Semua Bab Sembilan Tahun Lagi: Bab 11 - Bab 20
122 Bab
11, Bhaga Pulang
VLAD merebut kunci rumah dari tangan Anna. Dia membuka pintu lalu menarik kunci dari lubang kunci kemudian tanpa merasa perlu diundang masuk dia langsung menerjang masuk dan membanting bokongnya di sofa.Tangannya kasar melepaskan semua isi kunci dari gantungan kunci. Dia mengambil kunci depan lalu mengambil sebuah kunci.“Ini kunci apa?” tanyanya sambil menunjukkan kunci di tangannya.“Kamar,” jawabku sambil tetap berdiri seperti pesakitan di ambang pintu. Pintu rumahku sendiri.Dia melempar kunci itu.“Ini?”“Lemari.”Dia melempar lagi.“Ini?”“Pintu samping.”Masih dengan gerakan kasar, dia menggabungkan dengan kunci yang dia pegang sejak awal. Lalu menyeleksi sisanya. Mengambil kunci pagar dan membuang kunci yang lain. Tiga kunci dia masukkan kembali ke gantungan kunci. Sisanya entah bertebaran ke mana.“Kumpulin kunci-kunci y
Baca selengkapnya
12, Ide
KEHIDUPAN di sekolah ini berjalan seperti biasa. Rencana Vlad seperti sudah menguap yang bahkan murid lain pun seperti sudah bosan merundungnya. Mungkin juga karena sejak awal ide itu tidak pernah dianggap serius. Hanya dianggap kehaluan yang hakiki dari murid unik yang selama ini dikenal suka membangkang.Pembahasan soal itu di ruang guru pun tenggelam. Terganti bahasan lain yang dianggap lebih penting di semester genap. Untuk kelas tiga, itu berarti persiapan ujian nasional. Anak seperti Vlad mungkin tidak bermasalah dengan nilai ujian. Tapi melihat kelakuan Vlad yang tidak berubah, guru hanya bisa menarik napas panjang.Tuntutan umum adalah semua anak harus lulus. Apalagi di sekolah swasta seperti ini. Apalagi sekolah ini tergolong sekolah prestisius. Tidak selalu juara tapi namanya wara-wiri di bagian atas daftar. Ada anak yang tidak lulus berarti noda. Ketidaklulusan Vlad tahun lalu adalah hasil rapat panjang dan maraton nyaris semua guru yang terkait dengan kurik
Baca selengkapnya
13, Diskusi
BHAGA sungguh-sungguh membangunkanku untuk menuntaskan hajatnya. Kebutuhan badaniah dan tidak ingin berlama-lama merajuk membuatku bisa mengimbangi permainan Bhaga. Kebersamaan fisik yang membuat pagi pertama Bhaga di rumah tetap hangat bahkan bisa dibilang panas. Serangan fajar membuat pagi menjadi lebih berenergi.“Kamu kayak gini, belagak nggak mau cuti.” Aku berlagak menggerutu sambil mengikat rambut. Ranjang kami kacau berkat pertempuran beberapa babak. Bhaga terkekeh sambil bergelung menguasai selimut.“Mau ke mana?” tanyanya ketika melihatku mengambil pakaian.“Lapar, Bhaga. Memang kamu nggak lapar?” Aku bangun dan dia lagi-lagi terkekeh.“Bangunin kalau sudah matang ya.”“Njih, Ndoro Bhagavad.”Aku tidak pernah berharap Bhaga membantu di dapur. Dia bukan type pria pemasak. Dia sangat payah di dapur. Sambil bersenandung aku menyiapkan semuanya. Nasi goreng spesial, k
Baca selengkapnya
14, Dua Cerita di Hari Berhujan
