All Chapters of HYANG YUDA: Chapter 41 - Chapter 50
75 Chapters
41. DEWA PERANG DAN KONSPIRASI DI KERAJAAN MAJAPAHIT 2
“Ada apa Mahapati?”  Maharaja bertanya ketika melihat Mahapati yang maju ke depan semua pejabat dan mengajukan dirinya untuk bicara.  “Mohon ijinkan saya untuk berbicara dan mengemukakan pendapat saya, Maharaja. Karena melihat situasi sekarang yang semakin memanas.”  “Bicaralah. . .”  Maharaja memberikan perintahnya kepada permintaan yang diajukan oleh Mahapati.  “Berdasarkan Undang – Undang Kutaramanawadharmasasatra, perbuatan Rakryan Patih Ri Daha harusnya mendapat hukuman yakni hukuman mati, benarkah itu Maharaja dan Bhatara Sapta Prabu?”  Mahapati memainkan trik liciknya untuk menarik perhatian dari semua orang yang ada di tempat pengadilan.  “Ya, kamu benar, Mahapati. . .” jawab Maharaja.  “Rakryan Patih Ri Daha adalah pahlawan bagi Majapahit bersama dengan Mahapatih Nambi, Mahisa Anabrang dan Adipati Ranggalawe. . . kita semua mengetahui hal itu, benar bukan?” 
Read more
42. DEWA PERANG DAN HUKUMAN UNTUK KEN SORA
Satu hari sebelum pengadilan untuk Ken Sora. . .    “Kakak. . .” panggil Dyah Manila ketika melihat kakaknya pulang.  “Adikku, Manila. . .” balas Mahapati ketika mendengar panggilan dari adik kesayangannya.  “Kudengar kakak membela Ken Sora dalam pengadilan kemarin dan bukannya membela Mahisa Taruna?”  Mahapati tersenyum mendengar komentar dari adiknya yang secara tiba – tiba membicarakan pengadilan yang diikutinya bersama dengan Mahisa Taruna. “Kenapa? Kamu tidak suka aku berdiri membela Ken Sora, guru dari orang yang kamu sukai itu?” Dyah Manila menggelengkan kepalanya dan membuat bibirnya sedikit cemberut. Setelah menggelengkan kepalanya, Dyah Manila kemudian menjawab pertanyaan dari Kakaknya itu, “Benar. . . aku tidak suka itu. Karena Sena sudah menjadi suami dari Pawestri Manohara, setidaknya aku ingin melihat Sena itu menangisi kematian gurunya. Dengan melihat Sena terluka, pasti Pawestri
Read more
43. DEWA PERANG DAN KONSPIRASI DI KERAJAAN MAJAPAHIT 3
Mendengar kabar mengenai hukuman untuk Gurunya, Hyang Yuda kemudian mengutus Pamarta melalui Anggara untuk mengirim surat kepada gurunya yang berada di Kadiri.  “Bagaimana, Anggara?”  Hyang Yuda bertanya kepada Anggara mengenai Pamarta yang dimintanya untuk segera mengirimkan suratnya kepada Gurunya, Ken Sora.  “Sudah berangkat, Rakryan Tumenggung. Tapi Pamarta yang kita kirimkan sedikit terlambat dibandingkan utusan Maharaja untuk menyampaikan surat keputusan pengadilan hari ini. . .”  “Ah benar. . . siapa yang kali ini diutus Maharaja untuk mengirimkan surat keputusan hukuman untuk Guruku? Aku lupa menanyakan ini tadi kepada Bayangkara Rama.”  “Mahapati, Rakryan Tumenggung. Berkat saran Mahapati, Ken Sora bisa lolos dari hukuman kematian. Dengan alasan itu, Maharaja menugaskan Mahapati sendiri untuk mengirimkan surat keputusan kepada Ken Sora. . .”  Mendengar nama Mahapati, untuk sesaat Hyang Yuda m
Read more
44. DEWA PERANG DAN PILIHAN SULIT DI HIDUPNYA SEBAGAI MANUSIA
