All Chapters of Dikira Miskin Saat Pulang Kampung: Chapter 71 - Chapter 80
304 Chapters
Rencana Baru
 "Kamu salah, Halimah! Mas yang sudah memintanya untuk membawa kalian pergi. Bagaimana bisa kamu menyuruhnya turun, hah?" "Harusnya dia berpikir, Mas! Ada suami dan Kakakku di dalam sana yang sedang melawan bahaya. Tapi dia bahkan menyuruhku ...." "Cukup, Halimah!" bentak Tomi. "Kamu terlalu menyudutkan Gina padahal jelas-jelas dia sudah berusaha membantu kamu pergi. Bagaimana jika Mas dan suamimu tidak selamat, hah?" Leha mencekal lengan Tomi dan menggeleng samar membuat laki-laki itu seketika terdiam. Halimah membuang muka ke jalanan sementara Vano masih bungkam dengan fokusnya menyetir. "Tidak baik kalian bertengkar sementara Allah sudah menyelamatkan hidup kita semua," tegur Karim bijak. "Bapak tau Halimah kalut, Tom. Dia tidak bisa meninggalkan kamu dan suaminya pergi, dan Bapak tau apa yang Halimah rasakan. Tapi Gina juga tidak bersalah, Hal. Dia meminta kita pergi untuk meng
Read more
Kekhawatiran Hesti
 "Berhari-hari firasatku berkata buruk, Kus," ujar Hesti di suatu siang. "Andai ada ponsel, Mbak ingin menghubungi Halimah dan keluarganya, bagaimana kabar mereka setelah membantuku kabur dari Ki Kusumo." Suara Hesti terdengar sendu. Berhari-hari dia mendapat mimpi yang sama, apalagi nuansa rumah Ki Kusumo selalu menghiasi mimpi-mimpinya selama ini membuat Hesti berpikir jika keluarga Halimah dengan dalam bahaya. "Kamu mau kita bagaimana, Mbak? Sementara untuk memiliki ponsel adalah hal yang seharusnya kita hindari. Bagaimana jika mereka masih mengincar kamu, Mbak?" Hesti terdiam. Perasaannya kalut mengingat betapa bengis Ki Kusumo kepada tawanannya. "Tapi bagaimana jika Halimah dan keluarganya kenapa-kenapa, Kus? Mbak tidak bisa memaafkan diri Mbak sendiri jika sampai itu terjadi." Kusaini menghela napas kasar. Belum genap sebulan dia dan dua wanita yang dia sayangi tinggal di kota ini, tapi nyatanya hidup
Read more
Bertemu mantan
 "Kamu tidak berhak menghakimi masa lalu, Gina, Hal. Mas tidak suka jika kamu mengungkit-ungkit keburukan orang lain." "Mas ...." "Sudah, sudah! Kita bicarakan ini nanti, tidak baik cekcok di tengah jalan," ujar Karim tegas.  Suasana mendadak hening. Leha menggenggam tangan Tomi dengan erat membuat hati laki-laki itu seketika menghangat. Sementara di tempat lain .... Kusaini mengemas beberapa helai baju ke dalam tas ransel miliknya. Tekadnya sudah bulat untuk pergi ke kota menemui keluarga Halimah.  "Kami yakin, Kus?" "Tidak ada pilihan lain, Kak. Aku ingin kita hidup tenang dengan memastikan keluarga Bu Leha dan Pak Karim." "Maafkan aku, seharusnya aku tidak merepotkanmu, Kus ...." "Mbak, kita ini keluarga sudah sepantasnya saling bahu membahu. Berdoa saja semoga semuanya b
Read more
Perasaan Kusaini
