Semua Bab Derita Istri Simpanan Pria Angkuh: Bab 41 - Bab 50
212 Bab
41. Rencana melamar
 Arga memandang Nadira. Rasa senang dan bahagia begitu sangat sempurna dirasakannya. Diusapnya pipi Nadira dan di tatapannya mata Nadira yang sudah sembab karena terlalu banyak menangis. "Katanya mau pulang?" Nadira menganggukan kepalanya. Saat ini kasur tipis yang menjadi alas tidurnya begitu sangat di rindukannya. Nadira ingin menenangkan pikirannya sejenak.  "Ayo kita pulang." Arga berkata dengan memegang tangan Nadira.  "Iya tuan," jawab Nadira. "Aku ini ayah dari anak yang kamu kandung, Kenapa masih panggil tuan?" Arga tersenyum tipis dengan menyelipkan jarinya di dagu Nadira. Nadira hanya diam, ia bingung harus memanggil pria itu apa. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika pria itu menatap wajahnya. "PR untuk kamu, cari panggilan yang keren untuk aku. Nanti bila kita sudah menikah panggil aku dengan panggil
Baca selengkapnya
42. Kamar kita
 Nadira tidak tau kemana mobil ini akan melaju. Ia memandang jalan yang saat ini dilaluinya. Walaupun dirinya tidak tahu sekarang dia berada di jalan apa. Arah mobil itu semakin menjauh dari ibukota. "Mengapa aku merasa takut seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya ketika ia melirik sekilas kearah pria yang duduk disampingnya. Pria itu hanya diam tanpa berbicara.  Dirinya ingin pasrah saja dengan apa yang akan terjadi nanti. Namun rasa takut ketika membayangkan apa yang akan terjadi kepada dirinya, membuat Nadira tampak sangat waspada dan berhati-hati. Nadira bahkan tidak ingin memejamkan matanya. Ia memperhatikan setiap jalan dan juga ciri-ciri tempat yang dilaluinya ini.  Mobil itu terus saja melaju tanpa ada ciri-ciri akan berhenti. Bibirnya terasa sudah gatal untuk bertanya Kemana tujuan yang akan mereka datangi. Namun Nadira tidak berani lagi untuk bertanya ketika mengingat pria itu sudah mengingatkannya, ba
Baca selengkapnya
43. Mengabari ibu
 Nadira memandang kamar yang berukuran sangat besar. Tempat tidur yang ada di dalam kamar, begitu sangat mewah di matanya. Tempat tidur dengan model klasik yang memiliki ukiran di bagian kepala tempat tidurnya. Tempat tidur yang dibuat dengan bahan kayu jati.  "Lemarinya sangat banyak sekali. Lemari sebanyak ini, apa gunanya dan apa saja yang akan isinya nanti. Atau hanya sekedar untuk gaya-gaya aja biar kelihatan keren." Nadira memandang kagum lemari yang menempel di dinding, hampir seluruh permukaan dinding dijadikan lemari mulai dari lemari pakaian, lemari untuk tas, sepatu, jas dan Entah untuk apalagi fungsi lemari yang memegang tidak dimengerti oleh nadira.   Dengan sangat cepat Nadira menutup mulutnya ketika Nadira baru menyadari bahwa di dalam kamar ini bisa saja memakai CCTV. Memandang ke sekeliling kamar dan melihat kebagian plafonnya. "Sepertinya tidak ada CCTV disini." Nadira berkata di dalam hatinya se
Baca selengkapnya
44. Membuatkan susu
 Arga meninggalkan kamar yang saat ini ditempati oleh Nadira. Pria itu berusaha untuk tidak memperlihatkan wajahnya yang tersenyum meskipun senyum tipis tetap tercetak di wajah tampannya.  Iswandi dengan sangat cepat beranjak dari duduknya ketika melihat bosnya yang berjalan ke ruang tamu. "Selamat pagi Tuan," sapa Iswandi dengan sangat sopan. "Ya pagi," jawab Arga yang duduk di kursi sofa yang ada di depan Iswandi. "Ini susu hamil yang tuan inginkan." Iswandi memberikan tas belanja dari swalayan yang berisi 3 kaleng susu hamil dengan berbagai varian rasa. "Menurutmu biasanya wanita hamil Suka rasa apa?" tanya Arga ketika memandang kaleng susu dengan rasa coklat, strawberry dan juga vanila. "Setahu saya coklat Tuan," jawab Iswandi. Arga mengerutkan keningnya. Pria itu seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang kepercayaannya t
Baca selengkapnya
45. Berpamitan
 Nadira sangat kesal saat mendengar ucapan pria tersebut. Dengan sangat entengnya pria mengatakan bahwa dirinya bebas masuk kamar yang ditempati Nadira. Arga tersenyum tipis memandang nakas yang di samping tempat tidur. Hatinya begitu sangat senang ketika melihat susu yang tadi dibuatkannya sudah habis diminum oleh Nadira. Bubur kacang ijo yang hanya tersisa mangkoknya saja. "Aku akan berangkat ke tempat orang tua kamu." Arga berkata dan duduk di tepi tempat tidur.  "Apa dia memang benar-benar serius." Nadira berkata di dalam hatinya. "Apa kamu sudah menghubungi orang tua kamu?" Tanya Arga. Nadira menganggukkan kepalanya. "Kamu mengatakan apa kepada mereka?" tanya Arga.  "Aku mengatakan kepada Ibu bahwa anda akan datang ke rumah untuk melamar." Jelas Nadira. Arga diam menunggu Nadira melanjutkan pembicaraannya.
