Semua Bab Istri Nakal Mas Petani: Bab 31 - Bab 40
281 Bab
31. Long Torso
Setelah menyampirkan selimut ke tubuh Sully, Wira masih jauh dari kata mengantuk. Pukul satu dini hari baru ia bisa jatuh tertidur. Tiga jam kemudian ia sudah kembali bangun. Rasanya sudah tidur terlalu lama. Dari luar ia bisa mendengar suara deham pintu dan obrolan samar-samar dua orang pria.Merasa kalau keramaian di rumah hari itu untuk kepentingan dirinya, Wira bangkit dan merapikan ranjang. Ia berdiri sebantar untuk mengamati kamar yang kurang ia perhatikan. Ternyata ia dan Sully tidur di kamar bertabur bunga plastik. Hanya beberapa kuntum mawar dan roncean melati di kepala tempat tidur yang bisa ia pastikan keasliannya. Ia meringis.Kalau nantinya Sully menikah sungguhan dengan pria yang berasal dari kota, kamarnya pasti lebih indah. Penuh dengan bermacam-macam bunga segar. Bukan bunga palsu seperti di kamar itu. Wira menggeleng samar dan meninggalkan kamar setelah menarik sedikit ujung selimut untuk menutupi telapak kaki Sully.Hal pertama yang harus dilakukannya pagi itu adala
Baca selengkapnya
32. Ujian Mas Wira
“Kamu berdiri di sebelah kiri, Gus. Pegangi bagian belakang, atasnya. Budhe kancing bagian pinggangnya ini. Pinggangnya kecil, ya Gus. Pas seukuran dua tanganmu aja ini. Makanya kalau enggak dipeniti, bentuk badannya enggak bakal kelihatan. Tapi, susunya gede. Ini, sih, Bagus yang pinter.” Budhe Lina sepertinya tidak peduli dengan sepasang anak manusia yang membisu dan gaduh dengan pikiran masing-masing karena perkataannya. Wira berdiri tak tahu harus membuang pandangannya ke mana. Sebelah kirinya hanya ada dinding yang tak jauh dari jendela. Sebelah kanannya, Budhe Lina sedang menunduk mengancing long torso Sully dimulai dari bawah. Dan di depannya ada cermin tinggi yang bisa membuatnya beradu pandang dengan Sully. “Ini pengantinnya, kok, diam aja? Pak Gagah ngomong kalau Bagus baru dua bulan menikah. Harusnya masih hangat-hangatnya. Pengantin laki-laki lain kalau Budhe minta bantu begini ... pasti senyum-senyum terus. Sepertinya langsung terbayang acara malam.” Budhe Lina terkikik.
Baca selengkapnya
33. Huru-Hara Pagi
Situasi pagi itu sulit diperdebatkan. Sully merasa protes hanya akan menyia-nyiakan waktu. Ia sudah menganggap dirinya sedang clubbing dan memakai atasan berjenis tube top yang mirip kemben dan berpotongan di atas pusar. Sudah biasa untuk pakaian masuk ke club, pikir Sully. Jadi ia tak perlu menganggap Wira melakukan kejahatan jika memandangnya sekilas-sekilas.Perkataan Budhe Lina soal ‘sebentar lagi langit terang’ memang bukan tanpa alasan. Suara orang-orang di luar semakin lama semakin bertambah ramah. Suara langkah kaki, pintu kamar belakang yang dibuka tutup berulang kali, juga suara furniture yang digeser. Malah sempat terdengar suara Pak Gagah berbicara pada seseorang, “Ya sudah kalau memang bagusnya di sini. Kursinya dikeluarkan semua. Susun ke sebelah kiri rumah. Untung banyak tikar.” Entah letak apa yang berubah. Dengan dekorasi sederhana yang dilihatnya di teras dan halaman, Sully hanya memperkirakan bahwa acara itu hanya akan dihadiri segelintir orang saja. Pak Gagah jug
Baca selengkapnya
34. Pesona Sully
