All Chapters of Antara Dilema & Cinta: Chapter 21 - Chapter 30
140 Chapters
21. Tertahan di Kedai Kopi
Dari dalam kedai kopi, terlihat langit di luar mendung. Memerah di tengah gelapnya langit. Hampir seluruh dinding kedai terbuat dari kaca.Di dalam kedai kopi, penuh dengan pengunjung. Ada yang menjalin kasih, mengerjakan tugas, kumpul keluarga, dan tentu saja tak lepas dari sejumlah anak muda yang kumpul sekedar mengobrol. Di sudut kedai, dekat jendela. Ada Stanley dan teman-temannya."Hmm""Kenapa loe? Itu muka ditekuk mulu. Tenang, kedai loe masih ramai tuh." Salah satu temannya menyeletuk saat melihat Stanley melempar gawainya di sofa. "Yah tekuk lah. Yang beli cuman itu-itu aja, yang nongkrong juga itu-itu juga. Dasar para pencari wifi gratis." Kini seorang wanita berkaos santai menyeletuk, sembari melempar kartu UNO yang kini memang gilirannya."Ya elah. Penjahat teriak penjahat." seru temannya, melempar kartu UNO."Stanley, kini giliranmu!" Stanley tak menjawab. "Ley, loe kenapa sih?" kini wanita yang berkaos santai itu bertanya, n
Read more
22. Keheningan di Secangkir Teh
Pukul 23.30.Akhirnya kedai kopi sepi. Tak ada lagi pengunjung yang berkeliaran di dalam kedai. Stanley bisa bernapas lega. Badannya terasa remuk semua.Seharusnya cuman badan. Karena dari tadi dia bolak-balik beres sana-sini. Karena nggak mungkin saat kedai besok buka, kedainya berantakan yang terkesan kotor. Ia duduk di salah satu kursi kedai. Gio dan Bella sudah pulang sejak lima menit yang lalu, setelah beres-beres selesai. Mereka juga ikut merapikan kedai."Kata Gracia, Ananta sudah pulang. Tapi kenapa hati ini bilang nggak ya. Coba telepon lagi deh."Terdengar nada tersambung di sana. Stanley yakin kali ini Ananta pasti sudah mengisi daya gawainya. Namun, tak ada jawaban dari sana. Tak ada yang mengangkat. Satu-dua kali tetap tak diangkat."Ayo dong Ananta! Angkat!""Hallo!" Terdengar suara berat dari sana. "Ana-" Stanley yang awalnya semangat. Berpikir akhirnya Ananta mengangkat teleponnya. Berubah 180 derajat saat ia tersadar, yang menjawab bukan Ananta.Masih berpikir positi
Read more
23. Di Balik Semangkuk Tau Suan
"Ana, hari ini kamu nggak masuk kantor kan?" Ibunya memastikan.Alarm berbunyi keras dari samping tempat tidur Ananta. Ananta mematikannya dengan cepat. Tanpa buka mata. Sinyal lengannya cukup untuk bisa mencari keberadaan alarm dengan sangat akurat. "Mm..nggak Ma. Diberi izin untuk nggak masuk." jawabnya dengan kelopak mata masih tertutup. Ia hanya menggeliat. Mencari arah suara ibunya. "Kamu mau turun nggak? Atau masih capek?""Masih, ma. Badanku terasa pegal semua. Kenapa?""Ada Stanley di bawah.""Ha?" Kini ia membuka matanya perlahan. Menguceknya sekali. Terbangun dan duduk di ranjangnya. "Dia baru datang?""Iya.""Emang jam berapa sih sekarang?" Ananta mengambil gawainya. "Baru pukul enam gini kok. Astaga anak ini. Kemarin dicari nggak ada, sekarang pagi-pagi malah ganggu.""Ush...tak boleh ngomong kayak gitu. Dia itu pagi-pagi kesini karena khawatir.""Nggak ah. Nggak mau turun. Bilang aja aku masih tidur, ma!""Baiklah. Kamu
Read more
24. Ruang Panas di Kantor CEO
"Apa? Ana terkunci di toilet? Kok bisa? Kamu ngerjain dia? Kamu kan tahu aku cari-cari dia. Dan oh ya, katamu dia udah pulang. Kenapa malah bisa terjebak dalam toilet." Gracia berkoar dalam ruangan Nicho. Berdiri di depan meja Nicho. Sedang Nicho duduk di kursi kerjanya. "Ayo dong! Jawab aku, jangan diam aja!" Ia menopang setengah berat tubuhnya dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Udah selesai ngomongnya?""Iya udah. Cepetan ngomong. Kenapa dia bisa gitu. Jangan diam aja. Kemarin dia kayak gimana? Ada yang luka nggak? Ayo cepetan!""Gracia... kamu ngomong terus. Bagaimana saya bisa jelaskan. Sekarang kamu duduk dulu.""Aku nggak mau duduk. Aku maunya penjelasan.""Sst... jangan keras-keras. Nanti orang kira aku ngapain dirimu.""Emang.""Apaan?""Kamu udah bohongin aku, bilang Ana udah pulang."Nicho menghela napas. Apa lagi cobaannya kali ini. Kemarin udah dibuat ribet sama Ananta yang pingsan di kantor. Satpam yang kurang ada