 "Gina ....?" Gina membuang muka saat dia menyadari kalau laki-laki yang baru saja dia tabrak adalah Kusaini, mantan suaminya dulu.  "Bagaimana kabar kamu, kabar anak kita?" Kusaini membantu Gina membetulkan letak motor yang baru saja tergeletak akibat menabrak dirinya. Entah mengapa, Gina merasa seperti takdir sedang mempermainkannya saat ini. Setelah dia jauh-jauh pergi merantau meninggalkan kampung dan Kusaini, sekarang justru mereka dipertemukan kembali disini. "Baik. Aku dan anak kita baik-baik saja. Maaf, aku permisi!" "Tunggu, Gin!"  Mau tidak mau wanita itu berhenti. Dia menoleh meskipun deru motor masih menghiasi kecanggungan di antara keduanya. "Kamu ... cantik sekali," puji Kusaini. Laki-laki itu masih saja belum bisa melupakan sosok Gina. Mantan istrinya yang sudah membuat kenangan buruk semasa masih men
Read more
Patah hati
 "Aku akan turun jika kamu membahas perihal perasaan, Mas." Gina mengancam sengit. Bukan tanpa alasan, dia tidak ingin Kusaini merasa bahwa dirinya masih memiliki perasaan yang sama. Padahal sejatinya rasa cinta untuk Tomi belum juga sirna. Kusaini meraup udara dengan rakus. Dia tau jika perasaannya mungkin tidak berbalas. Tapi tetap saja, mendapat penolakan dari mantan istri membuat lidahnya mendadak kelu. "Berhenti di jejeran ruko depan," pinta Gina. Tanpa menjawab sepatah katapun, laki-laki itu menghentikan motornya tepat di depan sebuah bengkel yang lumayan besar dengan nama Tom Reparasi.  "Tutup, Gin. Apa mungkin Mas Tomi libur ya?" Gina mengedikkan bahu. Dia membuka ponsel berharap ada pesan masuk dari Tomi. Tapi nihil. Nomor Tomi bahkan terakhir dilihat beberapa hari yang lalu. "Susah sekali mencari orang di kota besar," gumam K
Read more
Sikap aneh Halimah
 "Tamu siapa, Hal?"  Tomi keluar dari dalam kamar membuat Kusaini tersentak dan kembali menguasai dirinya. Bagaimanapun, Gina sudah bukan bagian dari hidupnya, tidak etis rasanya jika dia begitu mengulik urusan pribadi mantan istrinya itu. "Mas ...," sapa Kusaini seraya berdiri dan menjabat tangan Tomi. Laki-laki itu menepuk pundak Kusaini dan bertanya, "Aku kaget banget kamu bisa sampai disini, Kus. Bagaimana kabar Hesti?" Kusaini mengulas senyuman tipis. Lagi-- dia mengucapkan rasa terima kasih pada keluarga Halimah untuk yang kesekian kalinya. "Tidak masalah, Kus. Lagi pula Ki Kusumo sudah tertangkap. Insya Allah kita sekarang hidup dengan tenang," tutur Tomi, "Ngomong-ngomong bagaimana kamu tau rumah kami?" Kusaini menyingkir dari hadapan Tomi, membuat laki-laki itu seketika menyadari jika Kusaini tidak datang sendirian. Ada Gina sedang duduk di salah
Read more
Dibutakan Cinta
 Halimah tersentak mendengar bentakan Vano. Kedua mata wanita itu berkelindan air mata saat suaminya melayangkan tatapan tajam."Mas ... kamu membentakku?""Lalu apa Mas akan membiarkan kamu berbicara tidak sopan pada Mas Tomi, begitu?" Halimah melengos. "Kamu istriku, Hal. Jika kamu salah sudah sepantasnya Mas mengingatkan.""Tapi Mas Tomi ....""Berkali-kali aku bilang jangan mencampuri urusan hati Mas Tomi, apalagi kamu sampai mengungkit-ungkit apa yang sudah kita berikan. Sebagai adik kamu tidak pantas berbuat seperti itu, Halimah!"Halimah menunduk lesu. Dia berjalan gontai mendekati Leha dan memeluk Ibunya dengan erat, "Aku hanya tidak mau Mas Tomi gagal untuk yang kedua kalinya, Bu. Apa aku salah, Bu?"Leha membawa anak perempuannya duduk di atas sofa sementara Karim menepuk pundak Tomi dan berkata, "Duduklah. Kalian sesama saudara jangan sering bertikai. Selesaikan masalah yang kalian
