All Chapters of ISTRIKU GILA? : Chapter 21 - Chapter 30
108 Chapters
Kabar Buruk
Permintaan Abah benar-benar membuat emosiku tersulut. Seenaknya saja dia meminta aku menikahi Maira saat aku sudah mempunyai Zainab. "Saya gak bisa, Bah. Saya sudah menikah dan sekarang istri saya sedang hamil. Tolong ikhlaskan takdir dari Allah ini, Bah!"Abah kembali mendaratkan tamparan padaku. Matanya berkilat penuh amarah. Namun, aku memang tidak bisa menikahi Maira. Kubiarkan Abah memuaskan amarahnya pada tubuhku tanpa perlawanan. Aku juga merasa bertanggung jawab pada keadaan Maira saat ini. Aku memang sudah menyakiti hatinya. Hanya saja, cinta baru yang dihadirkan Allah untukku saat ini bisa membuatku berubah lebih baik.Zainab, perempuan yang bahkan belum pernah kulihat wajahnya harus kuucapkan namanya dalam sebuah akad yang sakral. Itulah jodoh terbaik yang diberikan Allah untukku. Tanpa adanya zina meskipun hanya sekadar memandang atau bergandengan tangan. "Cukup, Pak! Bapak bisa memaki dan menghujat anak saya, tapi Bapak tidak bisa menyalahkan takd
Read more
Menanti dalam Doa
Aku terus berjaga menunggu Zainab. Meskipun kantuk sudah menguasai, aku tetap tidak bisa memejamkan mata. Namun, aku tidak bisa melakukan salat malam jika belum tidur. Aku pun berusaha untuk tidur di kursi samping ranjang Zainab sambil menggenggam tangannya. Menyetel alarm sekitar pukul dua dini hari. Hanya dengan bermunajat, hati ini bisa lebih tenang. Menyerahkan semua penjagaan dan keselamatan Zainab serta calon anak kami hanya pada Allah. Karena sesungguhnya, aku hanya manusia biasa yang tidak luput dari alpa. Alhamdulilah, aku mampu tertidur sejenak saat sadar alarm ponsel berdering cukup keras. Perlahan mengangkat kepala yang bersandar pada bibir kasur dengan posisi tangan bertaut dengan tangan Zainab. Mengerjap beberapa kali untuk mengembalikan kesadaran. "Mas Idan kenapa di sini?"Aku terkesiap. Mata jelita istri kecilku sudah terbuka. "Kamu sudah sadar, Za!" ucapku antusias. Kuciumi punggung tangan kanannya, lalu berpindah ke wajahnya. Kurasakan
Read more
Dewi Fortuna
PoV ZainabAku sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri oleh Allah. Pergi tanpa izin suami memang bukanlah hal yang dibenarkan. Apalagi, marah hanya karena salah paham dan tidak mau meminta penjelasan. Setelah dua pekan dirawat di rumah sakit, aku diizinkan pulang. Cairan dalam paru-paru pun sudah tiga kali dikeluarkan dan itu sangat menyiksa. Untungnya, aku masih bisa menghirup oksigen meskipun harus membayar. Sangat terasa jika kesehatan itu memang mahal harganya. Hanya saja, orang sehat seringkali lupa jika nikmat sehat itu hal yang paling berharga. "Kalau capek, bilang. Perjalanan Cirebon ke Jakarta sekitar tiga sampai empat jam."Perhatian Pak Dosen Pelit sangat besar untukku. Dia tidak pernah meninggalkanku lebih dari sepuluh menit. Katanya takut jika depresiku kambuh lagi. Depresi apa coba? Ish, mungkin karena Mas Zaidan saking takutnya aku kenapa-napa. "Iya, Mas. Aku udah sehat, kok. Mas Idan gak usah khawatir
Read more
Diary Angga