DISKUSI singkat Anna dan Vlad berakhir ketika bel tanda jam pelajaran berakhir berbunyi, tanda jam baru akan dimulai. Vlad bisa bergabung dengan teman sekelasnya lagi. Anna memandangi punggung Vlad yang menjauh sambil tersenyum. Semoga otak Vlad kali ini melancarkan aliran ide. Anna masih bertugas di meja piket.Dan hari itu berjalan tanpa ada kejadian lain. Lepas waktu pelajaran terakhir, Anna melaporkan hasil pembicarannya pada Bu Ros yang dibalas dengan anggukan mantap dan senyum lega.Jika kemarin panas begitu menyengat, kali ini langit begitu pekat penuh awan hujan. Anna menengadah ke langit melihat potensi hujan. Ini akan hujan, tapi kapan? Sekolah telah usai, waktunya pulang, dengan langit segelap itu, semua terburu pulang, berharap tak bertemu hujan di jalan.Anna pun sama. Belum ada titik gerimis sama sekali, dia memilih berkendara tanpa jas hujan. Tapi sialnya, di tengah jalan hujan turun. Semua pemotor menepi. Anna pun. Bermaksud memakai jas hujan, di
Baca selengkapnya
15, Pusing
TERNYATA aku butuh waktu lebih banyak untuk menenangkan diri. Bahkan aku berpikir tidur di sofa saja alih-alih ke kamar dan melihat Bhaga. Mengingat rumah ini hanya mempunyai satu kamar, membuatku semakin ingin segera merenovasi rumah. Dan itu membuatku kembali teringat percakapan yang membuat leherku menggelembung maksimal seperti katak.Tentu Bhaga sudah mendengkur ketika aku masuk kamar. Menarik napas panjang, aku merasa sangat-sangat jengah. Aku duduk di tepi ranjang, lalu merebahkan tubuh membelakangi Bhaga. Mungkin merasa ranjang bergerak, tidurnya terusik. Dari cermin meja rias di hadapanku, kulihat Bhaga bergerak memunggungiku. Aku semakin merasa jemu. Bukan libur seperti ini yang aku mau habiskan berdua dengannya. Tidak ada dalam rencana liburku untuk tidur saling memunggungi.Kutunggu dia untuk menghangatkan ranjang kami dan memulai proyek perkembangbiakan generatif tapi beginilah yang kudapat.Ting.Bunyi notifikasi ponsel di nakas mengganggu l
Baca selengkapnya
16, Dua Pilihan
SETELAH membersihkan diri, Vlad membanting tubuhnya ke ranjang. Kekesalannya selalu meluap jika melihat ibu sambungnya berkumpul dengan teman-temannya. Dia tahu, ibu kandungnya bukan sosok ibu yang sempurna, tapi jika perempuan itu tak datang, tentu keluarganya mash utuh. Vlad masih kecil waktu itu. Umurnya masih sepuluh tahun. Yang dia lihat dan dengar memang kedua orangtuanya sering ribut. Tapi dia tidak mengerti apa yang mereka ributkan. Keduanya orang yang sibuk. Papanya pengusaha sukses dan mamanya merintis karir di law firm terkenal. Vlad heran, keduanya jarang bertemu tapi ketika berada dalam satu ruang yang sama, ada saja yang mereka ributkan. Sampai akhirnya sang ibu pergi, yang dia tahu ke luar negeri melanjutkan sekolah. Hanya berbilang bulan, perempuan itu datang dan menjadi ratu di rumahnya. Papanya menyuruh dia memanggil Bunda. Tapi Vlad jarang memanggil ibu sambungnya. Ketika dia terpaksa berinteraksi, Vlad sering dengan tidak sopannya berkamu
Baca selengkapnya
17, Menyesal atau Bersyukur
VLAD menjemputku di rumah. Aku yang sudah menunggu di ruang tamu melihatnya datang dari jendela. Wajahnya berseri ketika turun dari mobil. Tanpa menunggu dia mengetuk pintu, aku langsung keluar. Tapi ketika dia melihatku, ekspresinya langsung berubah. Senyumnya hilang dan wajahnya berubah datar. Aku tanpa dibantu langsung naik dan memutup pintu mobil. Vlad pun sama. Sejurus dia terdiam lalu langsung memutar kemudi. Dia tetap diam sepanjang jalan. Aku pun diam tidak bertanya tujuan. Seakan pasrah saja dibawa Vlad ke mana pun. Sesekali kudengar dia menarik napas panjang atau mengembus kasar. Kurasa dia terlalu diam dan lebih cocok disebut melamun. “Kita mau ke mana?” tanyaku tiba-tiba setelah menyadari Vlad semakin jauh dalam lautan lamunannya. “Hah?” “Kita sudah lewat jalan ini tadi,” jelasku sambil menunjuk sebuag gedung. Dia menyugar rambutnya sambil menarik napas kasar. Aku mendiamkan saja sambil tetap menoleh ke arahnya. Ada yang merisaukan
