Semua Bab Ketika Hati Mulai Mendua: Bab 21 - Bab 30
68 Bab
Gara-gara Postingan
Jadwal Mas Fandi mundur sehari, jadi tiga hari berada di Jakarta. Dan sejak kejadian Mbak Sisi dan Lana diusir oleh Angga, mereka tidak lagi datang ke rumah. Angga memang bisa diandalkan. "Pa, tolong Leni suruh hapus postingan di medsos. Tadi ada beberapa orang teman kantor Papa yang japri Mama, menanyakan kabar tentang pernikahan Papa. Apa yang harus Mama jawab? Kan sudah Mama bilang, jangan posting di Medsos! Norak banget sih!" protesku pada Mas Fandi ketika sudah pulang dari Jakarta. Mas Fandi hanya diam, tidak menggubris ucapanku. Aku jadi kesal. "Sudahlah Ma, kayak gitu aja dibesar-besarkan. Nggak usah banyak protes. Mama itu hanya orang lain yang kebetulan terikat pernikahan dengan Papa. Jadi nggak usah sok ngatur! Papa sudah bosan mendengar Mama ngomong tentang Leni yang selalu salah di mata Mama!" jawab Mas Fandi. Enak sekali dia ngomong kayak gitu. Nggak mikirin perasaanku. 
Baca selengkapnya
Meminta Maaf
Ibu sudah datang ke rumah sakit pagi ini sendirian karena Angga harus sekolah. Ibu tampak segar, mungkin tadi malam bisa beristirahat.  Tok..tok..Aku berjalan menuju pintu, ternyata ada Mas Hendra dan Mbak Yuni. "Kok nggak ngasih tahu kami kalau Anggi dirawat di sini?" kata Mbak Yuni. "Maaf Mbak, kami tidak mau merepotkan!" kataku pada Mbak Yuni. Aku merasa tidak enak dengan Mbak Yuni. Mbak Yuni sangat baik denganku, tidak tega rasanya membebaninya dengan berbagai masalahku.   "Dapat kabar dari siapa Mbak?" tanyaku heran. "Dari Fandi, tadi malam menelpon," kata Mas Hendra. Untung Anggi sedang tidur karena habis minum obat, kalau tidak pasti dia akan marah mendengar orang menyebut nama papanya. Aku menceritakan semuanya pada Mas Hendra dan Mbak Yuni. Juga kelakuan Mbak Sisi kepada kami. "Salah ap
Baca selengkapnya
Aku Juga Istrinya
Pagi ini Ibu sudah datang ke rumah sakit, membawa makanan untukku. "Ini Nis sarapannya," kata Ibu sambil menyodorkan makanan padaku. "Makasih Bu, ayo sarapan bareng Anis," ajakku. "Ibu nanti saja. Tadi sudah sarapan teh sama roti," jawab Ibu. Mas Fandi bangun ketika dokter datang memeriksanya. "Tekanan darah Bapak sangat tinggi, bisa mengakibatkan gejala stroke. Konsumsi makanannya diperhatikan ya Pak? Sebenarnya semua itu intinya dari pikiran. Kalau pikiran tenang, insyaallah penyakit-penyakit menghilang. Usia seperti Bapak dengan tekanan darah yang sangat tinggi sangat rentan dengan yang namanya stroke. Usahakan rileks ya, Pak? Jangan lupa juga perbanyak ibadahnya. Ikhtiar dan ibadah harus seimbang," kata dokter ketika visit. "Terima kasih Dokter." "Sama-sama, cepat sembuh ya, Pak! Jangan kelamaan disini, nanti bosan melihat saya terus,
Baca selengkapnya
Kedatangan Tamu
Akhirnya Mas Fandi hari ini pulang dari rumah sakit. Ibu juga pamit pulang ke rumahnya, karena sudah hampir dua bulan Ibu tinggal bersamaku. Drtt...drttHpku berbunyi, ada panggilan dari Anggi ketika aku masih di kantor. "Halo, Dek!" Aku menjawab telpon. "Ma, Akung dan Uti ada di rumah?" "Hah? Yang bener, Dek!" "Iya, barusan nyampe." "Ya udah, tolong diberesin kamar tamu ya, Dek!" "Oke, Ma!" Wah gawat Bapak dan Ibu ada di rumah. Jangan
Baca selengkapnya
Kabar Bahagia
Pagi menjelang siang, aku masih sibuk dengan pekerjaan yang harus aku selesaikan. Otak rasanya sudah mau pecah, melihat tumpukan kertas di depanku. Semangat, Nis, kamu pasti bisa, aku menyemangati diriku sendiri. Aku menarik nafas dalam-dalam. "Semangat!" teriakku. "Kenapa, Bu?" tanya seorang siswa SMK yang sedang magang di kantor. Aku menoleh dan tersenyum malu. "Nggak apa-apa, Dek. Sedang menyemangati diri sendiri," ucapku. "Ibu perlu bantuan?" tanya siswa itu. "O, iya, Ibu lupa kalau ada kalian. Sini bantu Ibu, urutkan dokumen-dokumen i
Baca selengkapnya
Berpisah Dengan Angga
"Ma, kok Mama mengambil keputusan sendiri! Tidak menghargai Papa!" Kata Mas Fandi ketika malam ini pulang ke rumah. Aku sudah tidak terlalu peduli Mas Fandi mau menginap dimana. Kalau dia datang kesini ya aku terima, kalau dia tidak pulang tidak aku cari lagi.  "Keputusan apa, Pa?" tanyaku. "Mau pergi ke Jogja dengan membawa supir. Mama anggap Papa ini apa? Emang Papa nggak sanggup apa membawa mobil sampai Jogja!" "Mama anggap Papa nggak ada. Emangnya Papa peduli sama kami? Ketika Angga memberi tahu kalau dia lulus SNMPTN Papa cuek saja. Jadi untuk apa kami meminta pendapat Papa. Papa juga terlalu sibuk dengan keluarga baru, keluarga lama sudah tidak penting lagi bagi Papa." 
