Semua Bab Ei-Bree My Betelgeuse: Bab 1 - Bab 10
74 Bab
1 - Marilyn Monroe
Waktu kecil, cerita favorit Papa untukku adalah cerita tentang bangsa Viking yang ditakuti. Mereka mengenakan helm-helm besi berbentuk menyerupai tanduk, pandai berperang, dan terampil membuat kapal. Papa bilang para Viking menamai pedang mereka dan bahkan mengukir sesuatu di sana. Sesuatu tentang nama keluarga mereka, sejarah prestasi, momen-momen paling berkesan, dan dewa-dewa kepercayaan mereka.Viking adalah hal pertama yang kupikirkan saat pertama kali melihat senyum yang lembut di bibir tebal dan merah pudar Gesa Edrei. Kemudian aku menjadi lebih dari sekadar melihat—kini aku memperhatikan. Ketika jemari Beatrice hendak menyelipkan foto itu ke bagian bawah tumpukan foto di pegangannya, aku merebutnya dan memilikinya untuk diriku sendiri.Apakah para Viking itu pernah tersenyum? Papa mungkin tidak tahu jawabannya. Muncul
Baca selengkapnya
2 - Dia Membaca Euler
Setelah enam bulan pendekatan, Jake akhirnya memantapkan diri untuk meminta Junko menjadi kekasihnya. Bukannya Jake cupu, payah, atau apa. Dia bilang Junko adalah satu-satunya gadis yang tidak menunjukkan minat besar terhadap gelar bangsawan ayahnya. Aku setuju. Junko sepertinya tidak begitu tertarik pada uang. Dia butuh uang, tentu saja. Tetapi minat utamanya adalah makeup. Jika tidak punya uang, dia bisa meminjam makeup teman-temannya. Karena Junko orang yang loyal, teman-temannya tidak mungkin tidak meminjamkan makeup mereka. Teman-temannya kalang kabut jika kehabisan makeup. Itu sebabnya mereka punya stock masing-masing alat makeup. Sungguh menarik. Aku juga pasti kalang kabut saat refill pensil mekanikku habis.Malam ini, Jake tampil gagah. Seperti biasanya. Aku heran bag
Baca selengkapnya
3 - Sylvia Malore
Kampus tempat Edy mengajar tutup pukul sebelas malam. Meski begitu, kegiatan belajar mengajar dalam lingkup formal berakhir sejak pukul sembilan. Itu artinya dia seharusnya sudah berada di rumah paling lambat pukul sepuluh, mengingat butuh waktu tiga puluh menit untuk mencapai rumah kami dari kampusnya ditambah tiga puluh menit kelonggaran lainnya seperti misalnya menuntun motor karena kehabisan bensin atau ban motor meletus. Tapi Edy tidak pernah berada di rumah sebelum pukul enam pagi. Lagipula sistem libur kampus tempat Edy mengajar dan kampusku sangat berbeda. Aku sedang liburan. Tapi Edy masih terus datang ke kampus untuk mengajar.Persetan dengannya.Mungkin saja dia meringkuk di balik selimut yang sama tempat Ibu Yuda juga meringkuk.Jadi aku memanfaatkan malam-malamku sebaik-ba
Baca selengkapnya
4 - Efek Domino
Kepalanya bersandar di bahuku sehingga sulit rasanya menghela tubuhku untuk duduk tanpa membangunkannya. Aku mengucek mata dan melakukan hal pertama yang selalu kulakukan saat terbangun di tempat selain kamarku: memeriksa pakaianku di lantai. Masih tergeletak serampangan di sana. Aku menguap dan bengong memandangi langit-langit kamar yang berwarna putih. Segalanya putih di sini, membuatku mudah mengingat siapa gadis yang kutiduri semalam. Karena kebelet kencing, aku terpaksa mengangkat tangannya dari perutku dan kemudian menggeser tubuhku menjauh darinya. Sylvia menarik tangannya lalu berguling memunggungiku. Rambutnya yang tebal kelihatan berantakan, mirip surai singa. Biasanya air di daerah selatan Bali tidak terasa sesegar ini. Maka aku memutuskan untuk sekalian mandi. Selesai mandi aku bergegas keluar kamar. Sylvia melambaikan tangan dari tepi kasur lalu meregangkan tubuhnya sebelum berjalan menyusulku. Di ruang tengah, aku menemukan Gerald sedang menonton acara
Baca selengkapnya
5 - Inkubus dan Njord
"Nee, niet doen." Tidak, jangan, aku berkata untuk mencegahnya, mendecak, meringis, dan tersenyum. Aku sudah delapan belas tahun. Dia tidak boleh memanggilku boy—jongen. Apalagi dia telah membuatku merasa tertarik padanya. Dalam teorinya, seorang laki-laki tidak ingin terlihat lemah, kecil, atau awam di depan perempuan yang disukainya. Bayangan May dalam kepalaku melotot padaku. Kau menyukainya? Tidak. Aku sungguh hanya suka penampilannya. Maksudku adalah dia keren. Kau tidak perlu marah, May. Gesa memperlihatkan giginya dan bergeser sedikit ke sebelah kiri, memasukkan portafilter ke dalam mesin espresso. Oh, dia sejak tadi berdiri di depan grinder biji kopi. Mesin itulah yang
Baca selengkapnya
6 - Aku Berutang pada Jerapah
