All Chapters of Penyesalan Setelah Poligami: Chapter 11 - Chapter 20
97 Chapters
11. Pertunjukan Menarik
Akhirnya aku dapat telpon dari nomor yang nggak kukenal. Aku tersenyum, hasil tebakanku ini adalah Syifa. Segera aku mengangkat telpon, terdengar Isak tangis putriku sangat menyayat hati. Syifa memberi kabar dengan nomor ponsel sopir taxi yang dia kendarai. Lega, ternyata pelajaran yang aku ajarkan kepada dia berhasil. Segera aku hubungi Bapak mertuaku untuk menyiapkan uang dan poin terpenting supaya tidak kaget."Pak, tolong siapkan uang. Syifa sedang pulang sendiri naik taxi, nggak usah ditanya apa-apa dulu sama Syifa, Pak. Cukup dipeluk supaya dia tenang," ucapku lembut sama Bapak. "Ada apa, Fit? Jelaskan!" Bapak bertanya dengan bingung, lalu suaranya meninggi. Ah ... Bapak marah. "Nanti Fitri jelaskan dirumah, Pak. Aku akan segera menyusul pulang bareng Bang Akram. Sama adik maduku," ucapku. "Jangan coba-coba kamu bawa adik madu kerumah ini, Fit! Bapak yakin, Syifa marah ada kaitannya dengan adik madu mu, Bapak nggak mau tau jangan sampai dia kerumah ini sekarang!" ucap Bapak s
Read more
12. Amukan Bapak Akram
"Daffa kamu sama ayah pulang pakai mobil ya? Bunda mau pulang pakai taxi," ucapku sambil tersenyum menahan tawa. Bagiku naik apapun yang penting sampai rumah, pakai taxi nggak buruk kan? Bang Akram sudah datang dengan mobilnya. Aku bukakan pintunya segera Daffa masuk dan Hilda duduk di kursi khusus di samping kakaknya."Daffa, Hilda nanti dijaga ya, mbokan ngantuk," pesanku sama anak keduaku."Siap, Bunda. Bunda beneran mau naik taxi? Bareng kami saja ya, Bun? Pleace!" ucap Daffa masih tak percaya dan penuh permohonan."Sayang, nanti malam kita bikin pesta barbeque InsyaAllah, nanti sampai rumah ngomong sama kakak ya!" ucapku untuk mengalihkan pertanyaan Daffa dengan berbinar penuh semangat."Asyik, let's go Ayah. Biar cepat ketemu Kakak,"Kamu masih polos sayang, beda dengan kakakmu yang sangat sensitif. "Bang, sambil ditengok ya Hilda,""Iya, Dek. Abang tunggu dirumah." Kini pandanganku beralih ke Hilda yang sedang asyik dengan jajannya. "Sayang, pulang sama Kak Daffa ya, nanti in
Read more
13. Isak Tangis Syifa
"Kenapa Syifa sampai pulang sendiri, kenapa kalian nggak ada satupun yang mengejar. Langkah kaki Syifa jauh lebih kecil dibanding kamu Akram! Oh ... iya bapak lupa, kamu sekarang lagi hangat-hangatnya dengan istri baru, tentu anak-anak Fitri tak lagi penting," ucap Bapak mulai mengatur nafas yang sesak. "Siapa yang mau menjelaskan!" bentak Bapak pada kami. Aku hanya terdiam mendengarkan bapak selesai bicara, aku pun tak bisa membendung air mataku mendengar kemarahan dan tangis pilu bapak. Selama bersama mereka baru kali ini mendapati bapak benar-benar kacau. Yang kemarin malam bapak kacau tapi ini jauh lebih kacau, karena berkaitan dengan cucu pertamanya. Aku melirik Bang Akram. Mata kami bertemu, seakan mengatakan biar Abang yang menjelaskan."Kemana wajah bangga kamu Akram, yang dengan bangga bisa menikah lagi. Menjelaskan hal seperti ini saja tak mampu, jika kamu tidak bertemu dengan istri barumu, kejadian ini nggak akan terjadi hari ini. Apa kalian sengaja, biar anak-anak tau den
Read more
14. Menangisi kesedihan anaknya
