Seorang perempuan muda tampak mendengkus kesal di pinggir jalan. Sepertinya ia tengah bermasalah dengan skuter miliknya. Beberapa kali ia mencoba untuk menyalakan mesin skuternya, dan kendaraan roda dua itu pun tidak juga berfungsi.
“Huh, kenapa juga ini?” omelnya sambil menendang skuter miliknya.
Sepertinya perempuan muda ini terlihat putus asa dengan apa yang ia alami saat ini. Sesekali ia menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat situasi. Kemudian melirik ke arah arloji yang melingkar di tangannya.
“Hmm sudah hampir tengah malam pantas sepi,” gumamnya.
Mengetahui keadaan yang sudah sepi, ia pun mulai bergidik, rasa takut yang menghampirinya semakin lama semakin besar. Tengkuknya terasa dingin, dan semakin lama ia merasa akan ada bahaya yang terjadi.
“Aduh bagaimana ini, jika aku mendorongnya, aku khawatir tak bisa keluar dari lorong, tapi jika aku m
Perlahan gadis itu membuka matanya, dan ia mendapati lelaki yang tadi mencoba menciumnya jatuh tersungkur, dengan hidung menatap jalan yang berbatu. Suara benturan tadi sangat keras, dan ia yakin kalau hidung lelaki itu pasti patah atau setidaknya berdarah.Kedua lelaki yang tadi mencengkeram lengannya pun sama ternganga seperti dirinya. Tak ada yang mengira kalau posisi gadis yang mereka temukan sendirian itu bisa berubah beruntung. Bisa-bisanya ada seseorang yang tiba-tiba mencegah mereka.“Hei kau! Jangan ikut campur, atau kau juga ingin menikmati ranum tubuhnya juga?” ejek lelaki yang masih mencengkeram kedua gadis yang mereka temukan.Sementara teman mereka yang jatuh tersungkur mencoba untuk bangun perlahan-lahan, sambil memegangi hidungnya yang nyeri dan mulai memerah, sepertinya terjadi luka di dalam.“Aku akan membiarkan kalian pergi jika kalian membiarkan gadis itu pergi!&
Kedua lelaki berandal itu saling pandang satu sama lain. Kemudian melihat temannya yang terjatuh. Salah satu dari mereka menyentuh hidungnya untuk memastikan apakah masih ada hembusan napas di sana atau tidak.“Dia masih hidup, tapi sepertinya napasnya sudah mulai tersendat,” kata si botak.Apa yang mereka lihat barusan seperti mimpi. Dorongan yang ditujukan untuk si rambut merah terlihat tak bertenaga, tapi mengapa dengan mudahnya kawannya ini tumbang.Salah satu dari mereka berpikir kalau pendarahan yang dialami kawannya dikarenakan pengaruh alkohol. Sementara yang satu lagi justru berpikir kalau orang yang mendatangi mereka bukanlah manusia biasa. Orang yang mendatangi mereka sepertinya adalah dewa yang menjelma dalam tubuh manusia.Kedua orang itu pun segera berdiri, berpaling ke arah pahlawan kesiangan, kemudian kembali saling pandang.“Ini tak bisa dibiark
Max melihat Vanessa berdiri di dekat kopor-kopornya. Wanita itu terlihat begitu anggun dengan baju terusan yang menunjukkan lekuk tubuh. Penampilannya selalu sama seperti dulu, menawan dan menggoda.“Max, kau datang tepat waktu!” serunya pada pengawal muda ini.“Saya Nyonya, apakah Anda membutuhkan sesuatu?” tanya Max sopan.Ia sudah tahu apa yang akan dilakukan Vanessa kali ini. Mantan istrinya itu tentu saja ingin pergi bersenang-senang. Kopor itu biasa ia gunakan saat hendak memanjakan dirinya ke suatu tempat, dan saat kembali pasti akan bertambah satu kopor lagi.Sejenak ia membandingkan Vanessa dan Jade, mereka berdua memiliki kepribadian yang sangat berbeda, termasuk dalam membelanjakan uang. Jade lebih memilih untuk membelanjakan sedikit uang untuk kesenangannya. Bagi Jade yang terpenting adalah fungsi dan kenyamanan bukan kemewahan.“Aku akan
Max memberanikan diri menatap mata indah Vanessa dengan tatapan yang tajam pada Vanessa yang kini berdiri dengan angkuhnya. Tatapan itu berangsur-angsur berubah teduh, dan lambat laun membuat jantung Vanessa kembali berdegup kencang. Wanita ini merasa tatapan Max membuatnya seperti gadis yang bertemu dengan lelaki yang ia puja.Melihat reaksi Vanessa yang seperti ini, Max pun langsung mengambil kesempatan, membuat dirinya sedikit terlena oleh tampilannya. Max mulai mendekatkan wajahnya pada Vanessa seperti hendak mencium Vanessa, dan membuat dadanya semakin berdebar-debar. Bahkan hidung Max hampir saja bersentuhan dengan Vanessa.“A … a,—” Vanessa tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya, ia seperti sudah terbius oleh Max.“Maaf Nyonya, ada serangga yang hendak mendekati rambut Anda,” kata Max tiba-tiba sambil menangkap sesuatu dari samping telinga Vanessa.Wanita