Diskusi dilakukan di sofa ruang tengah lantai satu. Tidak secara formal, tapi tetap beradab sehingga Mama Gesa berulang kali memperingati Max untuk tidak mengangkat kakinya ke meja jati berpermukaan kaca. Setelah berpamitan, Mama Gesa dan Gesa bergegas keluar rumah.Sementara jeritan kesal dan tawa keras menggelegak di lantai dua, aku dan Max melakukan perbincangan ringan, tentang kampusku, jurusanku, kelas-kelasku, bahkan SMAku, sebelum menjerat kami ke dalam bahasan utama pertemuan hari ini."Singkatnya, Tom," kami sempat berkenalan dengan semi-formal. "kau tidak bisa menandatangani kontrak itu karena belum memiliki izin."Aku mengernyit. "Benarkah?""Ya. Nanti kau akan mempelajari perihal izin di semester atas. Dulu di teknik sipil
Baca selengkapnya
7 - Mengunjungi Jotunheim
Pesan dari Amelia Hyunji masuk pukul delapan pagi, dua hari setelah aku berunding dengan Max, saat aku sedang belanja keperluan mandi di minimarket. Restoran yang dia pesan terletak di dekat kampus Udayana Sudirman. Dia memintaku, jika tidak keberatan, untuk hadir pukul sepuluh pagi dengan rekanku pada hari Sabtu. Aku meminta tanggapan Max untuk kesediaannya menghadiri meeting pertama kami. Max menawar paling lambat hanya sampai pukul satu siang untuk hari Sabtu, dan kalau bersikeras pukul sepuluh pagi sampai waktu yang tidak ditentukan, harinya harus dipindah antara Kamis dan Minggu.Kami bertiga sepakat Minggu pagi. Sekarang masih hari Rabu. Aku mencuci sepatu (kalau kutaruh di penatu, robeknya bakal bertambah lebar) selama tiga puluh menit, membuat uitsmijter dan makan sendirian sampai pukul sepuluh pagi.
Baca selengkapnya
8 - Dia Seperti Renée
"Tidak sepenuhnya benar. Tapi kau diterima dalam keluarga Sandra. Itulah sebabnya sebenarnya sejak tadi aku ingin menyuruhmu memanggilku Bree dan bukannya Gesa."Kenyataannya adalah aku tidak pernah menyebut namanya saat berbicara dengannya. Sebelum aku sempat menatap lama-lama matanya yang mirip batu pijar pada zaman Hadean, dia melenggang menuju rak buku dan berdengung panjang di depannya. "Kau mau di luar matematika atau di dalamnya?"Aku berdiri di sebelahnya dan mengulurkan tangan untuk menyentuh sebuah punggung buku berwarna marun. Tapi kemudian teringat sesuatu. "Bolehkah aku menyentuh ini?""Sebenarnya kau boleh menyentuh apa pun. Aku hanya galak terhadap mesin espresso."Judulnya Kemolekan Landa karangan Muriel Barbery. Aku membalik buku dan membaca blurb di sampul belakang."Sebuah novel terjemahan dari bahasa Perancis yang sangat sulit diucapkan.
Baca selengkapnya
9 - Dia dan Depresinya
Sesuai kesepakatan kami bertiga, waktuku untuk mendesain rumah tinggal Hyunji hanyalah dua minggu, sudah termasuk semua revisi yang kemungkinan besar akan banyak sekali. Tapi Hyunji menawariku untuk membuat desain tersebut di rumah sewaannya. Empat belas hari dalam dua minggu. Selama dia mengajar di kampus, aku boleh menggunakan fasilitas di rumah itu. Termasuk mandi, memasak, mencuci baju, menjemur, dan menginap.Aku memanfaatkan fasilitas itu sebaik-baiknya. Selain karena semua fasilitas dan jaminan yang kudapatkan, aku jadi lebih mudah mengamati kebiasaan Hyunji selama seharian. Sifatnya secara langsung memengaruhi warna kesukaannya, abu-abu tua dan biru matanya. Perpaduan dua warna tersebut harus dimaksimalkan tanpa kesan paksaan. Hyunji juga menginginkan pencahayaan alami sehingga aku merancangkan jendela minimalis layar lipat atau yang biasa disebut dengan folding screen di bagian ruangan yang akan menghadap ke sebuah taman.
Baca selengkapnya
10 - Lemari Ekstra di Rumah Orang Lain
Terpaksa aku membawanya pulang ke rumahku. Gerald tidak mungkin membawa temannya yang mabuk pulang ke rumah. Dia punya adik perempuan berumur delapan tahun yang merupakan permata keluarga, yang membuat semua masalah kecil yang diprakarsai adiknya dilimpahkan sebagai kesalahannya. Gerald merasa cukup dengan semua masalah itu, tidak perlu menambah masalah baru.Mengantar Yuda pulang ke rumahnya juga tidak mungkin. Aku bisa gila jika harus bertemu Marilyn Monroe dan adiknya Yuda.Lampu rumahku mati. Aku keluar mobil lebih dulu untuk membuka pintu rumah, kemudian kembali ke mobil untuk menggotong tubuh tegap Yuda masuk ke rumah bersama Gerald. Pintu kamar Edy tertutup saat aku melewatinya. Tidak ada suara apa pun, begitu hening sampai membuat telingaku berdengung. Aku dan Gerald membaringkan Yuda di atas seprai lecek kasurku. Aku selalu berpikir sudah membersihkan kamarku saat akan meninggalkan rumah, tapi ternyata itu hanyalah angan-angank
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status