All Chapters of Mas Duda Nyebelin: Chapter 81 - Chapter 90
128 Chapters
80. Hanya Teman, Tidak Lebih.
Heera tutup mulut, memilih untuk tidak mengubar masalahnya dengan Arta, meski pertemanannya dengan ketiga bujang di hadapannya itu sudah seperti permen karet ketemu rambut, sudah di pisahin. "Biar gue yang selesaiin masalah ini sama Arta." kekeh Heera sudah bersiap akan beranjak dari kursinya. "Seengaknya bilang ke kita apa masalahnya?" desak Adelio sudah tak tahan. Ia sudah memaksa Heera, tapi tidak juga mempan. Heera bangkit dari duduknya, sebelum beranjak pergi Heera menyempatkan diri untuk membalas ucapan Adelio. "Gue ceritain kalau masalahnya udah selesai. Percaya ya sama gue? Gue bisa kok selesaiin masalah ini berdua tanpa ngerepotin kalian." Dan setelah mengatakan itu, Heera langsung berlari kecil menuju pintu keluar. Ketiga temannya hanya bisa menghembuskan napas pasrah melihat akan hal itu. "Kayaknya Tuhan ciptain mulut Heera dengan bahan yang beda sama cewek lain." celetuk Adelio yang sedang menahan rasa dong
Read more
81. Sesak Yang Tertahan
Ponsel Heera tidak henti-hentinya berbunyi, namun Heera memilih mengabaikannya karena itu notifikasi dari grup yang sedang ramai saat ini. Heera malas untuk membacanya, dia juga malas untuk membalas, palingan para bujang itu hanya penasaran dengan kelanjutan masalahnya dengan Heera. Runyam, masalahnya bertambah runyam. Niat Heera datang untuk menjenguk Arta dan memaafkan perkataan cowok itu yang kemarin tidak sengaja menyakitinya, tapi hasilnya kembali sakit hati yang ia dapatkan, kali ini lebih dalam dan secara sengaja.  Baru kali ini Heera bertemu dengan manusia seperti mamanya Arta, sangat dingin dan tidak memikirkan perasaan orang ketika berbicara. Tapi mau bagaimana, mau melawan pun Heera sudah pasti tidak apa-apanya, lagi pula, Heera di ajarkan sopan santun oleh ibunya untuk tidak membantah ucapan orang tua. DRTTTTT Heera yang melamun seketika tersadar saat ponsel di genggamannya bergetar. Arta is calling... Hembusan napas p
Read more
82. Pembalasan
Adakalanya Heera benar-benar merasa lelah dan ingin angkat tangan dari semua masalah yang menyerangnya dalam satu waktu. Masalah yang tidak pernah berhenti datang meski masalah yang kemarin belum usai, Tuhan tidak pernah memberinya ruang untuk Heera bebas mengambil napas dalam, membuat semua terasa menyesakan untuk Heera.Rahel: Ibu sakit, kakSang Ibu yang sedang sakit bukan masalah untuknya, yang jadi masalah ada rasa cemas dan khawatirnya yang tidak bisa ia minimalisirkan. Masalah terus menyerangnya dengan bertubi-tubi, sementara pertahanan Heera hanya bersabar saja."Aku gakpapa mau masalah datang sebanyak apa, tapi tolong kuatkan aku, Tuhan." lirih Heera, ia memejamkan mata seraya memijat keningnya yang mencekam."Kamu kenapa, ra?"Heera langsung terlonjak saat suara Sean tiba-tiba terdengar dari belakangnya. Dengan cepat Heera kembali mencuci piring kotor di hadapannya dan hanya merespon Sean dengan gelengan di kepala.Sean beranjak ke
Read more
83. Apapun Untuk Naheera
"Oalah, istrinya pak Jinanta!"  Sean mengangguk cepat saat sang Mama tampak mengenal istri dari Jinanta Yasa Witama, CEO dari PT. Asiratama. Kalau kalian lupa, PT tersebut dibawah kendali ayahnya Arta.  "Mamah kenal sama istrinya, selalu ketemu kalau sedang rapat umum pemegang saham." lanjut Lucia.  "Istri pak Jinanta yang mamah maksud itu namanya Bianca Chalinda?" tanya Sean lagi. Kali ini Lucia menggeleng.  "Of course no, mana mungkin wanita simpanan hadir di rapat umum pemegang saham. Asal kamu tahu ya, Bianca itu seperti aib keluarganya pak Jinanta." jawab Lucia yang semakin berbisik nadanya.  "Erika Asira, dia istri sah pak Jinanta. Tapi Bu Erika dan Bianca tinggal di satu rumah yang sama dengan pak Jinanta. Itu hebatnya bu Erika, sudah di khianati tapi masih bisa berbaik hati sama wanita simpanan suaminya." imbuh Lucia, tanpa sadar Sean menganggukan kepalanya, terlena dengan gosip yang mamahnya suguhkan. 