Sesampainya di Jakarta, aku mendapat telepon dari Pak Syamsul. Beliau memintaku untuk datang ke kampus pada jam makan siang. Aku sudah mengira jika hal ini pasti akan terjadi. Meninggalkan tugas selama dua pekan tanpa bisa dihubungi pasti membuat pihak kampus kebingungan mencari dosen penggantiku. Aku memang sengaja mematikan telepon agar tidak ada gangguan saat merawat Zainab di Cirebon. Apalagi, Abah beberapa kali melakukan panggilan meskipun tidak kuangkat. Hal itu menjadi salah hal yang membuatku enggan menyalakan ponsel lagi meskipun ingin. Aku menitipkan Zainab ke rumah Ibu terlebih dahulu karena tidak mungkin meninggalkannya di rumah sendirian. Masih banyak faktor yang membuatku enggan meninggalkannya sendiri. Di ruang rektorat, aku sudah ditunggu oleh Pak Syamsul dan juga tida wakil rektor kampus. Kutarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Lalu, berjalan mendekat di sofa ruang rektorat. "Pak Zaidan tahu bukan dengan peraturan di kampus ini ba
Read more
Saingan
Bisa melihat Zainab tertawa lepas seperti tadi siang membuatku tak peduli lagi dengan masalah Ilham ataupun Angga. Meskipun mereka sama-sama menyukai Zainab tidak akan berpengaruh apa-apa. Zainab sudah menjadi milikku dan saat ini tengah mengandung anakku. Setelah Zainab tidur, aku justru berkutat di depan laptop. Menuangkan ide yang baru saja muncul untuk dituangkan ke dalam tulisan. Banyak hal baru yang kudapatkan setelah menikah dengan Zainab. Menilai karakteristik perempuan berusia si bawah dua puluh tahun itu tidak mudah. Masa-masa itu adalah masa di mana perempuan mencari jati diri dan mengupayakan sebuah cita-cita. Mungkin tidak hanya untuk perempuan, tapi kali ini aku akan membahas tentang perempuan saja. Apalagi, bahan riset sudah di depan mata. Istriku sendiri. Zainab sangat berbeda dibandingkan dengan perempuan lain seusianya. Pada usia delapan belas menjelang sembilan belas, Zainab sudah harus menekan egonya untuk menjadi seorang istri. Dia membiarkan impiannya terbang
Read more
Kesal
PoV Zainab"Kamu gak usah temui tamu Ibu, Za. Langsung masuk kamar saja."Entah apa yang membuat Mas Zaidan menyuruhku untuk tidak menemui tamu Ibu. Aku merasa ada yang aneh dengannya. "Aku disuruh Ibu buat nganterin minum ini, Mas.""Aku gak mau dengar penolakan. Kamu masuk ke kamar sekarang dan gak usah lihat tamu Ibu. Biar Mas yang bawa minumnya ke depan," ucapnya pelan, tapi penuh penekanan. Dadaku memanas mendengar ucapan Mas Zaidan. Apa aku membuat kesalahan? "Masuk ke kamar!" perintahnya lagi. Kuletakkan sendok dengan kasar hingga terdengar bunyi berdenting karena beradu pada bibir gelas. Lalu bergegas meninggalkan dapur menuju lantai dua. Akan tetapi, aku tidak sengaja berpapasan dengan Ibu saat akan menaiki tangga. Beliau pasti melihat wajahku yang mulai basah karena air mata. "Kamu kenapa, Nak?" tanyanya. Aku hanya menggeleng tanpa menjawab pertanyaan Ibu dan meninggalkannya dengan raut wajah penuh tanya. Aku masuk ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Mas Zaidan se
Read more
Permintaan Maaf
Selepas mengganti lampu kamar Ibu, aku pergi ke masjid untuk melaksanakan salat Magrib. Namun, kesempatan menengok Zainab di kamar. Dia sudah selesai mandi dan bersiap untuk melaksanakan salat. Aku benar-benar merasa bersalah karena kejadian tadi siang. Zainab sangat marah denganku hingga dia enggan untuk makan siang dan memilih tidur. Hampir empat jam dia tidur sangat nyenyak. Berulang kali aku ingin membangunkannya, tapi dilarang oleh Ibu. Katanya, mungkin Zainab kelelahan dan menyuruhku membiarkannya tidur. Aku masih saja tersenyum jika mengingat wajah Zainab yang memerah karena melihatku selesai mandi. Dia memang pemalu, bahkan saat menjalankan kewajibannya, Zainab selalu meminta memakai lampu tidur agar tidak terlalu terang.Semoga aksiku tadi bisa meluluhkan hatinya agar tidak lagi mendiamkan suaminya ini. Aku bergegas ke masjid karena sudah terdengar kumandang iqamah. Pun melanjutkan mengikuti pengajian ba'da Magrib dan melaksanakan salat Isya berjemaah sekalian. Sampai di