“Tapi … makeup kamu juga belum selesai, Sul,” kata Oky yang baru mematikan kameranya. “Pokoknya saya enggak mau kalau Mas Wira jadi begini. Ini namanya kamu merusak yang sudah bagus. Sebenarnya Mas Wira enggak perlu dipakein segala macam sampai setebal ini. Tadinya saya kira bakal tahu takarannya. Nyatanya enggak. Ayo, cepat dihapus. Saya selesaikan dulu makeup sama Budhe Lina.” Sully berdiri sejenak melihat tangan Ningsih yang gugup berpindah antara kapas dan pembersih makeup. Ningsih menatap Budhe Lina dengan sorot takut-takut. “Budhe….” “Ya sudah, hapus. Memang enggak ada bagus-bagusnya, kok,” ujar Budhe Lina. Sully dan Oky bertukar pandang. Tidak ada bagus-bagusnya, tapi Ningsih dibawa untuk membantunya sebagai asisten. Sungguh atasan yang tidak bertanggung jawab, pikir Sully. Ia lalu kembali duduk dan memejamkan matanya. Wajahnya sudah berubah masam. Dan suasana hatinya mulai terganggu eh satu insiden itu. Ningsih lanjut membersihkan wajah Wira. Dan Sully sudah memejamkan ma
Baca selengkapnya
35. Kecupan
Suara Pak Gagah membawa pengaruh luar biasa di kamar itu. Budhe Lina langsung terbang meraih hanger berisi kebaya. Tubuh Sully dijejalkan dengan paksa. Dan Ningsih yang sejak tadi tidak berguna, kali itu bisa bergerak cepat mengancingkan kebaya putih yang membungkus tubuh Sully dengan sempurna. “Tuh, kan. Untung kemarin masih sempat diukur. Kalau pas gini semakin ayu,” kata Budhe Lina. Wanita itu lalu menoleh pada Wira yang berdiam sejenak di ambang pintu. “Nunggu apa lagi? Sana, Gus. Keluar duluan. Istrimu sebentar lagi nyusul,” pinta Budhe Lina. Wira mengangguk dan sempat melemparkan tatapan pada Sully sebelum keluar kamar. Sepuluh menit kemudian, Oky sudah menjepretkan kameranya beberapa kali untuk mengabadikan tampilan Sully. “Ini udah oke banget,” kata Oky, menunjukkan hasil jepretannya di ponsel. “Nanti foto berdua sama Mas itu, ya .... Buat kenang-kenangan,” tambahnya lagi. Sully tak menyahuti perkataan sahabatnya. Oky yang keluar kamar lebih dulu dibanding Sully, menghentik
Baca selengkapnya
36. Gunjingan
Wira melangkah lebih dulu keluar kamar dan melihat pagi itu ternyata dihadiri orang tiga kali lipat banyaknya dari yang ia perkirakan. Bapaknya duduk di dekat Pak Mangun yang seperti biasa hadir dengan dandanan nyentrik menyerupai dukun. Saat melihat kehadirannya di sana, bapaknya terlihat beringsut menjauhi Pak Mangun. Pasti ada sesuatu yang ingin dikatakan bapaknya.Belum lima menit ia duduk menghadapi meja kecil sebatas dadanya, Sully diantar masuk ke ruangan itu dengan wajah bingung. Budhe Lina dan asistennya terlihat seakan menyeret wanita itu untuk dinikahkan paksa. Detik itu, ia merasa semakin bersalah. Ia sudah memperalat Sully.Dan hal yang paling tak disangkanya pagi itu adalah ketika bapaknya menyodorkan sebuah kotak cincin padanya. Hatinya terenyuh karena menyadari kalau itu adalah cincin pernikahan yang dipakai ibunya sampai wanita yang melahirkannya itu meninggal dunia. Cincin emas murni yang bentuknya tak benar-benar bulat karena tergerus waktu.Lalu hal lain yang membu
Baca selengkapnya
37. Menggemaskan
“Pak Gagah, Pak Effendi itu...Pakdhe-nya Fariz, kan?” Saptono merapatkan berdirinya dengan Pak Gagah. Pria tua itu setengah tertegun memandang kedatangan keluarga tengkulak nomor satu di sana.“Benar. Pak Effendi dan Pak Fadly adalah kakak beradik yang usahanya sama. Sama-sama tengkulak dan sama-sama bersaing. Dibanding adiknya, Pak Effendi jauh lebih kaya dan berpengaruh. Kenalannya di kota orang-orang penting. Perasaanku agak enggak enak lihat mereka datang. Semoga enggak sampai ngomong apa-apa ke Bagus. Menantuku bisa dengar,” ucap Pak Gagah, meninggalkannya Saptono dan pergi ke dekat pagar menyambut keluarga Pak Effendi.“Pak Gagah ….” Pak Effendi menjabat tangan Pak Gagah sembari mengguncang-guncang dan menepuk lengan pria tua itu cukup lama.“Apa kabar, Pak Effendi?” Pak Gagah berbasa-basi.“Saya tersinggung enggak diundang,” kata Pak Effendi dengan raut cemberut dibuat-buat.Pak Gagah tertawa. “Ini hanya resepsi sederhana. Cuma untuk menyambut Bagus dan istrinya sekalian ngunda
