All Chapters of Hati yang Terbagi : Chapter 101 - Chapter 110
147 Chapters
Bab 102
"Maaf, Ma. Ubay akan tetap pindah dengan atau tanpa persetujuan Mama. Cukup sudah Mama menyakiti hati Alina. Seharusnya Mama berada di pihak kami. Tapi, nyatanya Mama malah memihak perempuan murahan itu!""Mama sudah tobat! Mama juga tak mau Aina menjadi menantu Mama,""Tetap ini sudah keputusan terakhir Ubay, Ma. Jika saat ini Mama tega kepada Alina. Ubay yakin akan ada Aina-aina lain yang akan membuat Mama kembali menyakiti istri Ubay,"Mama terdiam, sedangkan aku berlari mengikuti masih Ubay. Berusaha membujuknya agar tidak kasar kepada Mama, walau sebenarnya aku juga ingin melakukan hal yang sama. Tapi, memaafkan jauh lebih baik."Tak ada toleransi lagi, Sayang. Besok kita akan menempati rumah ini. Mas akan meminta orang untuk membersihkannya. Karena ini terlalu banyak debu dan kotoran,"Aku tak berani lagi menjawab. Biarlah mungkin ini lebih baik, dan menjadi sebuah pembelajaran untuk Mama,"Kami berniat melanjutkan perjalanan ke rumah Flo. Sekarang sudah mendekati jam dua. Kami
Read more
Bab 103
"Pembunuh, kalian pembunuh!"Aku menatap Mas Ubay, sedangkan Mama tampak pucat. Kenapa malah diteriakin pembunuh sama Bibi Rosita?"Ada apa sih, Mbak? Teriak-teriak, ini rumah sakit,"Bukannya malah tenang, Bibi Rosita mendorong tubuh Mama hingga terdorong ke belakang. Mas Ubay dengan sigap menyambut Mama hingga Mama tak terjengkang."Bi! Bibi apa-apaan! Udah syukur anak Bibi kami tolong!""Kalian yang keterlaluan! Sejak awal Flo pulang dari luar negeri, dan dekat dengan keluarga kamu. Dia ketiban sial! Jatuh dari tangga, suaminya dipenjara, dan sekarang jatuh lagi,""Lalu Bibi menuduh kita yang melakukan itu, begitu?"tantang Mas Ubay."Iya! Kalian ngiri pada Flo, kan?""Ngiri? Ngiri untuk apa? Kalau ngiri sudah dari dulu Flo kami aniaya," Bibi Rosita terdiam dan menatapku tajam."Semua sejak ada dia! Kalau saja kamu tidak salah memilih istri, tak akan ada kesialan dalam keluarga kita!""Jaga mulut Bibi! Jangan bawa-bawa istri saya. Saya bisa saja melakukan apa yang Bibi tuduhkan itu
Read more
Bab 104
[Baiklah, mbak. Saya akan kirim alamat di sini, ya. Makasih sebelumnya,][Sama-sama, Bu. Saya nitip Mbak Flo. Mbak Flo itu sebenarnya orang baik, hanya saja dia merasa kehidupan tidak berpihak padanya,][InsyaAllah, Mbak,]Aku pun mengirim alamat rumah ini padanya. Sengaja aku tidak memberitahu keadaan Flo, agar dia tak kepikiran.Usai mengirim pesan balasan itu, aku segera keluar. Mama dan Mas Ubay tampak serius menonton televisi. Mama terlihat syok, sedangkan Mas Ubay memilih membuang pandangan ke arah lain."Berita apa, Ma?"Mama menunjuk ke layar datar itu. Mataku sontak melebar. Di sana terlihat jelas Aina yang di bawa polisi, berita tentang kasus Aina yang diduga kumpul kebo dengan managernya, juga ada laporan percobaan bunuh diri pada seorang wanita cacat."Astaghfirullah ..." Lirihku bersamaan dengan Mama. Aku meraih tangan Mas Ubay agar melihat apa yang aku dan Mama perhatikan.Dengan jelas berita itu memperlihatkan video Aina yang mendorong Flo dari dari rumah. Video yang se
Read more
Bab 105