Baca selengkapnya
Apa Aku Jahat?
"Alhamdulillah, sudah sampai di rumah!" kataku sambil membuka pintu pagar rumah. Rasa lelah di perjalanan baru terasa, ingin rasanya langsung merebahkan diri di tempat tidur. Mas Fandi memasukkan mobil ke garasi dan mengeluarkan barang-barang bawaan dibantu oleh Anggi. Aku membereskan semua barang bawaan.  Untung rumah sudah aku titipkan pada Bude Nur, meminta beliau untuk membersihkan rumah. Bude Nur dulu yang mengasuh Angga dan Anggi. Jadi aku pulang rumah sudah dalam keadaan bersih nggak perlu repot-repot membersihkan lagi. Menjelang Maghrib Mas Fandi pergi, seperti biasa tanpa pamit padaku. Aku yakin pasti ke rumah Leni, aku berusaha untuk tidak peduli. Rumah semakin terasa sepi, hanya ada aku dan Anggi. Anggi mungkin sudah tidur karena kecapekan di perjalanan. Akhirnya aku masuk ke kamar setelah mengunci pintu. Kurebahkan tubuh, melepaskan penat. Pikiranku berkelana, me
Baca selengkapnya
Maduku Sakit
Sore yang cerah, aku sedang menikmati segelas teh dan cemilan bersama dengan Anggi. Terdengar orang mengucapkan salam. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam, Anggi tolong lihat di depan ada siapa," kataku sambil menjawab salam. Sekarang kami hanya tinggal berdua. Mas Fandi tidak bisa diharapkan lagi. Sejak pulang dari Jogja dua minggu yang lalu, baru sekali Mas Fandi pulang ke sini. Aku tak mau terlalu berlebihan memikirkan Mas Fandi. "Ma, ada Bude Sisi," kata Anggi. Waduh, mau bikin gara-gara apa lagi dia ya? Semoga saja tidak. "Eh Mbak Sisi, apa kabar? Ada perlu apa Mbak?" Aku langsung bertanya, malas untuk berbasa-basi. Aku pun mempersilahkan Mbak Sisi untuk duduk. "Maafkan aku, Nis, aku mau minta tolong sama kamu. Kamu jenguk Leni ya? Aku tahu, ini berat bagimu. Ini permintaan Leni. Mungkin umurnya tidak lama lagi." kata Mbak Sisi dengan
Baca selengkapnya
POV Leni
Hari ini aku menunggu Mas Anton yang sedang di rawat di rumah sakit. Sudah hampir satu tahun ini Mas Anton bolak-balik masuk rumah sakit. Sakit diabetes yang sudah merembet ke ginjal.  Aku keluar dari kamar perawatan untuk mencari makanan. Di Lobi rumah sakit, tanpa sengaja aku melihat Mas Fandi, mantanku. Mas Fandi juga melihat kearah ku dan berjalan menghampiriku. "Hai Leni," kata Mas Fandi. "Halo Mas, ngapain disini?" jawabku gugup. "Ibu dirawat disini. Kamu ngapain disini?" "Mas Anton juga dirawat disini," kataku.  Kami berjalan menuju kamar perawatan. Ternyata kamar perawatan Mas Anton dan Ibu Mas Fandi berhadapan.  "Aku masuk dulu Mas," kataku ketika sampai di depan pintu. Mas Fandi mengangguk. Aku sengaja tidak menawari Mas Fandi untuk masuk ke kamar perawatan Mas Anton. Takut terjadi sesuatu karena Mas Anton juga ke
Baca selengkapnya
Leni Kenapa?
Drtt...drttHpku berdering, aku lihat jam menunjukkan pukul empat pagi. Siapa sih yang nelpon? Ternyata Mbak Yuni. "Assalamualaikum, Mbak," sapaku pada Mbak Yuni. "Waalaikumsalam." "Ada apa Mbak?" "Leni meninggal, Nis!" Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak. Baru kemarin aku berbicara dengannya, berusaha untuk memaafkan kelakuannya. Ternyata sekarang sudah menghadapNya. Umur manusia tidak ada yang tahu. Memang benar, Leni diprediksi tidak berumur panjang karena penyakit yang dideritanya. Tapi aku tidak menyangka kalau secepat ini. "Nis….Anis," panggil Mbak Yuni. Aku kaget dan gelagapan. "I..iya Mbak. kapan meninggalnya, Mbak?" tanyaku. "Sekitar jam tiga tadi. Nanti melayat bareng ya? Mbak jemput Ibu dulu baru jemput kamu!" "Iya Mbak!" Kututup panggilan telepon itu. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status