Semua Bab Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua: Bab 71 - Bab 80
90 Bab
Bab 71. Cerita Tentang Masa lalu Cecep.
Sementara itu di dalam hutan.Cecep sudah siap mandi dan tampak segar. Di atas tungku sudah terlihat pula beberapa ekor ikan yang dibakar dan menyebarkan aroma yang membuat usus melilit meminta jatah. Cecep duduk di atas pohon kayu yang rebah dan secangkir kopi menemaninya.Janeta turun dari atas pondok dan bersiap menuju ke sungai. Ia memang sengaja pergi ke sungai agak terlambat karena menunggu Cecep kembali dari sungai itu. Memang Cecep membutuhkan waktu agak lama karena ia menangkap beberapa ekor ikan terlebih dahulu untuk sarapan pagi itu.Janeta langsung memeriksa pakaiannya yang semalam ia jemur. Syukurlah pakaian itu tidak terlalu tebal hingga beberapa jam saja terkena sinar matahari sudah kering.“Neng mau mandi?” Cecep menyapa.“Iya, Kang! Kita harus segera turun ke kota untuk mencari Fitri.” sahut Janeta.Cecep terlihat sedikit melongo.“Apa tidak sebaiknya kita tunggu besok saja Neng. Saya rasa polisi masih
Baca selengkapnya
Bab 72. Tabrakan
Sementara itu Ratih dan Darna sedang melaju cukup kencang dengan sepeda motor dari desa menuju arah Jakarta. Cuaca yang sedikit panas tidak dihiraukan mereka berdua. Pikiran mereka hanya fokus untuk mencari Fitri dan menemukan baju berdarah yang diinginkan Salma. Mereka berharap urusan dengan Salma cepat selesai dan mereka bisa menjalani hidup dengan normal kembali.Ratih memeluk pinggang Darna dengan erat. Berbagai pikiran dan perasaan bercampur aduk di dalam pikirannya. Ia teringat pesan Janeta kepadanya ketika akan dibawa oleh polisi. “Ratih, cari Fitri dan temukan baju berdarah itu untuk Kakak!”Hari ini memang ia akan pergi mencari Fitri untuk mendapatkan apa yang diminta oleh Janeta. Namun sayangnya, Ratih sudah tidak lagi berbuat untuk Janeta. Ia melakukan itu untuk Salma. Yah, untuk Salma. Karena Salma sudah berhasil menjadikan mereka sekeluarga menjadi robot permainannya.“Kak Janeta, maafkan Ratih, Kak! Ratih tidak punya pilihan
Baca selengkapnya
Bab 73. Di Terminal Bus Kota.
Sekitar jam tujuh pagi Janeta dan Cecep sampai di tempat kontrakan Fitri yang lama. Rumah itu kini ternyata sudah berganti penghuni baru.“Maaf, Mbak mau cari siapa?” tanya seorang ibu muda yang pastinya adalah penghuni baru rumah petak itu.“Saya mencari Fitri, Bu. Saya tahu dia sudah pindah dari sini. Tapi... Kira-kira ada nggak yang tahu Fitri pindah kemana?” tanya Janeta berharap mendapat petunjuk. “Oh, maaf saya tidak tahu Fitri pindah kemana, Mbak. Cuma saya tahu tempat Fitri biasanya berjualan.” sahut ibu muda itu.Jawaban ibu muda itu tentu saja membuat Janeta senang dan memiliki secercah harapan. Ia bergegas meminta keterangan lebih jelas tentang keberadaan Fitri. Sementara Cecep dan si Hitam menunggu saja di atas sepeda motor.Setelah mendapatkan informasi yang cukup, Janeta meninggalkan rumah petak bekas tempat tinggal Fitri dan Lina ibunya pernah tinggal tersebut lalu bergegas mendekati Cecep yang setia m
Baca selengkapnya
Bab 74. Menyerahkan Diri.