Read more
Teman Kecil Zaidan
PoV ZainabAku sebenarnya tidak tega melihat Mas Zaidan harus memanjat pohon malam-malam. Namun, aku juga ingin melihat kesungguhannya untuk membahagiakanku. Bukan hanya dengan uang, tapi dengan niat dan perjuangan. Untung Ibu juga mau membantu. Jadi, suamiku yang maunya serba instan dan gemar belanja online itu mampu memenuhi permintaanku. Entah kenapa aku sangat menginginkan buah matoa sejak pulang dari belanja siang tadi. Melihat pohon dengan banyak buah bergelantungan membuatku menelan saliva. Aku berusaha menahan keinginan itu karena tidak ingin menyusahkan Mas Zaidan. Namun, aku justru memakainya untuk melihat kesungguhannya meminta maaf karena sikapnya yang menurutku kekanak-kanakan. Pagi ini, aku merasakan mual yang tidak mampu ditahan. Selepas salat Subuh, aku buru-buru ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perut. Padahal tidak ada bau wangi apa pun. Mas Zaidan juga sudah tidak pernah memakai parfum, tapi kenapa aku mual sekarang? "Za, kamu kenapa?"Mas Zaidan sudah pulan
Read more
Berusaha Memahami
Aku merasa kalau akhir-akhir ini sikap Zainab berubah lebih manja dan kekanakan. Dari segi usia, dia memang masih tergolong belia. Masih sangat wajar jika sikapnya sering berubah. Ditambah lagi hormon perempuan hamil yang bisa berubah drastis hanya dalam hitungan detik. Aku harus bisa lebih bersabar lagi saat menghadapinya. Tidak ingin jika dia kembali tertekan dan membuat depresinya kambuh lagi. Aku tahu jika traumanya belum sembuh secara total. Apalagi, ingatannya yang hilang sebagian itu pun belum kembali. "Za, bagaimana kalau kamu berhenti kuliah saja? Kamu fokus sama kehamilanmu."Zainab yang sedang mengupas buah mangga di meja makan menghentikan aktivitasnya. "Maksud Mas bagaimana? Aku masih mau kuliah. Aku ingin mewujudkan keinginan Ayah. Kalau Mas gak mau biayain kuliahku lagi, aku bisa sambil kerja."Zainab salah faham lagi. Cara berpikirnya cenderung pendek beberapa hari terakhir ini. Sikap legowo-nya mulai berkurang. "Bukan seperti itu maksudku, Za. Mas cuma gak mau kam
Read more
Ingatan Zainab Kembali
PoV ZainabEntah apa yang terjadi padaku? Belakangan ini, aku mudah sekali tersulut emosi. Mudah sekali marah dan melampiaskan pada Mas Zaidan. Dia pun pasti kebingungan dengan sikapku, tapi hati ini juga bingung. Dengan Dokter Kartika yang jelas-jelas hanya teman masa kecil Mas Zaidan pun aku bisa jealous. Padahal tidak ada yang istimewa pada obrolan mereka saat bertamu. Namun, aku seakan tidak terima jika Mas Zaidan tertawa lepas dengan perempuan itu. Bahkan, mereka sempat membicarakanku yang malah dituduh sebagai perusak rencana pernikahan Mas Zaidan dan Bu Maira. Mendengar itu, aku kembali merasa jika kehadiranku memang tidak diharapkan dulu. Apalagi jika mengingat Ibu yang sangat tidak menyukaiku di awal pernikahan kami. Dan sekarang ditambah lagi permintaan Mas Zaidan agar aku berhenti kuliah. Seakan tidak ada lagi orang peduli dengan perasaanku. Mereka hanya peduli dengan perasaan masing-masing. Namun, di saat bersamaan, ada tetangga yang mengabarkan jika ada pasangan pengant
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status