Semua Bab KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati): Bab 11 - Bab 20
61 Bab
Bab 10 - Mila Curiga
“MAS, ada apa?” tanya Mila melihat Heru yang berubah jadi murung.Heru menghela nafas, lalu mencoba tersenyum kepada Mila. Kasihan gadis itu, dia pasti sudah jatuh cinta kepadanya.Bagi Heru, Mila cukup manis, dan mempunyai daya tarik atau sex appeal yang sangat tinggi terhadap Heru. Melihatnya saja sudah membuat Heru birahi, apalagi berdekatan, mencium bau harum di rambut dan badannya, menyentuhnya!Heru merasakan kelezatan yang tiada tara ketika mengecup bibir Mila, mengejar-ngejar lidahnya yang menari-nari di rongga mulutnya! Heru merasakan kasih sayang yang luar biasa ketika memeluk Mila, mendekapnya seerat-eratnya, menindihnya. Walaupun sampai saat ini mereka belum sampai bersenggama, hampir-hampir saja karena mereka sudah mabok birahi, namun ada saja yang menghalangi hal itu terjadi.Tetapi, dibandingkan dengan Bunga, Heru lebih memilih Bunga!Bunga termasuk gadis impiannya. Gadis itu tampak lebih putih dan ranum, lebih sumringah.
Baca selengkapnya
Bab 11 - Bertemu Laksmi
KETIKA keluar dari kamar mandi, Heru tidak melihat Mila lagi. Gadis itu sudah pergi meninggalkan apartemennya. Heru buru-buru menelepon Mila, tetapi teleponnya di-reject! Beberapa kali Heru mencoba, kuatir ada masalah sambungan telepon, tetapi tetap saja, teleponnya memang di-reject oleh Mila. Heru akhirnya mengirim pesan WA saja. “Mil, kok pergi?” Muncul jawaban dari Mila. “Sudahlah, mas. Jika sudah ada orang lain, lupakan aku!” Astaga! Heru terkulai, duduk di tempat tidurnya walaupun masih bersarung handuk. Dia melempar ponselnya ke atas tempat tidur. … Mila tentu saja mendengar Heru berbicara di telepon dalam kamar mandi. Apartemen Heru hanya sebuah studio kecil, mirip kamar hotel saja. Walaupun dia tidak bisa mendengarkan pembicaraan itu dengan jelas, namun hati kecilnya sudah merasakan bahwa ada seorang wanita lain yang sedang menghubungi Heru. Pantas saja Heru mematikan telepon itu tadi. Pantas saj
Baca selengkapnya
Bab 12 - Bunga Untuk Bunga
SETELAH sampai di mobil, Heru menelepon Bunga. Tidak lama, telepon itu diangkat. “Ya?” terdengar suara Bunga namun ketus.Heru mengatur nada suaranya. “Hallo sayang…”Diam. Bunga tidak menyahutnya.“Bunga sayang, aku sudah di mobil. Siap meluncur ke tempat kamu.”Sesaat Bunga diam saja, tetapi kemudian menyahut, “emang tahu rumahku di mana?”Heru tersenyum. Sebuah lampu sudah menyala, tinggal menyalakan lampu-lampu yang lainnya.“Justru karena itu aku telepon, sayang…”“Sayang… sayang… gombal!”Heru tertawa geli, tetapi menutup mic di ponselnya agar tidak terdengar Bunga.“Bunga sayang, kasih tahu alamatmu biar aku segera jalan nih,” rayu Heru. Tetapi, Bunga malah menutup telepon!Heru kaget lalu melihat ponselnya. Apakah terputus?Tiba-tiba sebuah pesan WhatsApp masuk, dari Bunga. Isinya adalah s
Baca selengkapnya
Bab 13 - Di Rumah Bunga
“BY THE WAY, kok kamu marah sih di telepon tadi pagi?” tanya Heru ingin membuka simpul kesalahpahaman mereka. Tetapi Heru lupa kalau Bunga itu orangnnya cerdas dan teliti. Pertanyaan itu seperti menggali kuburnya sendiri! Sejenak Bunga menatap Heru. Pandang mata Bunga begitu teduh, menenggelamkan, namun indah karena dihias oleh bulu mata yang lentik. Tetapi, pandangan itu mampu menyelami hati hingga yang paling dalam. “Kamu tadi sama siapa?” akhirnya dia bertanya, sambil tangannya menopang dagu. Pertanyaan itu tentu saja mengejutkan Heru, betapa stright to the point-nya, menembak dengan sangat jitu! Heru tidak bisa menjawabnya. Jika dia bohong, Bunga akan tahu! Tetapi jika dia jujur, sedang bersama Mila sahabat Bunga sendiri, maka kiamat akan segera tiba! Terpaksa Heru berlagak bego! “Waktu kamu telepon, aku lagi di kamar mandi,” jawab Heru, jauh dari konteks pertanyaan. Memang seperti itulah cara lelaki menghadapi todongan se
