All Chapters of AURORA: Chapter 31 - Chapter 40
50 Chapters
Episode 31.
 Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terbangun dengan kondisi rambut dipenuhi tanah dan juga tubuh diselimuti debu setelah bergerak seharian.Aku kira, aku bisa tidur di bawah atap rumah ketika kami berhasil memusnahkan jiwa pendosa semalam. Namun nyatanya, Aquilla justru membawaku pergi ke tanah lapang dan mengharuskanku untuk tidur dengan cara menguburkan diri ke dalam tanah.Sudah begitu, dia tidak ada di mana-mana ketika aku pertama kali membuka mata malam ini.“Apakah aku benar-benar akan terus seperti ketika pulang nanti? Bergerak di malam hari dan tertidur di siang hari,” gumamku meratapi nasib yang belum tentu terjadi di masa depan. Aku menggelengkan kepala, kemudian beranjak dari tempatku duduk dan membersihkan seluruh tanah dan debu di sekujur tubuhku.Malam ini tumben sekali sunyi. Tidak ada suara keberadaan hewan malam ataupun para ghoul yang entah wujudnya berada di man
Read more
Episode 32.
Difokuskan pada teori. Seharusnya aku merasa enggan dan malas mendengarkan. Tapi, aku tidak merasakan hal tersebut. Dan justru aku merasa antusias ketika Aquilla akhirnya memilih untuk mengajariku ilmu pengetahuan yang hanya ada pada Kitab Ajaran Lama, daripada mencari mobil rongsok untuk kami kendarai menuju Kota Arras. “Kau sudah mengerti tentang Legenda Peradaban Stahuvil Pertama?” Aku mengangguk cepat sampai terlihat kepalaku akan copot karena saking cepatnya. Telapak tangan Aquilla yang besar itu kemudian menghentikan anggukan kepalaku dengan cara meletakkannya di puncak kepalaku. “Tidak lucu jika kepalamu terlepas dari leher hanya karena mengangguk dengan begitu cepat,” ujar Aquilla menatapku datar dan aku memberikannya sebuah cengiran bodoh, “Baguslah kalau sudah mengerti.” “Cepat ceritakan kepadaku,” pintaku dengan sangat memaksa. Aquilla menghela napasnya kemudian kembali melanjutkan perjalanan kami yang sempa
Read more
Episode 33.
Walaupun semalaman ketika menjelang tidur terus mengumpati Aquilla di dalam hati. Aku tetap tertidur dengan nyaman dengan berbantalkan paha pria tersebut.Dan kini bahkan aku terkejut ketika membuka mataku di malam berikutnya. Hal pertama yang kulihat ketika membuka mata adalah, wajah tampan Aquilla yang masih memejamkan mata. Aku panik, namun merasa tidak ingin mengganggu tidur pria tersebut. Alhasil, aku berakhir hanya terdiam sembari terus memperhatikan lekuk wajahnya.Wajahnya memang tampan, bahkan terlalu tampan untuk kalangan manusia biasa jika tidak mengetahui identitas aslinya. Wajah tidurnya tampak damai, tidak menunjukkan guratan keras yang selalu ia tunjukkan walaupun sedang diliputi berbagai macam emosi. Hidungnya terlihat lebih mancung jika dilihat dari dekat. Begitu pun dengan rahangnya yang terlihat tegas.Mungkin sudah banyak wanita yang terpikat oleh ketampanan tidak manusiawi pria ini. Termasuk diriku, mungkin? Aku gadis normal
Read more
Episode 34.
Jake hanya menyengir.“Aku hampir frustrasi karena mencari kalian!” keluh Jake seraya memberi kode kepada kami, aku dan Aquilla, untuk segera masuk ke dalam mobil. “Karena aku yang menyetir mobil, aku jadi tidak bisa fokus mencari kalian melalui hubungan darah.”Aku menunggu Aquilla untuk menaiki mobil terlebih dahulu karena dia yang paling dekat dengan pintu mobil. “Kau mendapatkan mobil yang bagus.”“Bagaimana hasil pengamatanmu?” tanya Aquilla ketika ia sudah duduk tenang dan memandangiku yang baru saja masuk ke dalam mobil, “Kita baru berpisah sekitar 2 malam yang lalu dan kau sudah mencari kami?”Jake menggeleng pelan kemudian menyalakan mesin mobil. Suara terbatuk dari mesin mobil ini memecahkan keheningan, disusul dengan geraman dan kereta kuda besi ini kemudian merangkak menyusuri jalanan. “Paris terlalu susah untuk ditembus pertahanannya.”&ld
Read more
Episode 35.
  Jake bilang, kota yang memenuhi kriteria yang disebutkan oleh Aquilla adalah Kota Reims, sekitar 144km ke arah timur laut dari Paris. Mobil yang kami tumpangi akhirnya berhenti di pintu masuk kota tersebut. Sama seperti di tempat lain, kota ini sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar ini. Kesunyian yang mencekam semakin menambahkan kesan kota mati seperti di film-film. “Sebentar lagi fajar akan tiba,” ujar Jake seraya menoleh ke belakang dan menatap Aquilla. “Asal mencari bangunan atau pilih-pilih?” “Cari yang sekiranya jauh dari pintu masuk ke kota,” jawab Aquilla memandang datar Jake yang mengangguk mengerti. “Hindari pertengahan kota.” “Baiklah, baiklah.” Jake kembali melajukan mobil menuju ke suatu tempat yang sekiranya sesuai dengan kriteria yang disebutkan oleh Aquilla. Aku menatapku deretan rumah melalui jendela. Bangunan-bangunan itu tampak sudah lama ditinggalkan, sedikit mirip
Read more
Episode 36.