Read more
25. Aku Lupa Bawa Dompet!
Stanley tak habis pikir. Kenapa malah situasinya berubah jauh. Di pikirannya sebelum sampai di rumah Ana, ia seharusnya marah dan geram atas kejadian semalam. Gawai mati. Pulang diantar bos. Lalu, Ana nggak mengabari dirinya kalau sudah pulang. Apalagi yang paling parah, tidur di ruang bosnya.'Damn!'Saat ia mengatakannya ada sebuah motor hitam berbelok di depannya. Jelas sekali tadi motor itu masih di belakangnya dan jelas-jelas lampunya tidak menandakan akan berbelok ke kiri."Hey, apa-apaan ini?" Ia memaki. Motor di depannya melaju. Terus melaju ke kiri. Stanley hampir aja akan menabrak badan motor itu, kalau ia tak segera mengerem.Ia menggeram tak karuan. Hatinya panas, otaknya panas. Kini satu pengendara nakal yang tak pakai lampu sen dengan benar. "Wah, gak bisa dibiarin nih!" Stanley menyusul, berbelok ke kiri. "Pantesan nggak bener, helm aja nggak dipakai, ugal-ugalan lagi.""Hei, berhenti. Yang pakai kaos biru di depan berhenti." Ia berteriak
Read more
26. Langit Sore dari Jendela Kedai Kopi
Jalanan sudah kembali tertib. Lalu lintas berjalan dengan lancar. Udara pagi masih terasa menusuk walaupun matahari sudah bersinar terang sedari tadi.Stanley gelisah. Apa yang harus ia perbuat?"Bapak-bapak ini kenapa sih? Nggak ada yang mau ngomong. Atau saya giring kalian berdua ke kantor polisi supaya kalian bisa ngomong disana.""Pak, jangan gitu dong!""Nah, sekali dibilang kantor polisi langsung bisa bicara? Bapak nggak pakai helm dan berdasarkan kesaksian bapak ini, bapak tidak menyalakan lampu sen. Bisakah saya lihat SIM dan STNK bapak?""Maaf Pak, saya tidak bawa!""Udah nggak pakai helm. Berkas-berkasnya juga nggak bawa. Bapak tetap kami tilang ya.""Dan Bapak, SIM dan STNK sudah bisa saya lihat?" tanya Pak Polisi dengan Stanley. "Maaf Pak, tadi saya terburu-buru jenguk pacar saya. Waduh, dia sakit pak. Saya kan juga galau pak. Bapak juga pasti galau kalau orang kesayangan Bapak sakit, pasti terburu-buru juga sama seperti saya.""Tapi tetap pak. Surat-menyurat berkendara i
Read more
27. Di Antara 4 Hati
"Udahlah. Yuk! Semangat! Anak-anak lain juga nggak semangat kalau pemiliknya aja nggak semangat." Si barista menepuk lembut bahu Stanley.'Siang nanti aku ke rumahnya Ana lagi deh!'***"Gimana ya anak itu? Temannya Gracia? Siapa tadi namanya. Oo ya Ananta. Aku coba telepon aja dulu deh." Nicho mengambil gawai. Mendekatkan pada telinga."Hallo Pak Nicho!""Gimana badanmu? Besok bisa masuk kerja kan?""Saya sudah mulai membaik pak. Tinggal istirahat lebih lama lagi. Besok sudah bisa masuk seperti biasa.""Oke. Baiklah. Dan oh iya, Gracia tadi khawatir sama kamu. Kamu kabari dia dulu ya!""Oh iya Pak, Gracia. Maaf Pak. Saya akan segera mengabarinya. Terima kasih pak! "Sama-sama."Gawai dimatikan. Cuaca pagi ini terasa sejuk namun tidak untuk hati Ana maupun Stanley. Begitu juga dengan Nicho. Karena Gracia berulah, ia sudah terasa panas dari tadi. Berdiri di depan jendela super besar kini lumayan membuatnya tenang. Di luar sana terdapat taman kecil dengan pemandangan yang serba hijau da