Hari ini itu ketika pagi juga mulai menyapa di desa tempat tinggal Bu Asih, ibu paruh baya itu terlihat duduk melamun di atas tikar di ruang gubuknya yang tidak begitu luas. Di depannya ada secangkir teh manis yang masih mengepul asapnya.Mata Bu Asih terlihat sembab dan sedikit bengkak. Semalaman suntuk ia tidak bisa memicingkan matanya memikirkan kepergian Ratih dan Darna siang kemarin. Bu Asih yakin kalau kepergian mereka adalah untuk mencari Fitri guna memenuhi perintah Salma. Bu Asih yakin kalau Salma telah melakukan kejahatan yang sangat besar hingga ia melakukan apa saja untuk menyembunyikan kejahatannya itu dari polisi.Lalu pikiran Bu Asih kini tertuju kepada Janeta. Ia menghela nafas yang sangat berat.“Tak seharus si Neng yang menjadi korban dari semua ini. Si Neng sangat baik dan menyayangiku saat Ratih tidak berada di rumah. Ratih juga sangat menyayangi si Neng kayaknya ia mempunyai seorang Kakak.” gumam hati Bu Asih sedih. Ia menyeruput teh m
Baca selengkapnya
Bab 75. Kecurigaan Fitri Kepada Ratih.
“Kak Ratih mau mengembalikan baju itu kepada Kak Salma?” Fitri bertanya kepada Ratih dengan mata terbelalak.“Iya Fit!” jawab Ratih cepat-cepat menganggukkan kepalanya.“Ta..tapi mengapa Kak? Kalau memang benar baju itu adalah bukti kejahatan Kak Salma, mengapa Kak Ratih ingin mengembalikan kepadanya? Ia pasti akan membuang atau membakarnya, Kak!” ujar Fitri tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Ratih.Ratih nampak salah tingkah menghadapi Fitri yang ternyata cukup pintar. Fitri bukanlah seperti anak ingusan lain yang sebaya dengannya.“Tapi apa benar baju itu sudah dibuang Ibu kamu, Fitri?” setelah tercenung sesaat Ratih kembali bertanya.“Yaah..!” ujar Fitri masih belum mengerti apa alasan Ratih begitu gigih untuk membantu Salma mendapatkan barang yang sangat penting itu.“Apakah Kak Ratih telah berpihak kepada Kak Salma sekarang? Apakah mereka berteman?” Hati Fitri bertanya-ta
Baca selengkapnya
Bab 76. Dijemput Polisi
Darna memacu sepeda motornya menuju desa tempat tinggal mereka. Ratih di belakang berboncengan dengan manja. Hati kedua calon pengantin baru itu sedang berbunga-bunga. Hari bahagia mereka sudah di depan mata. Sekali-kali terlihat mereka bercanda dengan mesra.Hampir tiga jam menempuh  perjalanan, mereka sampai di perbatasan desa mereka. Dan beberapa puluh menit kemudian mereka tiba di jalan di depan rumah Ratih ketika mata hari sudah condong ke barat.Darna mengantarkan Ratih ke rumahnya. Di tangan kanannya ia menenteng plastik berisi belanjaan mereka tadi. Sedangkan Ratih membawa sebuah plastik kecil berisi makanan kesukaan ibunya. Dengan riang mereka berjalan beriringan di atas pematang sawah.Ibuuu...! Ratih pulang Buu..!” seru Ratih memanggil Bu Asih ketika mereka berdua sudah sampai di sudut pekarangan.  Ia berharap agar segera bertemu dengan Ibunya. Namun tidak ada terdengar sahutan dari dalam rumah. Rumah sangat sederhana itu terlihat sangat s
Baca selengkapnya
Bab 77. Amputasi
Sementara itu di sebuah rumah sakit.Salma masih tergolek lemah dengan perban terlihat melilit di kaki  kanannya yang baru saja di amputasi.Kaki kanan Salma remuk dan Dokter segera mengambil tindakan dengan memotong kaki kanan Salma guna untuk menghindari resiko pembusukan.Seorang lelaki paruh baya terduduk lemah di atas sebuah kursi roda tidak jauh dari tempat tidur Salma. Ia tiada hentinya menangisi Salma yang ternyata adalah putrinya.“Papa...!!”Suara Salma lirih memanggil lelaki yang sudah terlihat tua dari umurnya yang sebenarnya. Di wajahnya tergambar penderitaan yang begitu sarat.Kreet..kreet...Terdengar bunyi kursi roda mendekati tempat tidur Salma. Lelaki yang di panggil Papa oleh Salma tersebut meraih tangan kanan Salma dengan kedua tangannya, lalu ia bawa ke wajahnya dan lelaki itu menangis tersedu-sedu.“Mengapa harus terjadi seperti, Nak. Kamu harus kehilangan sebelah kakimu huhuhu...” ratapnya se
Baca selengkapnya
Bab 78. Rusmidi Dan Tuan Morat Turun Tangan.