Read more
84. Sean Juga Bisa Savage
Wajah pias Bianca menjadi pandangan paling menyenangkan hari ini. Belum juga Lucia bertindak, tapi wajah wanita itu sudah terlukis raut ketakutan setengah mati. Kemana perginya sih wanita angkuh yang tempo hari berkata dengan sombongnya seolah ia memiliki kasta tertinggi di depan Heera? "Bisa tinggalkan kami? aku ingin bicara empat mata dengan Bianca." tersirat nada sedikit tegas dari Lucia, Erika yang mendengar itu tersenyum tipis lalu mengangguk. Sebelum beranjak pergi, Erika menyempatkan diri untuk melempar pandangan mengancam kepada Bianca. "Duduklah," titah Lucia. Bianca yang tidak berani mengangkat pandangannya itu memanggut lalu mendaratkan bokongnya di sofa sebrang. Mata tajam Lucia memandangi Bianca dengan seksama, jadi seperti ini wujud aib keluarga Jinanta yang tidak tahu diri. "Saya tidak ingin basa-basi dan menghabiskan banyak waktu untuk mu. Masih ingat dengan Heera?" Seperti Sean, Lucia
Read more
85. Luka Yang Menyenangkan
Heera melempar tubuhnya ke atas ranjang lalu menarik selimut, menutupi semua tubuhnya. Gadis itu terisak, menenggelamkan kepala guna meredam suara tangisannya. Heera bahkan sudah bosan mengatakan hal ini, ia sakit hati... bukan, bukan sakit hati lagi, kali ini bahkan perkataan Arta mengacaukan mentalnya yang tidak seberapa kuatnya. "Arta bajingan!!!!" maki Heera melampiaskan rasa sesalnya. Kali ini ia tidak segan-segan untuk menjerit dan memukul-mukul gulingnya dengan kencang. Heera duduk di atas kasur, memegang kepalanya yang berdenyut, lalu menangis lagi. Perasaannya membeludak, segala rasa yang tertahan keluar lewat tangisan air mata. Ternyata ia memang tidak sekuat yang dirinya kira. DRT! Ponselnya bergetar sesaat, satu pesan masuk membuat Heera menghentikan tangisnya. Tangannya bergerak meraih ponsel yang berada di atas nakas, melihat pesan masuk dari Sean, dengan cepat Heera mem
Read more
86. Naik Jabatan
Sean tidak bisa tidur, entah ini efek dari kopi yang ia teguk sedikit karena sisanya tumpah atau ia tidak bisa tidur karena memikirkan Heera. Sean memenjamkan matanya, mencoba untuk melompat ke alam mimpi. Tapi tidak bisa, ucapan Heera yang terus berbisik di telinganya."Maaf, pak..."Tubuh seketika Sean menegak, wajahnya tertekuk kesal mengingat jawaban ambigu Heera yang mengusik pikirannya. Apa maksud Heera hanya menjawab pertanyaannya dengan perkataan maaf? jadinya maksudnya gadis itu enggan membuka hati untuknya atau bagaimana?Sean tidak mengerti dan butuh jawaban yang lebih akurat dan jelas!Sean menggaruk kepalanya kesal, kenapa sesulit ini untuk mengambil hati Heera dan persetan dengan cowok seperti Arta yang membuat Heera tutup mata terhadapnya!Secepat kilat Sean meraih ponselnya yang berada di samping bantal, ia m
Read more
87. Dua Bunda Cukup, Tapi Tiga Lebih Baik