Baca selengkapnya
18, Proposal
“VLAD, jujur aja ya, gue nggak yakin sama rencana lu.” Arif, kasie acara berkata setelah Vlad menjelaskan idenya. “Kenapa?” Vlad bertanya sampai alisnya bertemu di tengah dahi. “Lu tinggal milih mau acara yang mana.” Dia serius mempraktekkan ajaran Anna. “Gua pasti share ke yang lain. Kami akan diskusi. Tapi gue sudah bisa nebak isi kepala yang lain seperti apa.” “Apa?” “Vlad, gue tim acara, kalau gue gagal berarti acara gagal, dan gue nggak mau kerja gue gagal cuma gara-gara lu gagal.” “Loh, kenapa gue yang gagal? Gue kerja aja belum.” “Nah itu dia, gue nggak yakin sama hasil kerja lu. Tim gue juga sama.” “Sh*t!” Vlad memaki. Tapi lebih untuk dirinya sendiri. Kelakuannya membuat orang sulit percaya pada dirinya. “Gini deh, Bro. Gue tetap akan diskusi sama tim. Lu tetap jalanin rencana lu. Kalau lu berhasil, kita bisa jalanin rencana lu buat acara itu.” “Jadi maksud lu acara gue jadi cadangan?”
Baca selengkapnya
19, Jangan Memintaku Pergi
“MENGENALMU,” dia menoleh menatapku, “aku harus menyesal atau bersyukur?” Pertanyaan retoris yang menggantung mengisi ruang senyap di antara kami. Berdua, kami masih diam berdiri saling menatap. Tatapannya sulit kuartikan. Cahayanya redup, seperti bersedih. Ada juga kilas rindu yang memujaku. Ya Tuhan… Siapa menyangka, remaja yang dulu sangat kekanakan bisa tumbuh sedewasa ini. Dia terlihat sangat matang. Garis wajahnya keras. Tulang rahangnya tegas. Tegap terbiasa tertempa kerasnya hidup. Tapi apa anak seperti Vlad merasakan kerasnya hidup? “Kamu capek, Savannah?” tanyanya mendadak. Mungkin dia melihatku menarik napas panjang. Tanpa menunggu jawabanku, dia mengarahkanku ke sebuah pintu. “Ini kamarmu. Feel free.” Dia membuka handle lalu mundur mempersilakan aku masuk. Dan aku terdiam begitu melihat isi kamar. Ini kamar wanita dengan design interior sesuai seleraku. Jelas dia membuatnya untukku apalagi ada pigura besar berisi fotoku. F
Baca selengkapnya
20, Meeting
DAN dimulailah era pendampingan itu. Chat-chat panjang yang sering berujung pembicaraan absurd, meeting bersama tim yang Vlad bentuk. Dan diskusi yang sering berarti hanya berdua dengan Vlad. Anna mengerti, berorganisasi adalah hal baru bagi Vlad. Dia memang berteman tapi bermain dengan teman berbeda dengan berorganisasi. Berkali-kali Anna mengingatkan Vlad agar tidak terlalu mendikte yang terkesan egois. Bertoleransi seperti menjadi pelajaran ekstra untuk Vlad saat ini. Dia yang selalu membantah kali ini harus siap dibantah. Termasuk urusan jadwal menyebar proposal untuk mendulang dana. Tim ini berjumlah sepuluh orang, jabatan yang tertulis di proposal hanya pemanis saja. Pada dasarnya mereka bekerja serabutan, Benar-benar membuat Anna pusing. Ketika Anna melaporkan soal itu ke mentornya, Bu Ros hanya terkekeh ringan sambil menepuk bahunya. “Karena itu makanya kamu ada di sana, Anna. Untuk membuat mereka tetap di jalurnya. Biarin aja mereka begitu. Ini proyek no
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status