Semua Bab Kill My Husband!: Bab 51 - Bab 60
97 Bab
51. Antara Dendam dan Cinta
Izora datang ke apartemen Ronald untuk meminta hasil penyelidikan tentang Bandit. Rupanya Izora terlalu antusias. Di matanya ada binar ketakutan, kecemasan dan keingintahuan yang besar.Dia tidak tampak seperti Izora yang biasanya. Dingin, tegar dan terkendali.Izora yang sekarang tampak lebih berbahaya. Ia berpotensi menjadi Izora yang berantakan dan sulit mengendalikan diri seperti dulu.“Sudah dapat?” izora meletakkan tas jinjingnya ke atas sofa, sedikit terburu-buru.“Tentu saja, kau tahu kerjaku cepat ‘kan?”“Kalau begitu katakan hasilnya.”Ronald menghela napas. Ditatapnya Izora serius. “Tapi sebelum itu aku ingin tahu satu hal.”Izora mengizinkan Ronald untuk bertanya. Ia mengangguk. “Apa?”“Kenapa kau ingin tahu semua masa lalu Bandit? Semua penjahat dan pembunuh tentu saja punya masa lalu kelam. Dia hanya akan mengambil uangmu dan pergi setelah men
Baca selengkapnya
52. Dia tak Membutuhkanmu Lagi
Serina kembali ke club. Tidak ingin mengakui jika sejak tadi pikirannya terus berkecamuk. Sebenarnya apa yang dilakukan pria itu sampai terlibat degan wanita berbahaya seperti Izora? Serina tak habis pikir apa yang membuat Bandit mencintai wanita itu. Jelas dari sikap dan cara bicaranya dia adalah penghancur harga diri para lelaki. Sombongnya bukan main. Dia bahkan menyewa pembunuh untuk membunuh suaminya. “Ah, sial! Aku sudah capek-capek mengeluarkannya dari penjara, dia malah datang sendiri ke kandang harimau betina! Dasar tolol!” “Siapa yang tolol, Sayang?” Seseorang tiba-tiba memeluk bahunya. Serina menoleh dan mendapati Brata, pemilik club ini sedang tersenyum senang ke arahnya. Serina hanya mendengus dan tak berniat meladeni Brata. “Omong-omong katanya kau baru saja di-booking seorang perempuan muda. Lebih mahal dari pelanggan yang sering datang. Tak salah aku menjadikanmu bintang di sini, Sayang. Kau tidak hanya pandai memikat pria, wanita pun terjerat dengan pesonamu.”
Baca selengkapnya
53. Layani Perempuan Itu
Izora langsung disambut dengan pemandangan yang tidak asing ketika menginjakkan kaki di ruang tengah. Nia Paruji, salah satu anggota kelompok arisannya. Janda tanpa anak berumur akhir tiga puluhan.“Wah, Jeng. Baru datang? Kebetulan dari tadi kita menunggu Jeng Izora loh.”Sampai sekarang Izora masih geli dipanggil Jeng.Nia Paruji, si pemilik rumah yang kali ini menggunakan gaun merah sebatas lutut tanpa lengan mengerling ke belakang Izora. Matanya yang dipolesi eyeliner yang cukup tebal memandang tertarik.“Oh, siapa ini?”Izora hampir saja mendengus. “Pengawal saya.”“Walah walah! Baru kali ini datang ditemani pengawal. Mana pengawalnya hot begini. Saya jadi kesengsem.” Bu Nia terang-terangan memberikan tatapan nafsunya kepada Bandit. Izora diam membeku dan ia yakin Bandit yang berdiri di belakangya pun begitu.“Dapat dari mana pengawalnnya?”Belum cuku
