina untuk digenggam. Mereka cukup serasi malam ini. Karena memang nyatanya juga mereka selalu saja serasi di mana dan kapan pun itu mereka berada. “Naik motor apa mobil?” tanya Ina saat mereka sudah bera
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status