Jadi ini hari terakhirnya menjadi babysitter Keenan, ya? Heera memandang Keenan dengan dalam dan penuh ketulusan. Melewati berbagai macam hari dan kejadian bersama Keenan, menjaga dan merawat anak itu dengan keikhlasan. Dan yang selalu tidak pernah Heera lupakan, dalam do'a nya selalu terselip permintaan ingin memiliki anak seperti Keenan kelak. Anak yang pintar, penurut, baik hati dan tampan. Tak tanggung-tanggung, Tuhan langsung mengabulkan permintaan Heera dengan memberikan Keenan langsung beserta ayahnya. Heera tersenyum malu, ini tidak mimpi 'kan? sebentar lagi ia akan jadi ibu sambung untuk Keenan. Skenario Tuhan sangat luar biasa! ekspetasi yang Heera sendiri tidak berani untuk membayangkannya malah menjadi kenyataan. "Tante, kenapa senyum-senyum sendiri?" Keenan yang sedang sibuk menggambar teralihkan atensinya karena menyadari keanehan Heera. Ia memergoki Heera yang melamun namun bibirnya melukiskan senyum. Heera menaikan kedua alisnya, menat
Read more
88. Penasaran Rasanya...
"Mas sudah bilang ke mamah, dan mamah tidak keberatan kalau mas titipin Keenan."  Tanpa diskusi, Sean memutuskan ingin menitipkan Keenan ke Lucia dan Adi selama tiga hari kedepan karena besok ia akan ikut Heera ke kampung halaman gadis itu. Tapi, Heera belum sepenuhnya setuju. Agak tidak rela bila harus berpisah secepat ini dengan Keenan, ia menerima Sean yang menawarkan diri untuk mengantarnya pulang karena Heera pikir Keenan juga ikut dengan mereka, tapi ternyata tidak.  "Memangnya Keenan mau di tinggal? kenapa nggak ikut saja sama kita, pak?!" protes Heera.  Sean menghembuskan napas pendek, tangannya bergerak menggenggam punggung tangan Heera, mencoba membuat Heera menjadi sedikit lebih tenang dan berbicara tanpa nada membentak di akhir.  "Keenan sekolah, Ra, mas tidak mau Keenan bolos sekolah dan tertinggal pelajaran." jelas Sean dengan lembut dan tenang.  Usaha Sean untuk menenangkan Heera berhasil, raut tak terim
Read more
89. Pak Duda Ngambek
"Mas tidak akan melakukannya kalau kamu tidak kasih consent." suara Sean masih berbisik, membuat bulu kuduk Heera berdiri serentak.Deru napas hangat Sean menyapu kulit wajah Heera. Heera menghembuskan napas samar, di tatapannya bibit tipis Sean dengan wajah 'mau lanjut dosa, gak lanjut takut nyesel', pokoknya wajah Heera sudah kepengen bangetlah. Sialnya, Sean malah menguji harga dirinya, munurut Sean mungkin itu adalah suatu hal yang sopan, meminta consent atau persetujuan dari pihak satunya. Ya, Sean bertindak fair. tapi bagi Heera ia seperti sedang di uji harga dirinya sebagai wanita. Jika Heera memperbolehkan Sean untuk menciumnya, apa Sean akan berpikir bahwa ia wanita murahan?"Aku belum pernah ngelakuin hal itu sebelumnya," cicit Heera, setan di antara mereka akhirnya tertawa dengan puas. "Tidak apa-apa, mas ajarin caranya." jawab Sean sambil tersenyum secerah cahaya bulan malam ini. Kedua tangan Sean merambat ke tekuk Heera, mendorongnya lembut gu
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status