Semua Bab Invers Ceria, ya Cerai: Bab 11 - Bab 20
46 Bab
11. 5 ronde
Aku menghela nafas, memijit tengkuk yang terasa tegang karena padatnya aktivitas. Pemotretan dengan pihak Teta selesai menjelang petang. Beruntung beberapa model yang dipakai sudah profesional, Tama si macho tapi gay itu berkali-kali berteriak, bagus, good, kalian sempurna, oke, keren, siip. Tapi karena kondisiku yang baru sembuh mambuatku ingin segera bergelung dengan kasur.  Dialog dengan female.fm apalagi, membuatku menahan agar lonjakan tensiku tidak sampai ke ujung kepala. Bayangkan pertanyaan mereka, sejak kapan aku lepas keperawanan. Terus gimana malam pertamanya, stamina suami apa kabar? Seminggu berapa kali bercinta, kuat berapa ronde semalam. Aje gile aku cuma tertawa macem orang gila baru gila. Aku yang tak mungkin menghindar, asal menjawab. Aku kuat 5 ronde tiap malam kecuali kalau periode ku datang. Dan hasilnya, akan kita lihat besok, apakah ada lagi hidung belang yang akan menawar ku 2M seperti waktu itu. Ah... Benar kata
Baca selengkapnya
12. Sakit tapi tak berdarah
Aku sedang tak mood menjadi istri baik, terus cemberut sepanjang perjalanan pulang dari acara Hanida Malik. Jojo yang jelas tau aku tak ingin diganggu hanya diam sambil sesekali melirik kecil padaku. "Ini pertama kalinya kamu terlihat tidak dalam mood baik di depanku" "Aku hanya sedang lelah, bia untukrkan aku merilekskan diri ya, nanti bangunkan aku saat sampai" Dengan lemah tapi malas ku katakan. Nyatanya meskipun aku tak lagi bisa menjaga raut wajahku tetap ramah, aku masih bertutur sopan, lembut, dan manja padanya seperti seharusnya istri soleha. Lalu tanpa sungkan aku mencabut beberapa jepit rambutku dan membiarkannya tergerai bebas. Melirik Jojo saat merapikan rambut, aku memutuskan untuk tersenyum genit padanya yang tengah menatapku dengan sudut bibir tertarik tipis. Tanpa sungkan ku kibaskan ke arahnya lalu menaikkan kaki dengan nyaman dan meletakkan kepalaku ke sandaran. Pundakku sungguh kaku dan pegal. Ya
Baca selengkapnya
13. Jealous
Berbagai berita tentang aku dan Jojo sebagai pasangan tak mempan rumor dan gosip mencuat ke publik. Yakni foto-foto mesra ketika aku menghadiri acara resepsi Hanida dua malam lalu. Setelah ku katakan aku ada syuting tengah malam pada Jojo, aku menepi ke Senopati. Malam itu tidak ada syuting sama sekali. Aku hanya beralasan agar tak perlu bersama orang yang mencuri dengar semua yang ku pikirkan. Aku butuh kebebasan berpikir dan berpendapat, sesuai dengan hak dasar manusia. Jadi bisakah Jojo ku tuntut dengan pelanggaran pasal 28E UUD 45, karena telah menyalahi hak ku dalam kebebasan berpikir. Dua malam ini aku telah belajar mengatur siasat manipulasi pikiran saat bersama Jojo. Dari Catra aku tahu bahwa Jojo masih pulang ke apartemen kami meski tidak ada aku. Meski sedikit mengganjal Jojo sama sekali tak menghubungi. Anehnya ini pertama kali aku merasa begini, padahal sebelum ini Jojo memang tak pernah peduli aku pulang atau tidak.