Read more
28. Nikah itu Gampang?
"Selamat siang, tante!" Stanley melongo ke dalam rumah. Bukan rumahnya pastinya.Kalau rumahnya sendiri, siang bolong seperti ini. Papanya pasti sudah pergi entah kemana, apalagi adiknya, mungkin hanya di dalam kamar. Dia hanya akan keluar kalau sudah waktunya makan.Sekarang ia ke rumah Ananta. Siapa lagi kalau bukan rumah gebetan."Ooh, Stanley! Selamat Siang! Siang-siang udah nongol aja kesini. Kenapa?" Ibu Ana membuka pintu. Tangannya penuh dengan tepung. Belum dibersihkan. "Wah, sepertinya aku ganggu tante ya! Sedang buat apa tante? Sini, biar aku aja yang nutup pintunya!"Ibu Ananta masuk ke dalam rumah, berjalan menuju dapur. Stanley mengikutinya dari belakang."Wah, buat kue ya tante?"." Iya nih. Kue lapis. Kamu tahu lah untuk siapa?""Ana kan pasti. Dia kan bentar lagi ulang tahun.""Ingat aja kamu!""Ingat dong, Tan!" Ia menjawab dengan bangga.Saat Ibu Ana mulai mengaduk adonan. Stanley mencuci tangannya di wastafel.
Read more
29. Pria Macam Apaan Kamu?
"Bukan hanya itu, tadi pagi Om juga dengar kalau Ana teriak dan nangis sama kamu. Pria macam apaan kamu? Bahkan membiarkan pacarnya sendiri diantar pulang sama bosnya. Untung bosnya baik dan masih muda. Kalau udah tua dan genit, bagaimana?" Pria paruh baya itu berbicara frontal. Ia adalah papanya Ananta. Calon papa mertua untuk Stanley. "Maaf, Om. Saya tidak bermaksud menyakiti Ana. Tadi kami hanya ada sedikit salah paham.""Ley, lebih baik kamu ngobrol sama Om di luar aja ya. Tante mau lanjut panggang kuenya."Ibunya mengambil alih. Mengambil spatula dan sendok besar dari tangannya Stanley.Stanley mengikuti saran Tante. Mengikuti Om yang sudah berjalan terlebih dahulu ke ruang tamu. Sebelum ia benar-benar pergi, ia menatap sekilas mata tante, berkaca-kaca dan nampak tidak memendam kebohongan di matanya. Sama sekali. Hanya ada mata yang penuh dengan kasih sayang. Om lebih dulu duduk di sofa. Menghela napas berat. Matanya menerawang ke luar jendela, ke luar rumah, memandang daun-dau
Read more
30. Atasan kok Rasa Bawahan sih?
Hari ini kantor nampak sangat sibuk sekali. Dari tadi pagi, karyawan bolak-balik keluar-masuk dari ruangan Nicho. Banyak karyawan yang masuknya santai, tapi sekali keluar seperti cacing kepanasan.Ada yang masuk dengan energi yang luar biasa, sekali keluar langsung lemas.Tapi ada juga yang masuknya gugup, setelah keluar mereka nampak lega dan bahkan nampak santai. Melihat hal ganjil yang terjadi di kantornya seperti itu, Gracia penasaran. Gracia bisa melihat dengan jelas antrian para karyawan di depannya. Satu per satu masuk ke dalam ruangan Pak Nicho.Sekarang ia sudah mendapat meja kerja baru. Mejanya tepat di luar ruangan Nicho. Persis di samping kanannya. Di sana ada dua meja. Satu untuknya dan satu untuk Aini, sekretaris pribadi Bu Pramita."Aini, ini kenapa sih orang-orang pada antre gini. Pak Nicho lagi bagi-bagi sembako?"Aini menoleh ke barisan antrean. Lalu, kembali menatap angka-angka yang tertulis di dokumen yang sedang dikerjakannya.
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status