Read more
Rencana keji Kusaini
 "Boleh Mas tau dimana kamu sekarang tinggal, Gin?""Tidak perlu. Mas bilang saja mau turun dimana, nanti biar aku antar. Lagipula sebentar lagi aku ada urusan," sahut Gina ketus. "Aku tidak mau orang-orang mengira kita ada hubungan, Mas ....""Kamu takut jika Tomi mengira kita akan rujuk?"Gina terdiam. Dia melengos saat menyadari Kusaini mampu membaca hatinya saat ini. "Jangan ikut campur urusanku, Mas. Katakan saja kamu akan turun dimana?"Kusaini seketika menghentikan motornya tepat di tepi jalan tempat dimana orang-orang sedang menunggu angkot. Suasana cukup sepi membuat Kusaini dengan tanpa ragu mencekal pergelangan tangan mantan istrinya. "Lepas, Mas!" teriak Gina. "Jangan berani menyentuhku hanya karena aku sudah membantumu! Kita bukan mahram!"Bukannya takut melihat tatapan mata Gina, Kusaini justru menyeringai dan mencekal dagu wanita di depannya. "Apa sekarang Ginaku sudah ber
Read more
Penyesalan Astri
 ***Sementara di tempat lain ...."Mas Tomi akan kembali pulang ke kampung, Bu," ujar Astri. "Apa aku dan Tirta datang saja ke rumah Bu Leha. Siapa tau dia mencari kami.""Untuk apa lagi, As? Dia bukan suamimu, Tirta juga bukan anaknya. Jadi jangan merasa kalau kalian berdua itu orang-orang penting dalam hidup Tomi," sahut Ibunya tegas. "Cobalah untuk membuka hati. Biarkan Tomi bahagia dengan hidupnya saat ini. Jika memang dia menaruh iba pada Tirta, itu hanya sekedar iba pada anak kecil, bukan pada darah dagingnya sendiri."Air mata Astri menggenang di pelupuk mata. Teringat masa-masa dimana hidup tanpa kekurangan karena Tomi cukup bertanggung jawab selama menjadi seorang suami. Belum lagi saat dirinya kekeuh ingin menguasai uang kiriman Halimah dulu, Tomi selalu mengalah dengan keinginan Astri meskipun tau Bapak dan Ibunya pun serba kekurangan."Tapi siapa tau Mas Tomi ....""Cukup, Astri. Cukup!
Read more
Keanehan Halimah
 ***"Mau kemana, Mas?" Vano mencegat Tomi di depan pintu kamar saat dia melihat betapa terburu-buru Tomi dalam melangkah."Aku harus pergi, Van.""Kemana? Apa ada masalah?"Mendengar Kakak dan suaminya berbicara, Halimah keluar dari dalam kamar dan menimpali, "Ada apa, Mas?""Entahlah. Mas Tomi sepertinya terburu-buru.""Aku ... aku minta maaf, Mas. Tapi jangan pergi dari sini ...."Tomi mendesah kuat. Dia mengusap pucuk kepala adik perempuannya dengan lembut. Bagaimanapun seorang kakak laki-laki tidak bisa menyakiti wanita di dalam keluarganya, baik Ibu maupun Halimah. Tomi begitu mencintai keduanya hingga mengesampingkan luka yang sejenak dia rasakan tadi."Mas sudah memaafkan kamu, Hal. Mana ada seorang kakak yang bisa marah pada adik sebaik kamu?"Mata Halimah berkaca-kaca. Dia memeluk Tomi dengan erat selayaknya seorang adik kecil yang sedang merajuk. Mel
Read more
PREV
1
...
678910
...
31
DMCA.com Protection Status