Aku semakin terisak mendengar pembicaraan mereka, aku urungkan masuk. Tadinya aku berdiri bersandar ditembok lama kelamaan tak kuasa menopang tubuh ini akhirnya aku duduk dan aku peluk lutut sendiri. Aku tau nak, meskipun kamu mengatakan bahagia kamu sebenarnya sangat sedih seperti halnya bunda. Namun bunda harus tegar demi kalian. Di sebelahku juga terdengar Isak tangis suamiku. Kamu mengatakan nggak peduli lagi dengan ayah, tapi bunda justru mengartikan kalau kamu sangat terpukul dengan kelakuan ayah. Kamu wanita sama seperti bunda, seorang wanita jika kecewa yang terucap justru pembelaan agar tidak terlihat lemah. Padahal kita aslinya kacau. Papa, Mama, aku butuh sandaran.Aku bangkit dengan kondisi badan sempoyongan, ayolah badan kuatlah. Aku harus sehat, untuk ketiga anakku. Aku terkulai lemas, namun dengan sigap ibu menopang tubuhku. "Sayang, kamu terlalu memaksakan keadaan untuk bersikap tegar, ibu tau kamu sangat terpukul. Kamu terlihat tegar tapi justru badanmu yang nggak a
Read more
15. Keseruan Pesta barbeque
"Ayah hanya mengatakan kalau Ayah sangat menyayangimu dan juga adik-adik kamu, Sayang." "Syifa juga sayang sama Ayah," ucap Syifa. Selesai bakar-bakar tinggal makan bersama disertai dengan celoteh anak-anak. Anak-anak begitu menikmati kebahagian. Aku terus memperhatikan Bang Akram yang sangat berbahagia dengan kebersamaan ini. Syifa sudah bergelayut manja kepada ayahnya, nampaknya gadis itu benar-benar terhibur dengan acara ini. Ayahnya pun terus memperhatikan Syifa, dan tak ketinggalan Hilda yang sudah ikut mengacak-acak makanan yang didepan ayahnya. "Ayah ... Yah ... Yah," ucap Hilda. "Iya, Sayang. Ayah yang nyuapin ya? Aaa ...." mengkode anaknya untuk membuka mulut. Hilda membuka mulut menerima makanan dari Ayahnya. Dia terus berceloteh dan bertepuk tangan menandakan perasaannya berbahagia. "Sekarang giliran kakak yang buka mulut, aaa ....""Ayah, mantap ya rasanya. Rasanya tak kalah dengan restoran yang sering kita datangi dulu, kapan-kapan kesana lagi ya?""Tapi bilangnya ras
Read more
16. Telpon Penuh Haru
Aku melonjak girang melihat nama terpampang dilayar full dengan gambar. "MasyaAllah, Papa, Mama. Kangen kalian, apa kabarnya?" ucap Fitri terharu, dia merindukan kedua orangtuanya. Mereka lama tidak berkumpul bersama keluarga dari Fitri, tepatnya sudah tiga bulan tak pernah menginap. "Papa kangen kalian juga, ... cucu-cucuku apa kabarnya? Besan, apa kabarnya? Ternyata anak manjanya Papa lagi berbahagia, Alhamdulillah firasat yang Mama maksud tidak benar, Mah. Lihat betapa bahagianya anak kita," seloroh Papa. "Iya dong, Pa. Hidup hanya sekali jadi harus dinikmati, harus bahagia ya kan, Pak?""Selalu ya kamu minta pembelaan sama Bapakmu, Papamu sudah dilupakan, ini Mama pengin ikutan katanya, Mamamu murung sejak hari Sabtu sampai malam ini, nggak nafsu makan. Sudah lihat sendiri kan, Mah. Anak kita baik-baik saja, mereka terlihat sangat bahagia. Habis ini mama harus makan yang banyak," ucap Papa panjang lebar. Deg ... anakmu tidak dalam keadaan baik-baik saja Papa, tidak seperti yang
Read more
17. Fitri Minta Ke Rumah Papa
Selesai makan mereka ngobrol beberapa saat, sangat tidak baik ketika habis makan langsung tidur, kecuali Hilda. Hilda selesai makan tanpa ritual sikat gigi sudah pulas di pangkuan ayahnya. Kedua anak perempuannya selalu menempel tak mau lepas dengan Ayahnya. "Kakak, sini sama bunda dulu. Ayah mau ngantar adikmu ke kamarnya," "Tapi, ayah janji temani kakak nanti pas mau tidur. Janji ya, Ayah," pinta Syifa kepada Bang Akram."Iya, Sayang. Nanti ayah temani, sekarang ayah menidurkan adik Hilda dulu ya?" Bang Akram pamit kepada putri kesayangannya. "Ok, Ayah," Syifa mengajungkan jempolnya kepada Bang Akram. Selesai dengan urusan Hilda, sekarang tinggal urusan Syifa. Inilah suamiku yang aku kenal selama ini. "Sayang, nggak usah dicuci biar besok pagi saja sama bibi, yang penting sudah diletakan semua disitu, Daffa kelihatannya sudah ngantuk banget kasihan kalau nggak ditemani," ucap Ibu. "Daffa, tunggu bunda sebentar ya. Tinggal dikit cuci piringnya, tanggung," "Cepetan, Bunda. Ngan
