Semua Bab TOXIC RELATIONSHIP: Bab 11 - Bab 20
30 Bab
11. KESEPIAN JIWA
"Uda, aku pergi, ya?" Shanum sudah tampil cantik dengan gaun merah jambu. Menampakkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Walau usianya sudah berada di angka tiga, kecantikan seolah enggan untuk menjauh. Syamil yang hendak ke kamar mandi mencuci muka, sempat terpana melihat Shanum yang sudah tampil bak bidadari."Mau ke mana? Ini hari Minggu, lho. Bukankah kesepakatannya kau stay di rumah kalau hari Minggu?" Syamil yang sudah tahu pura-pura menunjukkan wajah tidak suka. Hatinya sungguh pedih menyadari fakta istrinya akan pergi berkencan dengan lelaki lain. Sungguh tidak tahu ke mana dia akan melampiaskan amarah yang kini membara di dadanya."Aku ada janji sama Siti, Uda. Kami mau pergi ke Pagaruyung, kebetulan ada temannya dari Jakarta hendak melihat istana tersebut." Shanum mematut dirinya di depan cermin. Dia memasang wajah bahagia, merasa begitu cantik di hari ini."Siti? Siti mana? Kenapa aku baru tahu kalau kau punya teman yang namanya Siti." Gemuruh di dada Syam
Baca selengkapnya
12. Pagaruyung
Syamil duduk si tepi ranjang dengan pikiran kalut. Kenikmatan yang tadi sempat membuatnya mabuk, lenyap seketika. Di belakangnya Erna sedang memasang bajunya kembali. Rasa bahagia terpancar jelas di wajahnya."Uda tidak perlu risau. Kalau pun nanti aku hamil, aku tidak akan memaksa Uda untuk menikahiku. Cuma yang kuinginkan, jika anak ini lahir nanti, tolong bantu uang jajannya. Uda sendiri tahu kalau aku tidak bekerja. Hanya mengandalkan hasil sawah dan ladang saja untuk bertahan hidup." Selesai mengenakan busana, Erna merapatkan dadanya ke punggung Syamil. Jemari lentik perempuan itu mengusap dan meraba kulit bahu Syamil. Syamil memejamkan mata menikmati sensasi enak yang menguasai pikirannya."Apa yang kita lakukan ini salah, Erna! Kita sudah berzina. Di dalam agama, hukuman untuk kita dirajam sampai mati. Rasanya hati dan tubuhku sudah kotor sekali." Syamil mendesah lirih. Pikirannya kian tidak menentu. Godaan yang diberikan Erna membuatnya kehilangan akal sehat. S
Baca selengkapnya
13. Bercinta
Selepas kepergian Erna, Syamil merasa letih. Tidak saja letih badan, tapi juga pikiran. Apa saja yang telah dia lalui, meninggalkan bekas mendalam di benaknya. Hatinya terguncang. Seumur hidup tidak pernah dia melakukan zina. Sepanjang usianya tidak sekali pun terniat untuk mengkhianati Shanum.Badannya yang telanjang di kamar mandi menggigil. Bukan karena dingin, tapi oleh rasa malu dan rasa kotor yang menjalar di setiap pori-pori tubuhnya."Apa yang telah aku lakukan? Kenapa aku biarkan Erna memperdayaiku? Bagaimana jika Shanum mengetahui hal ini? Aku harus berbuat sesuatu. Aku ... aku harus bisa ... melenyapkan ... Erna!" Mata Syamil berkilat. Nafsu membunuh membayangi wajah tampannya.Tanpa mau pusing lagi dengan urusan baru yang membentang, Syamil segera membersihkan dirinya dengan air dingin. Mengikis setiap daki dan kotoran dengan emosi. Dia merasa jijik, mual membayangkan bibirnya yang menyatu dengan bibir Erna.