Baca selengkapnya
14. Kang Mas Mangkunegoro Kabotan Upo
Gemuruh tepuk tangan riuh rendah teratur. Berfoto dengan pak menteri cakep tapi jelas udah teken. Meski senyum tipisnya menganggu alur peredaran darah di tiap nadi, aku tetap mempertontonkan senyum profesional andalan. "Mbak Cuwa, saya punya lowongan pekerjaan untuk mbak Cuwa" "Lowongan apa pak?" aku berpikir keras, maksudnya dia mau aku kerja padanya? Lalu mata beriak itu memperjelas bahwa pria ini sedang menggodaku dengan guyonannya. "Lowongan jadi Bu menteri" Aku menahan tawaku menjadi kekehan kecil yang seharusnya manis. "Ah, pak menteri bisa aja. Saya sudah menikah loh, pak" "Bukankah biasa setingan perkawinan dalam industri yang kamu geluti itu mbak Cuwa?" Aku tak melanjutkan obrolan bertema absurdr itu, namun menerima uluran tangannya untuk membantuku menuruni lima tangga menuju deretan meja tamu, dan aku merasa terhormat untuk itu. Muda, kaya, cakep, berk
Baca selengkapnya
15. challenge the wolf
"Kenapa mengikutiku kangmas?" Thian melangkah kemana aku melangkah. Tentu saja aku yang tidak tahan harus bertanya padanya."Siapa yang mengikuti" katanya tak peduli. Irisnya menembus ke dalam mata hingga rasanya sampai menembus tengkorak ku."Kamu lah" aku mengerling padanya yang membuang muka, seolah tak sudi berlama-lama menatap diri ini."Kamu yang mengikuti saya" tuduhnya, mata itu tak mau berpindah dari wajahku."Idih, buat apa" aku bersedekap."Minggir!" Dia membuat gestur mengusir, padahal lift berukuran lebar ini muat sampai 15-20 orang."Duh, kangmas Fathian *mangkubumi nganti loro ati, ini hotel punya kamu ya, jutek amat sih, sampe lift mau dipakai sendiri"*Memangku bumi sampai sakit hati"Kakiku udah pegel nih, pengen banget segera dimanjain sambil selonjoran cantik, jadi masuk nggak?""Kamu ngomong centil beg
Baca selengkapnya
16. We Need to Talk
"Aku hanya ingin ke toilet" setelah mengatakan itu, Jonathan berhenti beberapa detik untuk meraba tubuhku mulai ujung kepala ke ujung kaki dengan tatapannya yang, haruskah itu ku bilang panas? Atau dia hanya menakutiku saja?  Kemudian sebelum benar-benar melangkah ke toilet, pria brengsek itu meninggalkan senyum miringnya yang berhasil membuatku keder. Aku sedikit takut, apakah malam ini dia akan memangsaku."Ughh, dia itu..." Aku menghembuskan nafasku yang memburu, percampuran antara takut, kesal, dan gemes. Koq dia makin sering memperhatikanku ya, sungguh dia sudah tidak menganggap ku anak-anak. Terus kalau Dia benar-benar menyukaiku bagaimana donk? Apa dia akhirnya mau menceraikan ku seperti seharusnya. Ah mana mungkin, bukannya tiga hari lalu dia bilang saling mencintai dengan wanita Jepang itu? "Wa, aku nggak enak lama-lama di sini, berasa jadi obat nyamuk. Kayaknya voltase suamimu lagi naik-naik ke puncak gunu
Baca selengkapnya
17. Hutan Aokigahara
Mau kamu menyukaiku, mau kamu masih mencintai Mitsuki, Mitsuko, Masako, Mitcin, atau apalah namanya, aku tak harus peduli. Bagaimana ya, aku terbiasa begitu sih. Hidup sudah melelahkan, aku tak perlu menambah kelelahanku dengan memikirkan dirimu. Biarkan saja seperti yang sudah-sudah. Kamu dengan urusanmu, aku dengan urusanku. Aku hanya perlu berjuang dari nol lagi seperti di spbu dan bersabar lebih banyak lagi, lagi dan lagi demi surat cerai itu. Ah, Leo dan pria-pria cantik, please tunggu aku sedikit lagi. Saat ini aku sedang makan, terimakasih kepada Shofi dan Phia yang mengetuk pintu kamar karena makan malam ku sudah datang. Jonathan juga sudah mengenakan kaos dan training pendek kiriman dari asistennya yang akhirnya harus menginap di hotel ini juga. Dia duduk mengamatiku dalam diam yang tengah melampiaskan kekesalan pada makanan. Wajahnya sekeruh sungai