Fajar semakin dekat. Instingku untuk memejamkan mata sudah meraung sejak tadi. Namun, rasa kantuk itu tak kunjung datang. Walaupun seharusnya, makhluk seperti kami, Seraphie, bisa langsung merasakan kantuk ketika fajar hendak tiba beberapa jam lagi.Perkataan Aquilla tentang Gereja Basilika Santo Petrus yang menurutnya rancu benar-benar membuatku tidak bisa memejamkan mata. Pikiranku terus tertuju pada sebuah nama tempat yang tidak kuketahui bentuk dan fungsinya. Rasanya, setiap kali pikiranku menemukan sebuah kesimpulan, akan membentuk cabang baru yang terkadang melenceng dari kesimpulan tersebut.Seperti sebuah kesimpulan yang mengatakan, jika rumah sakit yang ada di Paris itu hanyalah tipuan. Lantas, mengapa Zhou Yanchen menuliskan nama rumah sakit tersebut sebagai markas utama? Kenapa tidak langsung menuliskan nama gereja yang ada di Roma sebagai markas utama?Apakah mungkin dia sudah menyadari jika sedang diburu oleh kami?
Read more
Episode 37.
Aku dibangunkan oleh umpatan Jake yang entah ditujukan kepada siapa.“Aquilla, apa yang terjadi?” tanyaku ketika melihat Aquilla untuk pertama kalinya ketika membuka mata. Aku menegakkan kembali tubuhku dan Jake langsung merenggangkan ototnya.“Mengumpat ketika terbangun itu sudah menjadi kebiasaannya,” jawab Aquilla terlihat malas untuk menjelaskan kenapa Jake mengumpat malam ini. “Dia selalu mengatakan untuk mengasah mulutnya agar dengan cara mengumpat ketika dia terbangun dari tidurnya.”“Memangnya bisa begitu?” tanyaku seraya mengalihkan pandanganku kepada Jake, “Itu tidak baik Jake.”“Sudah menjadi kebiasaanku sejak 30 tahun yang lalu.” Jake terlihat acuh. Dia berdiri dari duduknya, menepuk-nepuk ringan jubah hitamnya, bermaksud membersihkan debu yang menempel di sana. “Kau berhutang cerita tentang ayahmu.” Jake menoleh dan memberikan seringainya kepa
Read more
Episode 38.
Rasanya aku ingin mendorong Aquilla ke sebuah jurang karena saking kesalnya terhadap pria itu.Sedari tadi dia mengajakku berkeliling tidak jelas pada kota mati ini. Juga, setiap kali kutanyakan tujuannya mengajakku berkeliling, jawabannya selalu melantur dan terkadang membuatku kesal.“Aku tidak tahu. Hanya ingin mengajakmu berjalan bersama tidak tentu arah.”Mungkin jika perempuan lain yang mendengarnya, mereka akan menganggap apa yang Aquilla ucapkan barusan itu adalah sebuah kata-kata romantis. Tapi tidak bagiku.“Aquilla, kau masih memiliki perasaan kepadaku?” tanyaku memecahkan keheningan ketika kami berada di pinggiran kota.Pria itu menunduk, menatap tepat pada mataku. Ekspresinya datar hingga sulit bagiku untuk membaca suasana hatinya saat ini. Aku juga penasaran dengannya. Apakah dia masih memiliki perasaan kepadaku atau tidak.Aquilla menggidikkan bahunya, terlihat tidak peduli dengan perta
Read more
Episode 39.
“Sebenarnya apa yang telah terjadi di antara kalian sih?! Kenapa wajah kalian memerah seperti orang mesum?!”Aku mendelik tajam pada Jake dan melayangkan pukulan pada dadanya sekuat mungkin. Pria bermata emas itu mengaduh kesakitan seraya memegangi dadanya. Terlihat mendramatisir karena kau tahu, pukulanku belum sekuat itu hingga membuatnya mengaduh kesakitan.“Aktingmu buruk sekali, Jake,” kataku mencibir.Jake berdecih kemudian kembali bersikap normal. “Aku dan kantong darah itu sudah mengumpulkan banyak senjata dan juga keperluan untuk manusia.”Aquilla hanya mengangguk dan melangkah pergi meninggalkan kami menuju ke mobil.Jake menyusul kami seorang diri, berkat bantuan hubungan darah yang terjalin di antara kami bertiga. Dan yang lebih patut disyukuri daripada kabar yang dibawa oleh pria bermata emas itu adalah, Jake tiba ketika kami selesai berciuman.Kami, maksudku, aku dan Aqui
Read more
Episode 40.
Fajar masih lama untuk beranjak dari peristirahatannya ketika kami akhirnya sampai di sebuah bangunan luas yang bertuliskan ‘Rumah Sakit Swasta De La Seine Saint-Denis.’Bangunan itu tinggi menjulang, dengan beberapa bagiannya telah rusak dan mulai berjamur. Tumbuhan merambat juga memeriahkan keindahan alami sebuah gedung yang sudah lama ditinggalkan.Aku melangkah keluar dari mobil, tanpa mengalihkan pandanganku dari bangunan tersebut. Sudut hati kecilku mengatakan betapa mengagumkannya tempat tersebut meskipun sudah ditinggalkan selama puluhan tahun. Namun karena pada dasarnya aku menyukai tempat-tempat ditinggalkan dan memiliki sejarah yang unik, aku merasakan sebuah perasaan antusiasme yang sangat menggebu-gebu untuk menjelajahi bangunan rumah sakit di depanku ini.“Kita langsung masuk?” Pertanyaan Jake mulai terdengar bersamaan dengan dirinya yang baru saja keluar dari mobil. Disusul oleh Aquilla da
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status