Semua Bab Pembalasan Sang Pewaris: Bab 1 - Bab 10
102 Bab
Clara Menghilang
Kedai makanan dua lantai bercat putih di persimpangan jalan tampak sepi sore itu. Wanita cantik berusia dua puluh lima tahun sedang mengelap meja. Apron hitam yang ia kenakan terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersinar.  "Aku akan belanja di tempat biasa, tolong periksa sup. Matikan kompor lima menit lagi," ujarnya sedikit lantang pada pria yang menyembulkan kepala dari arah dapur.  "Siap, Princess ..." Pria tampan dengan tubuh proporsional itu mengangkat tangan, membentuk sikap hormat.  "Vinn, stop it!" Bibir si wanita mengerucut sementara tangannya melepas apron.  "Clara, aku cuma bercanda. Lagipula aku tak sepenuhnya salah. Kamu memang seorang putri." Vinn tertawa renyah seraya mendekat. Tangannya mengusap pucuk kepala wanita yang telah menemaninya selama hampir setahun terakhir.  "Udah, aku belanja dulu. Jangan lupa pesanku tadi." Clara memba
Baca selengkapnya
Salah Sangka
Musik bergenre techno yang dimainkan oleh seorang DJ papan atas mengisi pendengaran Vinn tatkala ia memasuki club malam elite yang terkenal di kota D. Pria itu duduk di meja bar dan memesan segelas cocktail berbasis whiskey.  Malam ini ia ingin menyendiri setelah tadi sempat beramah tamah bersama kakek dan juga paman sepupunya. Namun sepertinya ia tak diijinkan sendirian. Seseorang menepuknya dari belakang.  "Vincent Alfredo!" seru pria dengan setelan santai berwarna hitam yang tampak sebaya dengannya.  "Lucas?" Vinn hanya mengangkat gelas dan tersenyum simpul.  "Aku kira salah orang, ternyata ini benar kau. Ke mana saja? Hm?" Lucas mengambil tempat di samping kawannya.  "Main," jawab Vinn asal.  "Setidaknya kau sudah ada di sini. Tunggu sebentar, aku akan memanggil yang lain," ujar Lucas sambil mengeluarkan ponsel tipis model te
Baca selengkapnya
Saudara Kembar
 Penat. Satu kata itu yang kini Vinn rasakan. Ia telah kembali pada rutinitasnya, memimpin sebuah perusahaan besar. Usai meeting siang tadi, Vinn memutuskan untuk pulang ke mansion. Bukan tanpa alasan, ia harus mencari file lama perusahaan yang sepertinya tersimpan di ruang kerja kakeknya.  Pencarian Clara masih dilakukan. Sudah hampir tujuh hari wanita itu menghilang dan anak buah yang telah disebar tak memberi hasil yang diharapkan.  Vinn memasuki ruang kerja yang terletak di lantai dua. Tempat ini tampak berdebu, sepertinya sudah berbulan-bulan tidak dibersihkan. Pria itu melangkah menuju lemari besar, berbagai buku manajemen bisnis berkumpul di sana. Ia mengambil salah satu yang bersampul merah tua. Dan selembar foto usang terjatuh ke lantai.  Perhatian Vinn teralihkan. Ia memungut foto itu dan mengamati. Ia menemukan sosok kakeknya di sana namun di usia masih sangat muda, sekitar dua pulu
Baca selengkapnya
Sangkar Emas
 Sinar mentari memasuki kamar mewah bernuansa putih dan emas melalui celah tirai jendela. Hari menjelang siang namun si penghuni kamar seakan enggan untuk membuka mata.  Pintu berukir terbuka usai terdengar ketukan, memunculkan wanita paruh baya berpakaian pelayan. Martha namanya, ia ditugaskan untuk mengurus wanita muda yang sejak seminggu lalu tinggal di rumah besar majikannya.  "Selamat pagi, Nona." Tangan pelayan senior itu meletakkan nampan berisi secangkir teh di atas meja lalu membuka tirai.  Suasana kamar berukuran tak biasa itu seketika terang benderang. Wanita muda yang tertidur perlahan membuka mata. Namun tidak tampak semangat di wajah cantiknya. Hanya ada tatapan kosong dan ekspresi datar.  "Tinggalkan saya sendiri, Bi," pintanya dengan suara serak.  "Nona, saya hanya menjalankan tugas. Satu jam lagi tuan muda akan mengajak Nona
Baca selengkapnya
Kesepakatan dan Ancaman
Clara memandang pantulannya saat duduk di depan cermin. Polesan make up tipis makin membuat wajahnya tampak menawan. Rambutnya tergerai indah, terlihat pas dengan dress putih lengan panjang yang saat ini ia kenakan.  Siang ini ia setuju untuk makan siang bersama Martin. Bukan untuk menikmati waktu melainkan mencari kebenaran tentang Vinn.  Vinn yang Clara kenal adalah pria jujur dan berhati hangat. Karena itu ia tak ragu menyerahkan hatinya pada pria itu. Sesungguhnya ia tidak ingin percaya begitu saja pada kata-kata Martin. Tapi jika diingat, Vinn memang seakan menyembunyikan sesuatu darinya.  "Fokus Clara, fokus!" Clara berucap sambil menepuk-nepuk kedua pipinya.  Tok. Tok. Martha masuk setelah mengetuk.  "Nona, Tuan Martin telah menunggu." "Saya tahu," jawab Clara pendek sebelum beringsut menuju pintu.  Cl
Baca selengkapnya
Rencana Perjodohan
