Semua Bab Suami Dan Mertua Tak Tahu Aku Banyak Uang: Bab 41 - Bab 50
73 Bab
Bab 29
  Perut yang membukit ini sudah terasa mulas-mulas, aku tahu ini pertanda akan lahirnya si kecil ke dunia, betapa haru dan bahagia yang kurasa, akan segera menimang dan memeluknya sepanjang masa.Ia memang lahir tanpa kasih sayang sempurna, di luar sana akan ada seorang ibu dan ayah yang menanti buah hatinya dengan rasa bahagia. Namun, tidak dengan bayi ini yang akan disambut oleh sang bunda saja."Mir, mau ke klinik sekarang?" tanya ibu, terlihat khawatir dan gelisah."Nanti aja, Bu, kayanya baru pembukaan satu," jawabku sambil mondar-mandir di teras rumah.Aku tak boleh manja dan lemah, bagaimana pun juga anak yang kukandung harus lahir normal, sehat dan selamat."Ya sudah nanti kalau mulesnya udah sering, kita ke klinik barusan Ibu udah telpon dokter kandunganmu."Aku mengangguk sambil menahan perihnya sebuah dorongan, hanya lantunan istighfar yang mampu menguatkan, sedangkan a
Baca selengkapnya
Bab 30.A
Bab 30.AIsi hati Heri (POV Heri)Usai Tania mengatakan ide konyol itu leherku berputar memandangnya beberapa ratus detik, haruskah aku lakukan itu lagi terhadap Amira? membiarkan ia terluka demi diriku yang tak bahagia."Kenapa? Kita coba aja ngomong sama Amira, aku yakin dia setuju," ujar Tania dengan percaya dirinya.Ia tak tahu saja Amira itu seperti apa, bahkan ia rela menukar nyawa demi kedua buah hatinya, sampai kiamat pun aku yakin wanita itu takkan menyerahkan anak-anak pada ayah kandungnya.Kupalingkan wajah ke arah Hanan, bayi berwajah bulat berkulit kemerahan, di wajah itu terlukis jejak ayahnya, Sisi jahatku memang menginginkan jika bayi Hanan tetap ada di sampingku."Emang kamu bisa urus bayi?" tanyaku tanpa menoleh wajah Tania."Ya pasti bisa kalau dicoba, siapa tahu aku hamil, Mas, setelah angkat anak ada kok temenku yang begitu."Kami saling terdiam dalam keriuhan, di luar sana orang-orang terdengar heboh menyaksikan dua ekor kambing di sembelih, sementara di sini aku
Baca selengkapnya
Bab 30.B
Bab 30.BMata ibu memerah menumpahkan segala amarah, beberapa detik kemudian ia menyeringai senang, karena semua orang beramai-ramai mencibir dan menghina kami bergantianAku tahu Tania pun sedang memendam bara yang siap dimuntahkan, oleh sebab itu sengaja aku mengeratkan cekalan, agar ia diam dan mengalah saja toh memang kami berdua yang salah."Kalau masih punya muka silakan pergi dari sini," ujar ibunya Amira, kali ini nada suaranya sedikit merendah."Dasar orang sok suci! Harusnya Anda mikir kenapa suami anak Anda bisa terpikat wanita lain, ya karena anakmu saja ga pandai jaga suami, dan juga ga pandai jaga penampilan," celetuk Tania dengan pandangan menantang.Terlihat Amira menjauh dari ketegangan sambil memeluk putranya erat-erat, dapat dipastikan lukanya kembali menganga, entah mengapa semakin waktu bergulir maka semakin dalam rasa iba ini menjalar.Maafkan aku, Amira. "Kaya Lo cantik aja, sadar diri woy coba bedak lo hapus sekarang, gua yakin muka loh ga ada apa-apanya sama
Baca selengkapnya
Bab 31. A