Baca selengkapnya
Bab 14 - Heru Menyebut Mila
“BUNGA, sorry ya…” kata Heru dengan perasaan bersalah. Bunga tersenyum. Senyum yang manis sekali, tiada duanya di mata Heru, membuat pemuda itu yakin bahwa Bunga tidak marah. “Aku ambilin minum dulu, ya. Sorry, sampai lupa…” kata Bunga sambil bangkit dan berjalan ke dalam. Heru memandangi gadis itu hingga hilang di balik gorden. ‘Ya Tuhan, aku cinta padanya! Aku cinta pada Bunga…’ Sekilas tiba-tiba terlintas Mila dalam pikirannya. ‘Maaf Mila, aku mengecewakanmu…’ Heru tahu kalau Mila sudah mulai jatuh cinta kepadanya, bahkan rela berkorban apa saja yang diinginkan Heru. Tetapi Heru masih tidak tergerak hatinya untuk menyatakan itu cinta atau sayang. Heru hanya merasakan desakan birahi yang sangat kuat jika berdekatan dengan Mila, dan Mila pun merasakan yang sama. Jadi, hubungan mereka memang karena perasaan birahi antara laki-laki dan perempuan. Tetapi apakah seorang perempuan bisa beranggapan seperti itu? Pada dasarnya, perempuan tida
Baca selengkapnya
Bab 15 - Pernyataan Cinta
“UDAH, ah, interogasinya. Aku jadi lapar!” celetuk Heru sambil bergeser mendekati Bunga. Bunga kembali tersenyum. Sekarang dia harus waspada terhadap Heru, karena pemuda itu mempunyai penyakit birahi, bisa tiba-tiba saja menangkapnya. “Kita pesan saja ya?” tanya Bunga sambil meraih ponselnya. “Kita keluar,” sahut Heru cepat. Sejenak Bunga kelihatan berpikir. “Tapi nggak usah jauh-jauh ya, aku malas ganti baju.” “Oke, kamu nggak pakai baju juga cantik kok…” goda Heru. “Apa?” Bunga melotot, pura-pura tersinggung. Tetapi Heru sudah menemukan kembali jati dirinya. Dia bangkit lalu menarik Bunga berdiri. Sebelum Bunga sadar, sebuah ciuman telah mendarat di pipinya! “Ih, dasar! Main nyosor saja!” protes Bunga. “Maaf say, diriku tak tahan…” jawab Heru seenaknya. Bunga menatap Heru. “Kamu sering cium Mila, kan?” Ah, pertanyaan itu lagi! Tetapi, masa bodoh lah. Bunga tidak akan melepaskan sesuatu pun yang membuat
Baca selengkapnya
Bab 16 - Di Rumah Makan
RUDI meminta pelayan rumah makan menggabungkan meja untuk mereka. Setelah mereka duduk, Rudi berkata kepada Heru. “Her, kamu sama Bunga ya, sekarang?” matanya menatap Heru tajam. Aduh, Rudi! Kok pertanyaannya seperti itu? Muka Heru menjadi pucat, begitu juga dengan Bunga. “Rudi,” tegur Astrid. “Pertanyaannya kok gitu sih? Emang kenapa kalau mereka bersama?” Menyadari kesalahannya, Rudi jadi sibuk menjelaskan. “Sorry… sorry… maksudku… kalian…” Dia mengacukan dua telunjuknya, kiri dan kanan, lalu didempetkan. Dia mengangguk-angguk ke arah Heru dengan mimik nakal menggoda. Heru dan Astrid mungkin sudah mengenal sifat Rudi yang ceplas-ceplos semaunya, tidak memikirkan orang lain mengerti atau tidak. Tetapi Bunga, bisa saja dia akan mengira kalau Heru itu suka ganti-ganti pacar! Akhirnya Heru mengambil inisiatif. “Bunga, jangan kamu dengarkan bos Wiro ini!” katanya. Ketiga temannya itu menjadi bingung. “Kok Wiro?” tanya Bunga.