Baca selengkapnya
18. avoid
"Aku tak akan pulang bersamanya." Kami berjalan dari pelabuhan kecil yang menghubungkan pesisir Jakut ke kepulauan seribu berjarak tak jauh ke hotel.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut dua wanita yang kini berpandangan dalam kebingungan itu."Aku tak mau tau, atur segala sesuatunya, agar aku bisa pulang ke Senopati.""Maksudmu ini Jonathan, Wa?" Tanya Shofi"Emang siapa lagi?""Kirain si kangmas priyayi"Ku putar bola mata sebagai tanggapan. Aku bahkan tak pernah memasukkannya ke dalam otakku, pria bon cabe itu."Atau kalian pikirkan tempat lain yang lebih potensial untuk menghindari Jojo""Sebentar, Wa. Bukankah harusnya kamu senang, Jojo-mu itu jadi melihatmu sekarang?" Shofi menatapku heran. Iiih, Jojo-mu? Koq aku geli dengernya."Aku pikir tidak seperti itu, selama ini, aku hanya berusaha jadi istri yang baik. Aku tidak menyukainy
Baca selengkapnya
19. Dapur, Sumur, Kasur
Aku tidak tahu apa dunia memang sesempit ini hingga bisa bertemu dengan Fathian Hadiningrat di cafe terpencil ini. Sebuah cafe dengan bangunan kecil tapi menawarkan outdoor spot yang cukup luas dengan memanfaatkan beberapa pohon besar di sekitar. Cafe "Kopi Ndalem" di Perbatasan Jaksel dan Tangsel yang menggunakan ukiran Jawa dibeberapa tempat, meskipun cafe tapi desain mini joglo di tiap mejanya membawa kesan hangat. Koq aku merasa familiar dengan sesuatu yang berbau Jawa akhir-akhir ini, sih. Seperti biasa aku ditemani Phia dan Shofi yang kini sudah memasang raut gemas pada dua pria beda generasi. Satu imut dan lucu, satu lagi tampan tapi mulutnya mengandung iklan cabe kering level 30."Tante Wawa" anak ini mengapa masih mengenaliku, padahal aku sudah mengenakan wig model bob dan kacamata nerdy agar tak dikenali orang. "Hy, Erlang... Kamu bisa mengenali Tante?" Aku menundukkan kepalaku ke arah bocah menggemaskan yang tiba-tiba duduk merapat padaku
Baca selengkapnya
20. Royal husband
Menggulung rambutku tinggi-tinggi, menyesap jus semangka pake susu tanpa gula, mungkin saja membuat moodku membaik. Aku bergidik, mengingat mimpi semalam. Bukan mimpi basah karena bercinta dengan pria muda segar berotot penuh vitalitas, tapi karena mimpi jadi babunya Raden Mas Fathian mangkubumi yang mulutnya minta disumpel kaos kaki. (Duh komennya siapa kemaren yak 😆 🤣)Aku merasa mengalami berada di sumur yang kotor dan kuno, menimba air lalu mencuci setumpuk serbet dapur yang hitam penuh arang. Yang terjadi berikutnya adalah aku pingsan di alam mimpi. Lalu saat sadar aku sedang terlentang di kasur dengan tubuh yang berbalut busana kucel bau terasi dan peluh yang menempel karena kelelahan bekerja rodi siang dan malam, lalu tiba-tiba Thian datang dengan wajah berkumis dihiasi ekspresi seram yang membuatku berteriak ketakutan. Dan begitulah aku akhirnya terbangun.Aku berdoa pada Tuhan yang maha esa agar tak dipertemukan kembali dengan manusia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status