Bab 31. A(POV HERI)Semua perbuatan ada balasannya"Gimana? mau tetap menyuruhku minta maaf? sadar, Mas ini rumahku, jadi jangan seenaknya," ucapnya menantang sambil kembali duduk di kursi.Aku melirik ibu yang melengos meninggalkan kami, sudah pasti ia benci situasi ini, di mana sang menantu tak lagi menghargai dirinya, masih lebih baik Amira walau perempuan itu sering menantang, tapi ia tak pernah merendahkan suami dan mertuanya.Ah lagi-lagi Amira, ada perbedaan besar antara dirinya dan Tania, aku memang bodoh terpikat oleh perempuan yang cantik di luar, sedangkan hatinya lebih busuk dari seekor bangkai."Aku ini suamimu, Tania, ga pantes kamu ngomong kaya gitu." Suaraku sedikit merendah.Sesakit inikah rasanya tak dihargai? padahal pernikahan kami belum genap berusia satu tahun, lalu bagaimana dengan Amira yang hampir sepuluh tahun hidupnya tak pernah di hargai suami."Kalau kamu ngaku suami usaha dong cari uang, aku butuh banyak uang, pengen bayar servis mobil ga tahan kalau kem
Baca selengkapnya
Bab 31.B
"Aku mau kasih ini buat Tania, bagus ga?" "Bagus, Jeng." Ibu mengangguk sambil cemberut."Ini tuh oleh-oleh dari anakku yang sudah melakukan perjalanan ke Lombok, semoga aja Tania suka ya, Bu.""Anakku ada tiga, dua cowo satu cewe. Anak pertama yang perempuan punya dua butik besar di Jakarta, sedangkan anak kedua dia seorang CEO di perusahaan ternama, kalau yang bungsu sekarang lagi merintis usaha. Anak-anakmu gimana, Bu?"Ibu langsung terdiam sambil menundukkan wajah, apa yang harus ia katakan karena semua anaknya tak ada yang berhasil sukses dan membanggakan."Anak-anak Ibu itu pengangguran semua, Tante. Apalagi Ardan anak bungsunya kerajaannya tiap hari cuma ngerem aja di kamar kaya anak gadis," sahut Tania sambil melangkah menghampiri.Ibu diam dengan wajah murkanya, kali ini ia tak memiliki daya untuk melawan serangan hinaan."Semua manusia itu sama cuma ahlak dan keimanan yang membedakan. Ayo, Bu, masuk ke kamar," selaku berusaha memotong ucapan mereka yang menyakitkan."Tunggu
Baca selengkapnya
Bab 32.A
Bab 32.A(POV Rista)Semenjak perceraianku dan Ardan dilayangkan, Ayra anak kami selalu rewel tiap harinya, entah itu siang ataupun malam, bahkan seorang pengasuh berpengalaman pun tak dapat membuatnya tenang.Apakah ia memiliki ikatan batin yang kuat dengan ayahnya? secara anak itu sering digendong Ardan siang dan malam.Puncaknya adalah saat ini anak itu menangis dengan kuatnya, sudah dicek popok tak basah, di bajunya pun tak ada serangga bahkan ia tak ingin meminum ASI yang kuberikan, anak ini benar-benar membuatku stres!"Ayra masih rewel, Ris?" tanya mama usai membuka pintu kamar."Iya," jawabku sambil berdecak kesal.Kesal karena merasa terjebak oleh keadaan, seharusnya aku masih bebas mengekspresikan diri di luar sana, bukan terjebak menjadi seorang ibu yang harus menyusui siang dan malam."Ya sudah biar saya yang gendong." Mama mengambil alih Ayra dari tangan pengasuh, karena aku sudah lelah sejak tadi menggendong dan menenangkan tangisannya.Satu menit hingga lima menit tangi
Baca selengkapnya
Bab 32.B
bab 32.B (POV Rista)Mama berdecak kesal, tangisan Ayra membuatku kesulitan berfikir jernih, bawaannya selalu ingin marah-marah."Ya engga lah, ogah banget punya mantu pemalas begitu. Maksud Mama kamu perbaiki hubungan hanya demi Ayra saja, bilang sama Ardan untuk menjenguk putrinya kapan saja, siapa tahu Ayra rewel karena kangen papanya, atau anak itu bisa merasakan kegalauan papanya."Kusenderkan kepala ke sofa, rasanya berat sekali melakukan apa yang mama titahkan, padahal aku ingin sepenuhnya jauh dari Ardan dan masa lalu."Males ah," jawabku sambil menutup telinga."Kamu tuh ya ga bisa dibilangin ini demi Ayra." Mama duduk mendekati."Dahulu waktu kamu masih bayi Mama sama Papa bertengkar hebat, sampai berhari-hari ga saling tegur sapa. Tahu apa yang terjadi sama kamu? pengasuh bilang kalau seharian kamu rewel dan sering nangis, akhirnya kami baikan lagi dan setelah itu pengasuh juga bilang kalau kamu jadi lebih tenang seperti sedia kala."Aku diam dalam keheningan mencoba mence