"Pembunuh, kalian pembunuh!"Aku menatap Mas Ubay, sedangkan Mama tampak pucat. Kenapa malah diteriakin pembunuh sama Bibi Rosita?"Ada apa sih, Mbak? Teriak-teriak, ini rumah sakit,"Bukannya malah tenang, Bibi Rosita mendorong tubuh Mama hingga terdorong ke belakang. Mas Ubay dengan sigap menyambut Mama hingga Mama tak terjengkang."Bi! Bibi apa-apaan! Udah syukur anak Bibi kami tolong!""Kalian yang keterlaluan! Sejak awal Flo pulang dari luar negeri, dan dekat dengan keluarga kamu. Dia ketiban sial! Jatuh dari tangga, suaminya dipenjara, dan sekarang jatuh lagi,""Lalu Bibi menuduh kita yang melakukan itu, begitu?"tantang Mas Ubay."Iya! Kalian ngiri pada Flo, kan?""Ngiri? Ngiri untuk apa? Kalau ngiri sudah dari dulu Flo kami aniaya," Bibi Rosita terdiam dan menatapku tajam."Semua sejak ada dia! Kalau saja kamu tidak salah memilih istri, tak akan ada kesialan dalam keluarga kita!""Jaga mulut Bibi! Jangan bawa-bawa istri saya. Saya bisa saja melakukan apa yang Bibi tuduhkan itu
Read more
Bab 106
Hafidz sudah tidur, aku turun dari ranjang dengan perlahan. Aku meraih ponselku yang sedari tadi terdengar ada pesan masuk di sana.[Bu, saya dapat amanah dari Mbak Flo untuk menyampaikan sebuah surat untuk Mbak Alina. Kemarin saya lupa mengantarkan. Saya langsung pulang, sampai di kampung baru ingat ada surat buat Mbak. Saya kirim pakai eskpedisi saja, ya, Mbak?]Pesan dari pembantu Flo. Tumben Flo tidak berkirim pesan saja atau ngomong langsung denganku.[Baiklah, mbak. Saya akan kirim alamat di sini, ya. Makasih sebelumnya,][Sama-sama, Bu. Saya nitip Mbak Flo. Mbak Flo itu sebenarnya orang baik, hanya saja dia merasa kehidupan tidak berpihak padanya,][InsyaAllah, Mbak,]Aku pun mengirim alamat rumah ini padanya. Sengaja aku tidak memberitahu keadaan Flo, agar dia tak kepikiran.Usai mengirim pesan balasan itu, aku segera keluar. Mama dan Mas Ubay tampak serius menonton televisi. Mama terlihat syok, sedangkan Mas Ubay memilih membuang pandangan ke arah lain."Berita apa, Ma?"Mama
Read more
107
Assalamu'alaikum Alina.Mungkin ketika kamu membaca surat ini, aku sudah tak bisa lagi menyapamu, apalagi membuat hatimu hancur seperti dulu.Maafkan aku ya, Al. Terlalu banyak hal buruk yang aku lakukan padamu. Sedari dulu, saat kita masih putih abu-abu. Kamu tau, Al. Aku melihatmu sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna. Meski kamu tak memiliki harta. Mungkin itu sebuah keseimbangan yang Tuhan ciptakan, agar kamu tetap seperti itu. Sedangkan aku, aku memiliki segalanya. Apa saja yang kuminta akan dikabulkan dengan sekejap mata. Tapi, aku tak memiliki orang yang mencurahkan kasih sayang seperti yang ibu dan bapakmu berikan. Aku tak tahu, apa salahku, sehingga untuk dicintai saja aku harus mengemis terlebih dahulu.Kadang aku merasa aku bukanlah anak yang diinginkan orang tua. Mereka memang mencukupi segala kebutuhan, tapi mereka tidak menyirami jiwaku dengan kasih sayang. Al, maafkan jika aku punya keingin merebut cinta yang tercurah untukmu untuk kumiliki. Aku menginginkan hid
Read more
Bab 108
Aku kembali ke rencana semula, mandi lalu duduk di taman belakang bersama Hafidz, melihat akuarium besar yang berisi ikan-ikan hias dan mahal milik Mas Ubay.****Jam sudah menunjukkan angka tiga sore. Hafidz sudah tidur lagi, kenyang setelah minum ASI. Aku kembali menaruhnya di kamar. Ponselku bergetar, sengaja aku tidak mengaktifkan nada deringnya biar Hafidz tidak kaget lalu terbangun.Lea? Tumben anak itu menelpon. Biasanya hanya ngoceh di grup rempong."Assalamu'alaikum, Lea,""Wa'alaykumussalam warahmatullah, Kakak ipar, perutku sakit. Sepertinya aku akan segera melahirkan,""Ya Allah, le. Suamimu mana?" Tanyaku panik."Mas Arsyad sedang ada di persidangan. Aku ga enak menelpon dia, takut ganggu, Bang Ubay juga ga aktif ponselnya,""Astaghfirullah, Lea. Kamu bertahan ya, aku akan segera ke sana. Kamu tarik napas dalam-dalam lalu buang perlahan, jangan sampai ngeden. Oke! Terus beristighfar jangan putus," "Oke! Jangan lama-lama ya, Kakak ipar," rintihnya masih sempat-sempatnya