Vinn terdiam selama beberapa saat. Ingatannya melayang, menelusuri waktu belasan tahun yang telah ia habiskan bersama Martin. Mereka telah melalui banyak hal, ia bahkan tahu apa kebiasaan buruk pria yang sebaya dengannya itu. Berbagai pertanyaan mulai berkecamuk dalam benaknya. Benarkah jika ia dan Martin adalah kerabat? Lalu apa Martin juga tak mengetahuinya? Tak ingin berlama-lama hanyut dalam pikirannya sendiri, Vinn memilih untuk memastikan sekarang juga. Pria itu beranjak, bergegas meninggalkan ruangan bernuansa abu-abu dan putih. Belum sempat Vinn mencapai tangga, seorang pelayan wanita menghampirinya dengan langkah sedikit terburu-buru."Tuan Vincent," panggilnya yang langsung membuat Vinn berhenti. "Kenapa?" Pria itu memeriksa jam tangan mahalnya lalu mengalihkan pandangan pada si pelayan. "Tuan Richard ingin Anda datang ke kamarnya.""Sekarang?" tanyanya lagi. "Benar, Tuan."Vinn mengubah
Baca selengkapnya
Insiden di Kamar
"Siapa?" Lucas bertanya pada Vinn sembari menunjuk dengan lirikan pada Zara. Mereka baru sampai di rumah berlantai tiga Keluarga Hazard. "Zara." Wanita itu mengulurkan tangan dengan percaya diri sebelum Vinn sempat bersuara. Ia tersenyum hingga tampak lesung pada kedua pipinya. Vinn masuk terlebih dahulu, meninggalkan dua orang yang kini asyik mengobrol di ambang pintu. Pria itu mengamati rumah bernuansa klasik yang telah Martin tinggali sejak kecil. Tak seperti sebelumnya, hari ini Vinn lebih teliti melihat semua foto keluarga yang terpajang pada dinding. Semua foto-foto itu tentang Martin, kedua orang tua juga kakak laki-lakinya. Tidak ada sosok yang sedang Vinn cari. Ronald Hazard. "Vinn," panggil sebuah suara yang sudah sangat dikenalnya. Pria muda itu menuruni tangga dengan cardigan biru tua. "Hei," sambut Vinn saat Martin mendekat. "Merasa asing? Salah sendiri kau tak datang kesini begitu lama," ujar Martin sambi
Baca selengkapnya
Gelang Giok
Martin membuka satu per satu kancing kemejanya dengan mata terarah lurus pada tubuh Clara. Wanita itu menangis. Namun isakan kecil yang keluar dari bibirnya terdengar bak melodi terindah bagi Martin. "Oh, come on Sweetie, jangan membuatku semakin ingin menyentuhmu," ucap Martin dengan suara berat. Pria itu kini bertelanjang dada, menunjukkan tato kepala naga dibawah lehernya. Senyum miringnya merekah, membayangkan dalam hitungan detik ia akan menikmati apa yang seharusnya menjadi milik Vincent. "Tolong lepaskan aku ...." "Teruslah memohon seperti itu. Aku suka mendengar suaramu saat menangis, Sayang," ujar Martin yang sudah tak mampu menahan gejolak nafsu. Pria itu menenggelamkan wajahnya pada leher Clara. Clara yang hendak menghindar justru memudahkan usahanya. Martin merengkuh tubuh itu erat hingga satu nama lolos dari bibir Clara. "Vinn," ucap Clara di tengah isakan. Nafsu yang semula berkobar mendadak hilang d
Baca selengkapnya
Pelelangan Gelap
Daniel menatap bingung pada wanita yang kini bergelayut pada lengan Vinn. Vinn membalas senyum, sepertinya ini adalah cara termudah untuk masuk ke dalam. "Hei, kalian sedang apa? Lihat, ini undanganku," hardik wanita tanpa nama pada dua penjaga yang justru terdiam."Oh, maaf Nona. Silahkan."Dua orang itu masuk, menyisakan Daniel yang telah mendapat isyarat mata dari Vinn agar mencari jalan masuk lain. Salah satu penjaga menatapnya tajam, membuat pria itu ingin segera beringsut dan melaksanakan tugas. Di dalam mereka kembali bertemu dua penjaga di pintu selanjutnya. Tugas mereka adalah memberi topeng pada tamu yang hadir. Vinn dan juga wanita iu menerima topeng yang berbeda. Si wanita masih menempel pada Vinn hingga masuk ke dalam. Vinn masih bertanya-tanya tentang acara apa ini sebenarnya. Di sana sudah ada lebih dari dua puluh orang yang tampak bukan dari kalangan biasa. Semua orang memakai topeng, tak terkecuali pelayan dengan setel
Baca selengkapnya
Sebaris Kekecewaan
Suasana yang dingin di ruang makan Mansion Alfredo. Vinn baru saja meminum sedikit kopi hitamnya dengan wajah tak berselera. Ia hanya menatap lurus pada laptop di depannya, acuh pada roti panggang madu yang mulai mendingin. "Vinn, selesaikan sarapanmu." Richard hanya melirik cucunya yang sedari tadi tak memandangnya sama sekali. "Aku sudah selesai," jawab Vinn tanpa mengalihkan pandangan pada layar. "Jangan terlalu memaksakan diri, kau hanya perlu mengawasi kinerja mereka di kantor.""Aku tahu."Bagi Richard, ini bukan pertama kali Vinn bersikap dingin padanya. Namun pagi ini ada yang berbeda. Pewarisnya itu tampak menahan kesal. Richard meletakkan alat makannya dan menyesap teh hijau sebelum bersuara kembali. "Ada yang ingin kau sampaikan?"Seketika pandangan Vinn berpaling. Ia menutup laptop dan menghela napas berat. "Kenapa Kakek memberikan gelang giok milik ibu pada orang asing?"Respon awal, R
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status