“Mau ke mana kita Morat? Dengan pakaian begini pula!” Rusmidi memprotes Tuan Morat yang membawanya menuju sebuah gang yang sempit. Rusmidi risih dengan penampilan barunya. Memakai wig rambut panjang dan topi koboi. Kaca mata hitam dan stelan jas lengkap. Woow.. ini model busana tahun berapa? Tak ada kesempatan untuk bertanya. Tuan Morat yang mengatur semuanya entah untuk misi apa. Tuan Morat memarkir mobilnya agak jauh dari sebuah deretan rumah petak, lalu Tuan Morat mengajak Rusmidi berjalan agak mengendap-endap mendekati rumah kontrakan yang ternyata dihuni oleh Fitri dan Lina serta Hasan. Rusmidi makin kebingungan mengikuti aksi konyol sahabatnya itu.“Sssttt.. Kau ikut sajalah Midi. Aku pernah menguntit seorang wanita yang masuk ke rumah ini. Wanita itu masih muda berumur kira-kira tiga puluhan tahun.” jawab Tuan Morat sembari meletakkan telunjuknya di depan bibirnya. Ia menoleh kepada Rusmidi yang berjalan agak membungkuk di
Baca selengkapnya
Bab 79. Rumah Petak Nomor 6
“Itu seperti mobilnya Tuan Morat? Tapi mengapa rambutnya jadi panjang dan bertopi koboi kayak gitu?” Hati Janeta bertanya-tanya ketika ia dan Cecep melintasi sebuah mobil mewah yang terparkir di bawah sebatang pohon yang rindang. Dua orang lelaki berpakaian jas dan bertopi koboi dengan rambut panjang sebahu, terlihat akan memasuki mobil itu. Satu orang di sebelah kanan, dan satu lagi masuk dari pintu sebelah kiri.“Berhenti, Kang!” seru Janeta kepada Cecep yang tengah mengendarai sepeda motor sambil menyentuh bahu lelaki itu.Cecep segera memenuhi permintaan Janeta dan berhenti di pinggir jalan kira-kira sepuluh meter dari mobil yang diawasi Janeta.Janeta terus mengamati kedua lelaki yang kini telah masuk ke dalam mobil dan bergerak meninggalkan tempat itu. Janeta memperhatikan bagian belakang kendaraan yang mereka gunakan lalu ia tertawa sendiri.“Hahaha...”“Ada apa, Neng? Kok Neng malah tertawa?” tanya Cece
Baca selengkapnya
Bab 80. Menemukan Barang Bukti.
Fitri menyibakkan rambut yang sedikit menutupi wajahnya dan balas menatap Janeta.“Iya, Kak!” jawabnya disertai anggukkan kepalanya.“Tapi mengapa Fit? Bukankah Salma telah memperlakukan kalian dengan sangat buruk?”Kali ini Fitri menggelengkan kepalanya. Ia juga tidak mengerti maksud Ratih yang sebenarnya.“Apakah kamu memberikan barang itu kepada Ratih, Fitri?” desak Janeta khawatir.“Tidak!” Fitri menggelengkan kepalanya dan itu membuat Janeta tersenyum lega.“Baju itu sudah dibuang Ibu!” seru Fitri.“Haaah...!!!??” Janeta terbelalak berbalik kecewa.Fitri kembali mengangkat wajahnya yang tadi sempat ia tundukkan, menatap Janeta dengan bingung.“Sebenarnya baju itu milik siapa, Kak? Mengapa semua orang menanyakan benda itu?” tanya Fitri tak paham.Janeta hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lemah. Ia benar-benar kecewa karena barang satu-sat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status