Read more
Bab 109
Kelahiran anak pertama Lea memberikan suasana begitu berbeda, kasih sayang tercurah untuknya. Tangis haru Mama dan anak perempuannya itu mewarnai hari istimewa dimana lahirnya anggota baru keluarga ini."Selamat, ya Lele!" Mas Ubay mengecup puncak kepala adiknya itu haru, matanya berkaca-kaca."Jangan panggil Lele, lagi napa, Bang. Nanti kalau anakku nanya kumisku dimana, aku harus jawab apa?" sungut Lea. Kami tertawa, di saat keadaan seperti ini, mereka masih sempat saling melempar candaan.Teman-teman di grup rempong juga datang memberikan selamat. Anak Lea yang berjenis kelamin perempuan itu ibarat anugerah yang turun di saat mereka sedang di timpa kemalangan. Kematian Floren dan masuk rumah sakit jiwa-nya Bibi Rosita seakan sebuah musibah di atas musibah. Mama tak henti-hentinya menangis. Namun, tetap bersyukur Bibi Rosita masih selamat dalam aksi bunuh dirinya.****Setelah beberapa hari dirawat, Lea akhirnya di ijinkan pulang. Kini dia tinggal di rumah Mama. Bersama denganku. Ka
Read more
Bab 110
Aku tertawa kecil, ingat gimana dulu Lala mengerjai Mas Ubay di mall. Lelaki itu benar-benar kapok hampir seharian mengelilingi tempat perbelanjaan dengan segala kemauan Lala yang aneh-aneh.."Tapi, Om ga kangen, gimana dong,""Hiks, kok Om begitu?"rajuknya. "Gapapa, tapi kalau perginya bareng Papanya Sabila, Om sih mau,"Lala cemberut. Katanya Papanya selalu sibuk. Jarang ada di rumah, Lala hanya di jaga oleh pembantu. Ya wajar saja, seorang pengusaha seperti Pak Freddy, sibuk luar biasa. Sama dengan Papa. Nyaris tak ada waktu untuk berkumpul kecuali hari libur.Mas Ubay pun menyalami Pak Freddy lalu memperkenalkan Ustadz Malik padanya. Lalu mereka pun memilih duduk di bangku tak jauh dari kami. Karena Pak Freddy tertarik juga untuk menjadi donatur tetap di pondok yang sedang dikelola oleh Ustadz Malik. Aku dan Lea memilih tetap diam di tempat. Bukannya tak menghargai tamu, tapi punya bayi begini, jauh dari kerumunan tamu, itu lebih baik.Dari sini, tawa Mas Ubay terdengar. Tampakny
Read more
Bab 111
Astaghfirullah, aku dan Lea saling tatap. Sedang Mas Ubay tampak salah tingkah."Nanti biar pulang sama saya aja, Ustadz,"Semua mata tertuju pada asal suara."Papa, Tante ini siapa? Kok papa mengajak pulang bareng kita?" Tanya Lala pada Pak Freddy."Ini adiknya Om ustadz. Nanti kita sekalian pulang, nganterin Tante Aisyah dan Om Ustadzdulu, ya?"Lala memperhatikan Aisyah lekat."Tante mau Lala anter?"Aisyah agak gugup, lalu menoleh ke arah Abangnya."Ga usah, Pak. Nanti Aisyah pulang bareng saya saja. Ga enak ngerepotin,""Gapapa, Ustadz. Nanti kita sekalian mampir, mau lihat-lihat pondok pesantren milik Pak Baihaqi ini,""Wah, MasyaAllah ..." Lirih Ustadz Malik."Aku mau bareng Pak Ubay aja," ujar Aisyah kekeuh."Maaf, Pak Freddy, Pak Baihaqi, Bu Alina, saya ijin pamit dulu. Bu Lea, saya pamit, terima kasih atas undangannya. Semoga anaknya menjadi anak yang sholehah," terburu ustadz Malik menarik tangan Aisyah. Ada raut kesal terlihat di wajah Aisyah."Kakak, kakak kenapa sih!" Ru
Read more
PREV
1
...
910111213
...
15
DMCA.com Protection Status