Baca selengkapnya
Bab 17 - Maira
HERU merasakan bau harum yang sangat menggoda ketika Maira duduk di sampingnya. Otomatis bagian sensitif Heru berreaksi. “Eh, Maira… tinggal sendiri di sini?” tanya Heru sambil meneguk siropnya. Ketika mengangkat gelasnya, mata Heru bisa memandang wanita itu dengan leluasa. Wanita itu cantik, manis. Kulitnya juga masih kencang. Rambutnya hitam dan lurus, dibiarkan tergerai. Ada titik-titik keringat masih menempel di dahinya, mungkin karena repot membawa barang-barang tadi, sedikit membasahi anak rambutnya. Tetapi itu justru menambah manis wajahnya. Bedaknya yang putih merata di wajah, dan bibirnya dipoles dengan lipstik merah… namun tidak terlalu merah. “Sekarang, iya, sendiri,” jawab Maira sambil mengangkat rambutnya ke atas kuping, sehingga wajah dan lehernya menjadi lebih terbuka. Heru melihat, blus putih yang dipakai Maira, kancing atasnya terbuka sehingga menampilkan bagian dadanya hingga ke belahannya. Tampak gundukan kenyal mendorong blus itu hingga me
Baca selengkapnya
Bab 18 - Maira Takut
MALAM itu, hari Selasa malam Rabu, Heru membaringkan diri di kamarnya karena merasa letih. Seharian dia ikut kanvasing bersama anak-anak project, karena sekarang dia harus memberi perhatian pada pekerjaannya. Sebenarnya Heru kurang suka pekerjaan outdoor, karena membuatnya letih. Tetapi hanya project-project seperti ini yang masih mereka dapatkan, dan sesekali terpaksa dia ikut keluar untuk melihat sendiri bagaimana ‘anak-anak project’ melakukannya. Perusahaan yang digelutinya bersama teman-teman kuliahnya bergerak di bidang advertising. Mereka merencanakan campaign promosi untuk produk-produk client. Tetapi sekarang, pekerjaan yang mereka dapat lebih banyak berupa kanvasing sehingga mereka merekrut anak-anak mahasiswa atau new graduate untuk melakukannya. Anak-anak itu sangat bersemangat, walaupun pekerjaan itu bersifat temporer, dan mereka menyebutnya project. “Kamu pindah ke perusahaan aku saja,” bujuk Rudi. “Nanti aku kasih kamu jabatan manager.”
Baca selengkapnya
Bab 19 - Pembunuhan
JAM di ponsel Heru menunjukkan pukul dua lebih dinihari ketika Heru terbangun karena mendengar ada keributan di luar apartemennya. Terdengar suara orang-orang yang berteriak dan ada yang berlarian. Ada apa? Heru berdebar. Heru lalu membuka pintu apartemennya dan melihat banyak orang berkerumun, bukan di depan pintunya, tetapi di depan pintu apartemen Maira! “Pak, ada apa?” tanya Heru kepada seseorang. “Ada pembunuhan!” “Apa??” Heru hampir berteriak, lalu dengan cepat menuju apartemen Maira. Di situ banyak orang berkerumun, sementara di dalam apartemen sudah ada petugas polisi dan ahli penyidik yang sedang memeriksa. Di lantai, terlihat jasad yang ditutup dengan kain, tapi Heru merasa pasti bahwa itu jasad Maira! “Bagaimana kejadiannya, pak?” tanya Heru kepada orang-orang di situ, namun tidak seorang pun yang bisa memberikan jawaban. Ketika Heru melihat satpam yang dikenalnya, dia lalu mendekatinya. “Pak Imam, bagaimana kejadian
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status