Baca selengkapnya
38. Satu Sama
Sully merasa puas membuat Ratna meninggalkan pelaminan lebih cepat dari dugaannya. Tak sia-sia ia membuat tulangnya lunak dengan bersandar dan bergelayut di lengan Wira selama pria itu bicara dengan Pak Effendi. Ditambah lagi dengan tertawa manja sambil menggaruk lengan Wira dan sesekali menyembunyikan wajahnya di sana. Ratna berlalu dengan raut gerah. Sully ikut tersenyum dan mengangguk pada Pak Effendi ketika pria itu turun menyusul anaknya. Dari kejauhan Sully melihat kalau keduanya tak sempat menikmati hidangan. Pak Effendi malah terlihat mengomeli dua putrinya yang lain untuk cepat-cepat meninggalkan piring mereka. Benar-benar keluarga yang aneh, batin Sully. “Itu keluarga tengkulak paling berpengaruh belasan tahun di desa ini,” ucap Wira. “Banyak petani yang berhutang gali lubang tutup lubang dan terpaksa tetap terus menjual pada Pak Effendi meski dihargai sangat murah. Dia memastikan petani terus bergantung dan enggak bisa ke mana-mana lagi.” Wira menoleh pada Sully, lalu mema
Baca selengkapnya
39. Gatal, Mas
Ponsel Wira masih bergetar selama hampir semenit baru kemudian kembali senyap. Setelah dua kali menunduk berusaha melihat bentol gigitan nyamuk di kaki Sully, tapi mendapat penolakan dan kibasan tangan dari wanita itu, Wira menegakkan tubuhnya kembali. Ia tak mau jadi pusat perhatian para tamu. “Mas … aku capek,” kata Sully dengan wajah cemberut. “Sabar sebentar lagi, ya …. Pak Mangun sepertinya sudah mau pulang. Itu, lihat. Sudah berdiri jalan ke sini sa Bapak,” kata Wira, menenangkan Sully. Sully ikut melongokkan kepala memandang tempat yang ditunjukkan Wira. Pak Mangun yang berbalut rantai memang sedang berjalan bersisian dengan Pak Gagah menuju tempat mereka. Sully menegakkan tubuh menantikan pria yang katanya paling disegani dalam hal pelaksanaan adat istiadat di desa itu. “Ini menantu saya, Pak,” kata Pak Gagah seusai Wira berjabatan tangan dengan Pak Mangun dan giliran memperkenalkan Sully. “Mmmm … Enggak tahu kalau Tarmiah sudah lama meninggal, ya?” tanya Pak Mangun pada S
Baca selengkapnya
40. Nafkah Lahir
Kalau dalam pernikahan normal, sewajarnya malam itu adalah malam pengantin buat Wira dan Sully. Tapi pikiran itu memang tidak ada terlintas dalam benak Wira. Pernikahan yang membawa judul meyakinkan warga desa, hanya berakhir dengan Wira membuka akun sosial media Sully dan berdiam lama di sana. Hari itu, Wira memahami hal baru soal Sully. Pertanyaan orang-orang soal profesi artis yang digeluti Sully, awalnya tidak membawa rasa penasaran apa pun untuknya. Namun, melihat Sully begitu mahir dan menikmati memulas kosmetik ke wajahn, rasa penasarannya tergelitik. Jemari Wira menggulir layar ponsel. Melihat puluhan foto dan video yang kalau digabung jumlahnya ratusan. Tak ada foto atau video yang dilakukan Sully dengan sia-sia. Semuanya selalu bertujuan mengiklankan suatu produk. Sosial media milik Sully, sama sekali tidak menggambarkan kehidupan pribadinya. Semua hanya berisi iklan dan iklan. Bahkan video Sully sedang berolahraga santai pun, di akhir video tetap menyebutkan merek suatu p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
29
DMCA.com Protection Status