Read more
18. Kecurigaan Mama
"Siapa yang mau ikut Grandpa mancing di kolam belakang? Boleh pegang pancing sendiri-sendiri loh," ucap Papa semangat tanpa menoleh ke Syifa sembari menuju ke tempat penyimpanan pancing. Syifa anaknya sangat peka, jika pandangan ke arah Syifa jelas tau kalau itu tujuannya biar lepas dari Ayahnya. "Pa ... Pa ... ," teriak Hilda yang ada di gendongan Grandma heboh. "Adek paling heboh, Kak. Coba liat, mana bisa kamu, Dek," Daffa mendekat Hilda dan menciumnya dengan gemas. Daffa berlari mengikuti Grandpa. "Kak, Grandpa punya pancing banyak!" ujar Daffa dengan semangat. "Dek, kakak mau juga," Syifa melepaskan genggaman dari tangan ayahnya mengejar adiknya yang sudah bersama Grandpa menuju kolam belakangan. Bang Akram mengikuti mereka begitu juga denganku. Bang Akram dari dulu tak pernah pergi sembunyi-sembunyi selalu pamit dengan anak-anak. Beginilah sosok suamiku yang ku kenal, mungkin karena di rumah Papa jadi kebiasaan dulu dijalani kembali harus menjaga image. Kedua anakku sudah he
Read more
19. Desakan Mama
Ya Allah, sebaiknya aku harus bagaimana? Mending aku sendiri yang cerita atau Papa yang cari tau sendiri?"Nda ... Huaaaa ... Nda!" terdengar suara tangis Hilda memanggil bundanya. "Pa, Hida bangun. Aku ke kamar dulu, Pa, Ma" tangisan Hilda membuatku bernafas lega terhindar dari rentetan pertanyaan dari orang tua. Aku tau tidak selamanya aku mampu menyembunyikan ini semua terlebih lagi Syifa sekarang ini sering bertingkah membuat pertunjukan drama jadi sangat mudah di tebak kalau kami sedang tidak baik-baik saja. Aku menghampiri Hilda mengelus-elus lembut punggungnya hingga dia tertidur kembali, sampai aku sendiri tak terlelap, terbangun saat menjelang subuh. Alhamdulillah aku bisa tidur dengan pulas. Aku melepaskan pelukan dari Hilda untuk mandi dan sholat subuh. "Bunda, kita sholat bareng yuk," suara Syifa muncul dari balik pintu kamar. Aku meletakan jari telunjuk di depan mulutku sebagai isyarat agar suara tidak boleh kencang, adiknya masih tidur. Dia paham kode yang aku beri.
Read more
20. Strategi Sabar
Hening ... tet tot ... zonkArtinya mau tak mau aku akan bercerita dengan Mama. "Mama, maaf ... aku takut kalau Mama menertawakan keputusanku," Fitri kembali terisak karena merasa telah menyakiti hati Mamanya. "Sayang, walaupun Mama marah tapi kamu tetap punya hak dalam mengambil keputusan. Ceritakan!""Ma ... Bang Akram sudah menikah lagi, Fitri sekarang punya adik madu, Ma," ucapku perlahan. "Astaghfirullah, pantas saja dia nggak bisa ikut menginap. Jadi sekarang dia lagi pulang kerumah adik madumu?" tanya Mama, aku jawab dengan anggukan. "Ma, Bang Akram menyembunyikan status barunya dari kami semua, baru terbongkar Minggu kemarin. Bang Akram menikah lagi sudah 3 bulan. Bang Akram membohongi kami semua, Bapak dan Ibu juga tidak di beri tau. Bapak marah besar sama Bang Akram," aku mulai bercerita."Lalu apa yang akan kamu lakukan? Pahala menanti kalian jika cara kalian menjalaninya benar. Jika nantinya justru banyak mudharatnya/keburukan justru kalian ada dalam kubangan dosa," uc
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status