Baca selengkapnya
14. Bimbang
Shanum benar-benar sangat menikmati waktunya dengan Gibran. Mereka sudah ke sana ke mari menghabiskan sisa hari yang kian bergulir menjemput senja.Matahari sudah memerah, pertanda sebentar lagi siang akan berganti malam. Di tepi Danau Singkarak, Shanum Dan Gibran duduk di atas batang pohon kelapa yang roboh diterjang badai. Tangan Gibran merangkul mesra pundak Shanum. Mereka tak ubahnya seperti remaja yang sedang kasmaran."Kenapa Uda akhirnya tahu kalau aku memiliki rasa ke Uda?" Shanum merebahkan kepalanya di bahu kekar Gibran. Pertanyaan Shanum membuat Gibran tersenyum lebar. "Kamu tahu Kanaya 'kan?"Mendengar nama Kanaya disebut, wajah Shanum berubah tidak suka. Hatinya langsung saja merasa mengkal. Namun, dia tetap menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Gibran.Gibran yang peka dengan perasaan Shanum, kian lebar senyumnya. "Cieee, wajahnya langsung kesal gitu. Cemburu, ya?"Shanum melempar pandang ke arah lain. Dengkusan keluar
Baca selengkapnya
15. Keputusan
Keheningan sesaat menggantung di antara mereka, sampai akhirnya Syamil meninju pintu kamar dengan amarah yang menggelegak."Jawab aku, Shanum! Kenapa kamu diam?"Shanum terkejut mendengar bentakan Syamil yang menggelegar. Sekian tahun menikah, ini pertama kalinya Syamil marah sedemikian rupa kepadanya. Wajah suaminya itu terlihat memerah menahan berang. Dada Shanum berdebar kencang ketika Syamil datang mendekat."Kenapa kamu diam saja, ha? Ayo, jelaskan kepadaku, apa kamu benar-benar tidak membutuhkanku lagi?" Kali ini jarak mereka hanya tersisa beberapa senti. Wajah Syamil begitu dekat dengan wajah Shanum. Sementara tangan lelaki itu memegang bahu Shanum kuat."Sakit, Uda!" Shanum berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Syamil. Namun, lelaki itu kian memegang kuat, lalu mendorong tubuh Shanum hingga telentang di kasur."Sakit? Kamu bilang sakit? Mana yang lebih sakit, Num, dibanding dengan pengkhianatan yang kamu lakukan?" Kali ini Syamil menind
Baca selengkapnya
16. Masa Lalu
Rumah Gadang di Lubuak Ateh yang selama ini hanya lampu langkan-nya saja yang menyala, sekarang dari dalam rumah pun terlihat cahaya terang, pertanda ada orang di dalam rumah tersebut.Sudah begitu lama rumah itu tidak bernyawa setelah ditinggal mati oleh pemiliknya. Datuak Bandaro Sati dan istrinya Rosmawati adalah orang tua kandung Syamil. Keduanya meninggal dunia ketika akan menghadiri acara wisuda Syamil di Padang. Mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di Silaiang, Lembah Anai.Hari yang seharusnya penuh dengan suka cita itu berubah menjadi duka cita yang sangat mendalam di hidup Syamil. Orang tua yang dia tunggu-tunggu tak kunjung datang, sementara acara sudah dimulai. Ketika ponselnya berdering, di saat itulah jantung hatinya seperti dicabut paksa dari tubuhnya.Kejadian yang terjadi di hari Sabtu itu, menjadi catatan kelam bagi Syamil. Tidak pernah dia merasa kehilangan seberat itu. Andai dia turu
Baca selengkapnya
17. Pelarian