Baca selengkapnya
Ba 33.A
(POV Amira)Di tengah rintikan hujan pak Satria datang sambil menggenggam sebuah payung yang melindungi dirinya dari basahan air hujan.Sudah beberapa hari aku tak ke warung, semua urusan diserahkan pada Sela dan Talita, kedua remaja itu tak pernah curang selalu memberikan laporan keuangan secara rinci.Usai saling berbalas kata salam, kupersilakan lelaki jangkung itu duduk di bangku teras, kebetulan Hanan sedang tertidur lelap, jadinya diri ini bisa istirahat sebentar."Mana Hanan, Mir?" tanya Pak Satria, saat aku ke luar membawa secangkir teh hangat."Tidur, Pak eh, Satria." Aku tersipu malu, masalahnya tak terbiasa memanggilnya hanya dengan sebutan nama."Jangan panggil Pak dong, kelihatan banget ya kalau wajahku kaya Om-Om." Ia menyeringai."Engga lah, mana ada Om-Om sekeren kamu."Ia mengusap rambutnya kepedean, senyum di wajahku terus mengembang jika di dekatnya entah kenapa."Diminum, Pak. Eehh kok Pak lagi." Aku terkekeh dengan kecanggungan ini."Dihh, Mira, jahat banget. Kala
Baca selengkapnya
33.B
Bab 33.B"Ya ampuun, aku ga suka wanita kaya gitu. Apaan kerjaannya cuma pamer aurat sana-sini, aku tuh suka perempuan tertutup yang mana tubuhnya hanya diperlihatkan untuk suaminya saja, keibuan, penyabar dan penuh kasih sayang. Semua itu ada di diri kamu."Satria memandangku dengan serius, kupalingkan wajah ke depan sana, kini hujan telah reda berganti dengan indahnya goresan pelangi."Kalau gitu kenapa kamu ga buat aturan aja sama karyawan perempuan di kantormu untuk menutup aurat jika bekerja," usulku, memang terdengar tak nyambung."Sebenarnya itu perusahaan milik Papa, tapi ide kamu bagus juga, insya Allah nanti aku coba terapkan ya." Ia mangut-mangut.Sekarang jadi bimbang harus mengatakan apa, jika kujawab ya bagaimana dengan Nasya apakah ia setuju aku menikah dengannya? apakah anak itu menerima Satria sebagai ayah kandungnya?"Santai aja, Amira. Fikirkan dan diskusikan ini sama Nasya, aku mau kita menikah dengan restu dan ridho semua orang," ujar Satria seolah bisa membaca ke
Baca selengkapnya
34.A
Bab 34.AAku mematung di tempat, diri ini terasa terpasung kala melihat harapan dan kekecewaan Silmi terhadap Satria, mungkinkah ia akan menganggapku teman jika tahu orang yang ia suka sudah melamarku jadi istrinya?"Mbak, kok bengong? kaget ya aku suka sama Pak Satria, secara dia duda dan usianya jauh lebih tua, emang sih lebih cocok sama wanita seusia Mbak, tapi 'kan namanya cinta ga mandang umur," celetuknya sambil menimbang-nimbang tubuh Hanan.Aku masih tak bergeming rasanya terkejut sekali dengan keadaanku ini, di mana harus bersaing dengan wanita muda, sexy, cantik dan energik, jika untuk menjadi istri Satria harus memerlukan penilaian seorang juri, tentulah aku akan kalah dengan dirinya.Silmi masih gadis dan tentu itu memberikan nilai lebih untuk lelaki, belum parasnya yang cantik dan aduhai mustahil sekali rasanya ada lelaki yang mengacuhkannya begitu saja."Dih Mbak Amira masih bengong aja, masih syok ya denger aku suka sama Pak Satria?""Mbak!""woy!"Aku terkesiap dari la
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status