Baca selengkapnya
46. Harus rapi
 Pria itu menarik nafasnya dengan sangat keras kemudian menghembuskannya. Dirinya merasa begitu amat lega saat helikopter yang dinaikinya mendarat di sebuah lahan kosong di desa tempat dimana orang tua Nadira tinggal. Dengan sangat cepat pria itu turun dari dalam helikopter. Memakai Armada helikopter seperti ini sudah sangat sering dilakukannya, sehingga pria itu tidak kesulitan untuk turun dari atas helikopter tersebut. Angin kencang yang berasal dari baling-baling helikopter tidak begitu dihiraukannya, pria itu mempercepat langkah kakinya menuju mobil yang sudah menunggunya.  Dengan gaya elegan dan juga berwarna pria itu duduk di kursi penumpang. Beberapa unit mobil mewah sudah disiapkan oleh sekretaris pribadinya. Yang mana mobil-mobil itu akan menjadi Armada untuk mereka Langsung kembali ke Jakarta beserta dengan keluarga Nadira. "Apakah rambut aku berantakan?" Arga menyisir rambutnya ke belakang de
Baca selengkapnya
47. Berjumpa dengan calon mertua
 "Selamat siang Bapak Ibu perkenalkan, Nama saya Iswandi. Tujuan kami datang ke sini untuk membicarakan lamaran terhadap nona Nadira." Iswandi berbicara dengan gaya formal dan juga sangat sopan. Erna dan Ahmad begitu sangat bingung, mereka hanya diam dengan sedikit menganggukkan kepalanya. "Apakah boleh kami masuk kedalam Iswandi bertanya dengan memberikan isyarat tangannya yang pertanda bahwa mereka ingin berbicara di dalam rumah. "Boleh tapi rumahnya seperti ini," ucap Erna yang sangat tidak enak hati mempersilahkan tamunya tersebut untuk masuk. "Tidak apa-apa Bu." Iswandi yang sedikit tersenyum.  "Silakan masuk," ucap Erna.  Erna begitu sangat bingung dan grogi sendiri sehingga ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. "Sebentar ya, ibu mau buat minum." Erna beranjak dari tempat duduknya. "Tidak usah Bu," ucap I
Baca selengkapnya
48. Merasa janggal
 "Halo assalamualaikum." Ucap Ahmad yang memandang putrinya.  "Waalaikumsalam ayah," jawab Nadira yang begitu sangat merindukan wajah ayahnya. Selama ini Nadira hanya bisa mendengar suara ayahnya dari via telepon. Berhubung ponsel milik ibunya hanya bisa di pakai untuk telpon.  "Iya nak, Dira lagi apa?" Tanya Ahmad.  "Lagi di nonton tv." Nadira tersenyum memandang wajah ayahnya. "Ayah, Dira rindu ayah." Nadira berkata dengan mengusap air matanya.  "Ayah juga sangat merindu Nadira. Bagaimana kabar anak ayah di sana?" "Baik ayah," jawab Nadira. "Masuk anginnya bagaimana?Apa sudah berkurang atau sudah sembuh?" tanya Ahmad. "Sudah sembuh," jawab Nadira. Arga diam ketika mendengar pertanyaan orang tua Nadira tersebut.  "Ayah, maafkan Dira yang tidak bisa la
Baca selengkapnya
49. Mentertawakan
 "Bapak boleh rebahan, ini kursinya sudah disetel untuk bapak." Arga berkata dengan menunjukkan isi di dalam mobil tersebut. "Kalau seperti ini jalan jauh juga nggak masalah, bila capek bapak bisa baring." Ahmad begitu sangat senang ketika melihat calon menantunya sudah mempersiapkan semuanya untuk menjemputnya. Ini untuk pertama kalinya Ahmad akan mencoba naik mobil mewah seperti ini. "Gak pernah mimpi bisa naik mobil mewah seperti ini." Ahmad tersenyum ketika duduk di atas kursi yang terasa sangat empuk.  Arga tersenyum ketika mendengar ucapan calon ayah mertuanya. "Bapak ini seperti orang kampung yang baru naik mobil aja." Erna mengomeli Suaminya. "Emang orang kampung Bu." Ucap pria itu tanpa malu.  "Walaupun kita ini orang kampung, tapi gak boleh terlihat kampungan juga." Omel Erna. Arga tersenyum melihat perdebatan mertuanya terseb
Baca selengkapnya
50. Ada rindu
 Arga memandang ponselnya pria itu menghafalkan kalimat ijab Kabul. "Saya terima nikahnya Nadira Adelia binti Ahmad Riyandi dengan mas kawin." Arga tidak melanjutkan kalimat selanjutnya. "Aku belum menyiapkan emas kawin untuk Nadira." Pria itu sangat bingung memberikan mas kawin untuk calon istrinya. Iswandi yang mendengarkan ucapan bosnya hanya diam dan menunggu kelanjutan dari kalimat yang akan diucapkan oleh bosnya tersebut. "Iswandi Aku ingin kamu menyiapkan mas kawin untuk calon istri ku," perintah pria yang duduk dengan gaya angkuhnya. "Anda mau saya menyiapkan satu set perhiasan tuan?" Iswandi menawarkan. Arga diam mendengar pertanyaan asistennya tersebut. "Apa Anda ingin saya menyiapkan perhiasan." Iswandi kembali mengulang pertanyaannya. Menyediakan satu set perhiasan bahkan satu toko perhiasan sekalipun tidak membuat pria itu kesulitan untuk melakukan hal t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
22
DMCA.com Protection Status