Baca selengkapnya
54. Di Mana Dia Menyentuhmu?
“Wah, badannya penuh luka. Aduh! Tipe saya sekali ini.”“Luar biasa! Kekar sekali, Jeng!”“Mau jadi suami simpanan aku tidak? Tenang saja, aku kaya dan enerjik.”“Apa-apaan ini, Jeng Izo? Kenapa langsung mendobrak begitu? Aku baru mau memulai.” Alis Bu Septo menukik kesal dan lipstiknya sedikit berantakan.Apa saja yang sudah mereka lakukan?Saat Izora menelusuri tubuh Bandit untuk mencari tahu, lelaki itu juga sedang mencari tahu apa yang sedang ada dalam pikiran Izora. “Maaf, saya berubah pikiran.” Dengan napas memburu, Izora meraih tangan Bandit dan menariknya keluar, namun aksinya tidak berjalan lancar. “Eh eh! TIdak bisa begitu dong, Jeng Izo! Aku sudah tidak tahan sejak tadi, tapi tiba-tiba dibatalkan? Jeng Izo jangan plin plan begitu!”Benar. Dia sangat plin plan. Izora tahu itu.“Ya, jadi maafkan saya. Kami haru
Baca selengkapnya
55. Pertarungan yang Sebenarnya
Darius memandangi seluruh piring di meja makan, penuh dengan makanan yang tidak pernah ada sebelumnya. Keningnya berkerut, begitu pun dengan Raline yang menatap semua masakan berbumbu kuat itu dengan heran.“Apa ini?”Darius mengernyit ketika aroma semua makanan itu menusuk hidungnya. “Siapa yang memasak ini?” Ditatapnya Sari tajam.Sari menunduk semakin dalam. “Chef Arman, Tuan.”“Kenapa dia memasak yang begini?”“Bumbunya sangat kuat.” Raline mengibaskan tangan di depan hidung sambil mengerutkan muka muak.“Kau bisa memakannya?” tanya Darius.“Rasanya tidak buruk tapi perutku mungkin tidak bisa mencernanya.” Raline memegang perutnya sambil meringis. Selama hampir dua minggu dia tinggal di sini dan menjadikan perutnya yang terbentur untuk menarik perhatian Darius.Izora datang secara tiba-tiba dan langsung duduk di kur
Baca selengkapnya
56. Menghabisi Darius
Bandit kembali mendapatkan berondongan peluru sebelum dia sempat meninggalkan tempatnya. Maka Bandit menghindar dengan cara bertiarap dan mencoba tidak menimbulkan suara gesekan antara pergerakan tubuhnya dan rumput.Ia melenggang cepat sebelum salah satu pengawal menyalakan senter. Ia beralih ke balik tanaman yang tumbuh sedikit panjang dan bisa menutupi tubuhnya saat ia berjongkok sambil terus bergerak.Tahu-tahu dia sudah berada di balik punggung salah satu pengawal yang berdiri di dekat salah satu tanaman bunga. Mereka berlima bergerak terpisah dan terpencar. Pergerakan mereka seimbang dan tidak kaku meski dalam keadaan gelap. BRAK!Bunyi itu lantas membuat pengawal lain menoleh dan segera menghampiri tempat Bandit. Namun, sayang rekan mereka sudah berada dalam keadaan tidak sadarkan diri.Hanya tersisa empat pengawal. Namun, cukup sulit karena mereka memakai pistol. Bergerak sedikit saja, Bandit bisa terkena muntahan peluru.Ah, a
Baca selengkapnya
57. Masih Hidup
DOR!DOR!Dua kali peluru itu menembus tubuh Bandit. Yang satu di bahu dan satunya lagi di punggung. Bandit menghentikan semua pukulannya. Di depan sana Bhanu sudah sempoyongan. Ia berusaha bertumpu pada pintu. Namun, tangannya yang memegang pistol masih kokoh.Izora terpaku dan tak bisa bergerak. Jantungnya seakan ingin keluar dari tempatnya. Untuk waktu yang lama Izora tak mampu menggerakkan kedua kakinya saat ia mendengar ledakan itu menembus daging Bandit.Bhanu kembali mengangkat pistolnya. Sementara Bandit sudah terhuyung mundur menjauhi tubuh Darius yang melemah. Bhanu sudah sangat siap menembak. Ia menarik pelatuk dan saat itu juga peluru melesat, tapi Izora sudah lebih dulu berlari. Ia pikir dia akan terlambat dan timah panas itu akan mengenai kepala Bandit. Namun, tidak. Dia tidak terlambat. Sebab peluru itu menembus lengan atasnya. Merobek kulit dan mengoyak dagingnya. Terasa panas, perih dan teramat sakit s
