All Chapters of Pemuas Hasrat CEO Dingin: Chapter 61 - Chapter 70

Menemukan pekerjaan di era sekarang ternyata bukan perkara mudah.Nora sudah menghitung, lebih dari seratus lamaran ia kirimkan dalam dua minggu terakhir. Curriculum Vitae, portofolio, surat motivasi, semuanya ia kirimkan ke berbagai perusahaan, mulai dari startup kecil sampai perusahaan besar yang reputasinya sudah terkenal. Namun, kebanyakan hanya berhenti pada status 'terima kasih, akan kami pertimbangkan'. Tidak ada kelanjutan.Hanya satu perusahaan yang benar-benar menghubungi kembali. Sebuah startup yang alamat kantornya tertera di sebuah kompleks perumahan.Awalnya, Nora sudah merasa ragu. Terlebih, ketika tak jauh dari lokasi, ia melihat papan plang yang jelas-jelas tertulis: 'Dilarang menjadikan rumah tinggal sebagai tempat usaha atau kantor.'Namun, rasa putus asa membuatnya menutup mata. Ia tidak bisa terus menerus berada di dekat Dirga, karna hanya akan berakhir menambahkan luka yang begitu dalam. Dan berada satu kantor, apalagi sering melihat sosok tampan rupawan itu, be

Suasana studio itu hening, hanya terdengar napas Nora yang masih tersisa getarnya, sisa dari tangisan yang baru saja reda. Ada rasa lega bercampur takut, setelah gadis itu menceritakan pengalaman pelecehan yang dialaminya. Dewa duduk tak jauh, menatap Nora dengan serius. Sesekali giginya terdengar bergetar, menandakan amarahnya yang tertahan.Ia ingin menghampiri, ingin segera keluar mencari lelaki brengsek yang sudah berani menyentuh Nora dengan cara tak pantas. Dalam benaknya, Dewa sudah bisa membayangkan bagaimana rasanya meninju wajah pelaku sampai puas.Namun, ketika matanya kembali menatap Nora, keinginan itu seketika runtuh. Gadis itu baru saja berani membuka luka yang begitu dalam. Menyeretnya lagi ke dalam pusaran masalah hanya akan membuatnya semakin hancur.Nora pun sempat menggeleng ketika melihat Dewa seperti hendak berdiri. Gerakan kecil, singkat, tapi penuh makna. Seolah berkata: jangan, saya tidak ingin memperpanjang ini.Tiba-tiba, suara ketukan pintu memecah kehening

Langkah Nora pelan memasuki kantor pagi itu. Semua orang tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tapi di dalam hati Nora ada perasaan yang berbeda. Ada beban yang ia bawa di pundaknya, beban yang ingin segera ia lepaskan.Sejak semalam, ia sudah memutuskan: hubungan apa pun dengan tempat ini, dengan orang di balik gedung tinggi yang selalu membuat jantungnya bergetar, harus berakhir.Di dalam tasnya, ada sebuah amplop putih yang terasa lebih berat dari apa pun. Surat pengunduran diri.Begitu duduk di meja kerjanya, ia menatap meja itu lama. Banyak memori kecil tersimpan di sana—lembar kerja lembur, candaan bersama Luthya, dan tatapan mata dari balik kaca ruangan CEO. Semua itu ingin ia kubur hari ini.“Ra, pagi.” Suara ceria menyapanya. Luthya mendekat dengan senyum lebar, tapi senyum itu langsung redup saat melihat ekspresi Nora. “Ra… lo kenapa? Kok muka lo kayak gitu?”Nora menarik napas panjang, lalu membuka tasnya. Ia mengeluarkan amplop putih, meletakkannya di atas meja.

Hari pertama Nora bekerja di kantor megah Galaxy Entertainment ternyata tidak seberat yang ia bayangkan.Pekerjaan yang diberikan padanya masih berupa hal-hal dasar, semacam membantu menyusun jadwal meeting, mengecek beberapa dokumen administrasi proyek, hingga menyalin data ke dalam sistem perusahaan. Semua terasa mudah, meski atmosfer kantor yang modern dengan dinding kaca dan lorong panjang itu sempat membuatnya kikuk.Beberapa staf menyapanya ramah, ada juga yang hanya menatapnya penuh rasa ingin tahu—maklum, kabar bahwa Sadewa sendiri yang membawa Nora ke perusahaan ini sudah lebih dulu menyebar. Namun Nora memilih fokus pada pekerjaannya, tidak mau larut dalam rasa canggung.Saat jarum jam menunjuk pukul enam sore, Nora membereskan meja kecilnya. Ia berdiri, menatap sekeliling, dan sempat tersenyum samar. Hari pertama, berjalan tanpa masalah. Meskipun ia sedikit kesepian karna belum mendapati satupun teman disini.Sebelum pulang, ia menyempatkan diri menghampiri ruang latihan di

Perjalanan pulang setelah pertemuan makan siang membuat tubuh Nora terasa letih. Udara mobil yang sejuk, ditambah ritme jalan yang tenang, perlahan-lahan membuat kelopak matanya tertutup. Ia sempat berusaha menahan, namun akhirnya tertidur tanpa sadar, bersandar di kaca jendela.Dirga hanya menoleh sebentar. Ada rasa getir dalam senyumnya saat memandangi wajah Nora yang tertidur lelap. Begitu rapuh, begitu polos, seakan semua luka yang pernah mereka lalui menghilang begitu saja dalam tidurnya.Tanpa banyak berpikir, ia memutuskan arah. Sopirnya tak bertanya ketika diarahkan menuju rumah pribadi Dirga, rumah besar bercat putih dengan desain modern yang jarang ia tempati. Setiap kali Nora ada di sekitarnya, Dirga merasa alasan untuk pulang ke rumah itu tiba-tiba jadi masuk akal.Mobil berhenti di halaman. Dirga turun lebih dulu, lalu membuka pintu di sisi Nora. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh gadis itu dari kursi. Ringan. Terlalu ringan untuk seseorang yang tampak selalu kuat men