Sejak pagi. . . Hyang Yuda merasakan pergerakan aneh di pasukan yang berada di Antapura. Jumlah pasukan yang berjaga di dalam Antapura dua kali bahkan tiga kali lebih banyak dari biasanya. Pasukan Antapura berjaga lebih ketat dari biasanya tanpa ada pemberitahuan sedikit pun kepada dirinya dan hal itu membuat Hyang Yuda mencurigai sesuatu. Nalurinya sebagai panglima kerajaan yang sudah terbiasa dengan medan perang yang penuh dengan tipu muslihat, tidak bisa tertipu dengan sedikit perubahan tidak biasa yang saat ini sedang dilihat oleh dan dirasakan oleh Hyang Yuda.   Hyang Yuda yang sejak pagi disibukkan oleh tugas – tugasnya melatih pasukan merasa tidak tenang melihat situasi yang tidak biasa di Antapura, kemudian melihat ke arah Anggara yang berdiri di sampingnya dan mengajukan pertanyaan kepada Anggara.  “Anggara. . .”  “Ya. . Rakryan Tumenggung.”  “Apakah hari ini kamu tidak merasakan ada sesuatu yang ganjil
Read more
45. DEWA PERANG DI DETIK - DETIK SEBELUM KEMATIAN MENJEMPUT
Di kediaman Pawestri Manohara. . .  “Pawestri Manohara. . .”  Biyada memanggil Pawestri Manohara setelah menyiapkan makanan untuk Pawestri Manoahara. Hari itu, Pawestri Manohara bangun lebih siang dari biasanya karena semalam tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Lebih tepatnya selama beberapa hari ini, Pawestri Manohara tidak bisa tidur dengan nyenyak. Alhasil setelah beberapa hari tidak bisa tidur dengan nyenyak, Pawestri Manohara hari ini bangun lebih siang dari biasanya dan mendapati suaminya, Sena sudah pergi mengerjakan tugasnya.  Setelah berpakaian rapi, Pawestri Manohara dibantu dengan beberapa Biyada duduk di meja makan dan mulai memakan makan pagi yang tidak lagi bisa disebut makan pagi. Matahari nyaris berada tepat di atas kepalanya ketika Pawestri Manohara mulai memakan makan paginya sambil beberapa kali mengelus perutnya yang mulai buncit. Sesekali juga, Pawestri Manohara berbicara sendiri dengan calon anaknya yang m
Read more
46. DEWA PERANG DAN KEMATIANNYA SEBAGAI SENA
Teriakan dari Pawestri Manohara tidak menghentikan aksi pengeroyokan kejam itu. Dengan luka – luka yang diterimanya, Hyang Yuda mulai kehilangan keseimbangannya dan jatuh berlutut dengan darah yang terus mengalir dari tubuhnya. Genggaman pedang milik Hyang Yuda terlepas dan tubuhnya mulai mati rasa.  Sementara itu. . . Anggara yang sejak tadi mengikuti Pawestri Manohara, kemudian berlari mendekat ke arah Hyang Yuda dan berusaha melindungi Hyang Yuda yang sudah terluka parah dan sekarat. Dengan menggunakan tubuhnya sendiri, Anggara menahan pedang – pedang pasukan Antapura yang kehilangan kendali yang ditujukan ke arah Hyang Yuda dan menggantikan Hyang Yuda menerima luka – luka itu. Sama seperti yang dialami oleh Hyang Yuda, Anggara kemudian jatuh berlutut di hadapannya Tuannya dengan tubuh bersimbah darah. Dalam waktu sekejap, tanah hitam di halaman Antapura basah oleh darah dari Hyang Yuda, Anggara, Ken Sora dan kedua temannya. Awan gelap yang menutupi langit dan a
Read more
47. DEWA PERANG DAN KEBANGKITANNYA SEBAGAI DEWA
Hyang Yuda yang mendengarkan penjelasan dari Hyang Tarangga masih tidak percaya dirinya kini telah berubah menjadi makhluk yang tinggal di Amaraloka dan menyebut dirinya sebagai dewa. Hyang Yuda kemudian memikirkan setiap langkahnya di saat hidup sebagai manusia dan mengingat kembali alasan dirinya memilih untuk menyelamatkan gurunya. Hyang Yuda yang dulunya hidup sebagai Rakryan Tumenggung dari Kerajaan Majaaphit yang ahli dalam berperang dan mengatur strategi merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam pikirannya.  “Hyang Tarangga, bisakah aku bertanya?”  “Silakan, Hyang Yuda. . .”  “Apa tujuan sebenarnya dari Hyang Tarangga? Hyang Tarangga datang menemuiku dan berteman denganku saat aku masih hidup sebagai manusia bernama Sena. Berkat pertanyaan yang Rangga ajukan padaku, mengantarkan aku pada dua pilihan berat di hadapanku. Jadi sejak awal. . . mungkinkah Hyang Tarangga sudah memilihku untuk mengangkatku menjadi Dewa?”  Se