Baca selengkapnya
58. Menyerahkan Diri
“Berani sekali kau!” Bhanu menatap Bandit dengan berang. Wajahnya mendadak menjadi merah. Bhanu sudah maju menerjang dan menindih Bandit di atas lantai. Sedang Izora memejamkan mata tidak percaya. Sebenarnya apa yang dilakukan Bandit?!“Kau meremehkanku? Berani sekali kau datang ke sini dan membuka penyamaranmu dengan santai di depanku!" Bhanu melancarkan tinju berulang kali dan Bandit berusaha menepisnya.Pergulatan itu berlangsung tidak lama ketika Bandit akhirnya menerima satu pukulan dari Bhanu. Wajah Bandit terpelanting ke samping dan darah menghiasi sudut bibirnya.Bhanu bersiap melancarkan satu pukulan lagi ketika Bandit menahan tangan pengawal itu. “Aku akan membawa Izora dan pergi dari sini. Aku tidak akan mengganggu majikanmu lagi.”Bhanu berhenti. Kepalan tangannya mengendur. Ia mengernyit menatap tak habis pikir.Bandit mendorong Bhanu menjauh kemudian berdiri, menunggu Bhanu ikut bangkit sebel
Baca selengkapnya
59. Izora Menghilang
Tak perlu waktu lama untuk Bhanu berlari meninggalkan tempatnya setelah menyuruh keempat pengawal yang tadi dia tunjuk untuk ikut bersamanya.Tubuhnya terlihat panik, tapi tidak dengan hatinya. Dia hanya bergerak sesuai insting pengawal yang melayani majikannya. Dia segera masuk ke ruangan perawatan Darius dan mendapati lelaki itu sudah dikerumuni oleh dokter dan perawat.Bhanu mengharapkan laporan mengenai kondisi sang tuan, namun kerumunan dokter itu malah melewatinya begitu saja setelah saling berbicara secara pelan yang tidak bisa didengar Bhanu.Bhanu menunggu kerumunan dokter dan perawat itu meninggalkan ruangan lalu menghampiri ranjang sang tuan.Bhanu memperlihatkan raut wajah yang lega. “Syukurlah, Anda sudah sadar. Dokter tidak mengatakan apa pun kepada saya.” Darius hanya melirik sekilas. Perban tebal yang mengelilingi kepalanya dan memar-memar parah yang memenuhi wajahnya membuat lelaki itu cukup sulit bergerak.
Baca selengkapnya
60. Kau Kabur Karena Pembunuh Ini?!
“Kami menemukan rekaman CCTV yang menunjukkan mereka sedang menghentikan taksi di jalan depan rumah sakit.” Bhanu menatap kaku seperti biasa. “Kau yakin itu mereka?” “Postur pria itu sama dengan dokter yang masuk ke ruangan Nyonya terakhir kali. Dia menggendong seseorang yang tak sadarkan diri sampai ke lobi. Saat dia keluar, jas dokternya sudah dilepas dan dia melakukan kamuflase sampai rekan-rekan pengawal yang lain tidak curiga padanya.” “Teruskan.” “Dia menaiki taksi. Kami sudah melacak nomor platnya.” Bhanu mengembuskan napas. Ekspresi wajahnya sukar dimengerti. “Lanjutkan pencariannya.” Pengawal yang melapor itu pergi dan meninggalkan Bhanu sendirian di ruang tunggu khusus.  Bhanu menumpukan kedua siku pada lutut sambil mengusap wajah. “Aku hanya bisa membantu mereka sampai di sini, Claudia.” Bhanu terlihat frustrasi. Beberapa hari batinnya terus berperang. Sangat sulit baginya untuk memilih antara menjaga ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status