Restoran antares tampak terang dan mewah di depan, tapi tidak ketika Tuan Ramford mengajak Max ke dalam. Semuanya terlihat sedikit suram, tirai yang menghiasi jendela didominasi warna gelap, sementara pencahayaan didominasi lampu kuning yang redup.Sejak dulu restoran Antares memang didekor seperti ini, entah apa penyebabnya. Yang jelas banyak pertemua rahasia terjadi di tempat ini, entah itu pertemuan pejabat dengan penjahat, atau pasangan yang ingin mencari suasana romantis.Ernest sendiri pernah mengunjungi tempat ini saat ia diundang oleh salah seorang rekan bisnisnya beberapa saat sebelum ia mulai mengkonsimsi arsenik secara rutin dengan terpaksa. Pertemuan yang dilakukan Ernest saat itu bukanlah hal yang terlarang, tapi rekannya memang tidak bisa terlalu banyak mendapatkan sinar matahari. Kulit rekannya akan melepuh ketika terkena sinar matahari langsung.Ernest menawarkan bertemu di malam hari, tapi sayang pria it
Max langsung menatap ke arah Tuan Ramford yang baru saja melayangkan tamparan. Ia sama sekali tak merasakan panas pada kulit pipinya yang halus, alih-alih lelaki kurus itu justru menyunggingkan senyum misterius pada bos nya.“Apa-apaan kau? Baru sekali kuajak bertandang menemui klienku, kau justru membuatku malu!” seru Tuan Ramford yang merasa sangat tidak enak dengan Tuan Wolfgang.Tampaknya kekasih Vanesssa ini tengah berusaha keras untuk memberikan kesan pada rekan bisnisnya sekarang. Sepertinya ada sebuah proyek bernilai besar yang harus ia dapatkan dari kliennya kali ini.Entah transaksi apa yang tengah mereka bicarakan, mungkin transaksi wanita di bawah umur atau bisa jadi obat-obatan terlarang. Max tak tahu akan hal itu, dan tak berusaha untuk mencari tahu. Pikir Max ini bukan sesuatu yang harus diurus olehnya, dan tak ada keuntungan yang akan didapat jika mengurus hal ini.Max lal
Brak!Pria bertubuh pendek nan tambun itu langsung menggebrak meja begitu melihat anak buah rekan bisnisnya yang kurang ajar.“Kurang ajar kau! Berani benar mengguruiku ha?” maki Tuan Wolfgang pada Max.Max hanya terkekeh. Ia berdiri sambil melipat kedua tangannya.“Memangnya kenapa? Apa Anda sama sekali tidak berani untuk melakukannya? Atau jangan-jangan Anda mungkin benar-benar mencoba untuk meracuni Tuan Ramford bukan?” seru Max menantang.Semakin lama lelaki muda itu semakin membuat Tuan Wolfgang naik darah. Mata lelaki itu semakin membulat, dan pipinya tampak kembang kempis, persis seperti seekor katak yang tengah menggelembung.“Bedebah!” maki Tuan Wolfgang.Sementara Tuan Ramford sendiri hanya menoleh ke kanan dan kiri. Pria itu tampak kebingungan dalam menentukan sikap, sekaligus ketakutan. Ia t
“Tunggu apalagi! Apa kalian hanya punya satu buah peluru saja. Yang baru saja dilakukan olehnya hanyalah sebuah kebetulan semata, jangan lengah!” perintah Tuan Wolfgang pada anak buahnya.Pria bertubuh pendek ini jelas tak dapat menahan amarahnya kembali. Apa yang baru saja terjadi pada anak buahnya benar-benar menyinggung harga dirinya.Tak pernah ia mengira sebelumnya, kalau pengawal pribadi rekannya mampu membuat suatu gebrakan yang tak disangka-sangka. Apa yang dilakukan oleh Max benar-benar diluar perhitungan mereka.Saat peluru itu dilesatkan dari selongsongnya, dengan cekatan Max langsung mengambil piring dengan satu tangan. Membiarkan timah panas itu menembus piring porselen yang diangkat oleh Max. Semua terjadi dengan begitu cepat, tanpa ada yang menduganya sama sekali.Kembali anak buah Tuan Wolfgang menarik pelatuk revolvernya dan bersiap untuk menembak Max dan juga Tuan Ramfor