Read more
48. DEWA PERANG DAN BERKAH YANG DIMILIKINYA 1
Dua puluh tahun yang lalu. . . Hyang Tarangga yang mengerjakan tugasnya di Janaloka tiba – tiba mendapat serangan dari pasukan Ashura di bawah pimpinan Mahamara. Hyang Tarangga yang saat itu hanya seorang diri kesulitan melawan pasukan Ashura dan harus bersembunyi di Janaloka untuk memulihkan tenaganya. Dalam usaha penyelamatan dirinya tanpa di sengaja, Hyang Tarangga bertemu dengan seorang pria buta yang sedang berkeliling menjual tanaman herbal.  “Tuan baik – baik saja?” tanya pria buta itu ketika merasakan ada seseorang di dekatnya dalam keadaan terluka.  “Tuan bisa melihat saya?” tanya Hyang Tarangga heran.  Pria buta itu menganggukkan kepalanya. “Aku mungkin buta di hadapan para manusia, tapi dengan mataku yang buta ini aku bisa melihat dengan jelas makhluk – makhluk yang bagi kebanyakan manusia tidak terlihat dan kasat mata.”  Sepertinya. . pria ini adalah penerima berkah k
Read more
49. DEWA PERANG DAN BERKAH YANG DIMILIKINYA 2
Hyang Yuda terkejut mendengar penjelasan dari Hyang Tarangga mengenai usaha terakhirnya ayahnya yang tidak lagi diingatnya. Bahkan bayangannya sekalipun sama sekali tidak tertinggal dalam ingatan Hyang Yuda. “Jadi. . . Hyang Tarangga bertemu dengan ayahku? Bagaimana rupa ayahku?”Hyang Yuda bertanya dengan penuh rasa penasaran akan wajah dari sosok ayah yang tidak pernah ditemuinya seumur hidup sebagai manusia bernama Sena. “Dia pria yang baik. Meski buta, dia memiliki wajah yang tampan untuk pria di usianya yang mendekati empat puluh tahun. Dia juga memiliki mata yang indah sama seperti mata yang kamu miliki Hyang Yuda. Sayangnya. . . takdir yang dimilikinya lebih buruk dari takdirmu sebagai manusia, Hyang Yuda. Menikah di usia yang sudah cukup tua dan terlambat memiliki anak. Ketika akhirnya memiliki anak yang begitu didambakannya, dia tidak bisa bersama dengan putranya dan bahkan tidak bisa melihat wajah putranya yang sangat tamp
Read more
50. DEWA PERANG MENGAMUK
Ada sebuah legenda yang telah turun temurun diwariskan dalam prasasti yang tersimpan di Aula Amaraloka. Dalam legenda itu dikatakan bahwa kelak akan datang masa di mana seorang dewa mampu memanggil senjata legendaris yang bermata dua. Dua buah senjata legendaris itu adalah Kandaga dan Gandhewa memiliki dua nama yang dapat membawa bencana dan membawa kedamaian bagi tiga alam. Kandaga dan Gadhewa itu memiliki nama Atahiktri(1) dan Sanghara yang kelak bisa membawa perdamaian dan kiamat bagi tiga alam.  (1)Atahiktri dalam bahasa sansekerta memiliki arti kebajikan.    Mendengar peringatan yang dibuat oleh Hyang Tarangga dalam saluran komunikasi, para Hyang yang sedang berjaga dan bertugas seketika membanjiri saluran komunikasi dengan berbagai pertanyaan.  [Sanghara Gandhewa?]  Tanya Hyang Marana yang sedang bertugas dan berada di Nirayaloka dan Sadyapara. Tidak lama kemudi
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status