Syamil turun dari tubuh Erna setelah selesai menuntaskan hasratnya yang membara. Kedatangan perempuan itu ke Rumah Gadang membuat kesedihan Syamil menguap begitu saja."Ada masalah apa Uda sama Shanum?" Erna menjadikan lengan Syamil sebagai bantal. Dari samping, dia mengagumi hidung mancung yang pria itu miliki. Jemari Erna mengelus lembut dari pangkal sampai ke ujung hidung Syamil yang bangir.Syamil menangkap tangan perempuan yang telah memyerahkan tubuhnya bulat-bulat itu, lalu mengecupnya lembut."Dia pulang terlambat, di antar oleh Gibran. Sebagai suami wajar aku bertanya kenapa dia terlambat. Namun, pertanyaanku malah membuatnya tersinggung. Ketika aku mengajaknya bercinta, dia terlihat enggan dan tidak antusias melayaniku. Tentu saja hatiku sakit diperlakukan demikian. Makanya, aku maki-maki dia bahkan aku mengancam untuk pergi. Dan Shanum sedikit pun tidak merespon kemarahanku. Bahkan di saat aku pergi dari rumah, tidak ada niatnya menahan langkahku. Buk
Baca selengkapnya
18. Luka Hati
Baru saja Erna menghilang dari pandangan, Syamil kembali dikejutkan oleh ketokan di pintu rumahnya. Dia yang akan merebahkan badan di kasur, dengan malas kembali melangkah keluar dari kamar. Begitu pintu dia buka, seraut wajah menampakkan rasa tidak suka. "Kenapa bisa si Erna ada di sini?"Mimik muka Syamil langsung berubah mendengar pertanyaan tamunya itu. "Ada apa kamu ke sini? Bukankah semuanya sudah jelas? Seperti katamu sebelumnya, lebih baik kita urus urusan masing-masing. Jadi, apa pun yang Erna lakukan di rumahku, itu bukan urusanmu, Shanum!"Perempuan yang bukan lain Shanum adanya merasakan aura Syamil terasa begitu menekan. Dia tidak pernah melihat suaminya itu sedingin ini. "Aku masih istrimu, Uda. Apa pun yang kamu lakukan dengan perempuan lain, itu juga menjadi urusanku. Minggir, aku mau masuk!" Shanum mendorong tubuh Syamil dan menerobos masuk ke dalam rumah.Sudah lama Shanum tidak menginjakkan kaki di rumah ini. Matanya
Baca selengkapnya
19. KELAM
Shanum berlari di tengah malam buta itu seperti dikejar setan. Gelapnya malam bukan halangan baginya untuk menerjang apa pun yang dia temukan di depan sana. Dia tidak menyangka, baru saja keluar dari rumah Syamil, listrik padam, menjadikan semuanya gelap gulita.Sudah bukan rahasia lagi, kalau lewat dari jam sebelas malam, aura di kampung kecil itu sangat mencekam. Tidak ada lagi orang yang masih terjaga. Masing-masing diri sudah merebahkan badan di atas pembaringan.Lolongan anjing saling bersahut-sahutan. Bagaikan rintihan serigala yang kehilangan kawanannya di belantara dunia. Angin berembus lirih, ranting-ranting pohon saling bergesekan, menimbulkan bunyi-bunyian yang mampu membuat bulu kuduk meremang.Dari Rumah Gadang di Lubuak Ateh ke Payobada--rumah Shanum--sebenarnya tidaklah
Baca selengkapnya
20. TEROR
Gibran tidur dengan gelisah. Hatinya tidak tenang. Tidak tahu apa sebabnya. Namun, bayangan Shanum kerap membayang di matanya. Seolah-olah perempuan yang dia suka itu sedang butuh dia malam ini."Apa yang terjadi dengan Shanum? Apa Syamil menyakitinya? Lelaki itu kurasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Wajahnya memang terlihat ramah dan bersahabat, tapi sorot matanya jelas menyiratkan kebencian ketika menatapku. Apa dia sudah tahu kalau aku dan Shanum bermain api di belakangnya?"Hati Gibran terus bertanya-tanya. Selepas pulang dari mengantar Shanum, ketika dia sudah selesai membersihkan badan dan mulai berbaring di kasur, perasaan tidak enak menyelinap, seolah-olah ada firasat buruk yang terjadi dengan karyawan cantiknya itu."Apa sebaiknya kuhubungi saja dia? Mumpung baru jam sem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status