All Chapters of Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua : Chapter 11 - Chapter 20
42 Chapters
Bab 11
Aku berjalan memasuki rumah yang begitu megah.Mataku memandang ke tiap sudut ruang tamu yang begitu besar ini. Tiba-tiba kedua netraku memandang sesuatu yang mampu membuatku berdiri mematung.Dengan pandangan nanar aku melihat sebuah foto dengan ukuran yang besar terpampang dengan jelas di dinding ruang tamu.Tubuhku membeku. Jangankan ingin bergerak, untuk bernapas saja rasanya teramat susah.Di foto itu terlihat foto suamiku bersama seorang perempuan, suamiku menggendong anak kecil kisaran umur dua tahun, dan perempuan itu memeluk seorang anak lelaki yang ku tafsir berumur tujuh tahun.Tidak hanya itu yang membuatku kaget, disana terlihat jelas sosok ibu mertua yang duduk diapit oleh mereka. Senyum tercetak jelas di bibir orang-orang yang ada di foto itu.Apa maksud semua ini, Tuhan? Apa sebenarnya perempuan itu seorang janda beranak satu, lalu dinikahi oleh suamiku dan menghasilkan bayi perempuan itu?Ya Tuhan ... kenapa takdirku begitu buruk?Mas Rohim ... tega sekali kamu melak
Read more
Bab 12
Akhirnya kuterima secarik kertas itu. Kata demi kata mulai kubaca. Hati ini terasa sakit yang teramat sakit. Lagi-lagi Mas Rohim menabur garam diatas luka yang baru saja ia torehkan.Kuremas lembaran kertas itu. Sesak, perih dan kecewa melebur menjadi satu. Seperti inikah ternyata sosok suami yang telah membersamaiku selama lima tahun ini?Pandangan ini terasa mengabur seiring air mata yang mulai menganak sungai. Bibir ini tak mampu berucap sepatah katapun. Tes.Air mata mulai menetes dari sudut mata. Aku menangis dalam diam. Hanya air mata yang keluar sebagai bentuk betapa sakit dan kecewanya diri ini."Sekarang kamu sudah tahu, kan? Sudah percaya?" tanya perempuan itu dengan enteng, bahkan tak merasa bersalah sedikitpun.Aku diam terpaku. Masih mencerna kejadian yang saat ini kulalui. Benarkah semua ini?"Ya," ucapku dengan bibir gemetar. Hanya satu kata itulah yang mampu keluar dari bibirku. Ingin kucaci dan kumaki perempuan itu, tapi bibir ini terasa kelu. Tenggorokan terasa begi
Read more
Bab 13
Dengan langkah cepat, aku keluar dari rumah itu. Tak kuhiraukan Mas Rohim yang terus berteriak memanggil namaku."Bang, anterin ke terminal, ya!" ucapku kepada Abang ojek yang tadi kuminta untuk menungguku."Sekarang, Neng?" tanya tukang ojek dan aku mengangguk. Kuraih helm yang diberikan oleh tukang ojek itu. Di sepanjang perjalanan, bibirku menutup dengan rapat. Sesekali tukang ojek itu melirikku dari kaca spion, mungkin dia menyadari perubahan sikapku.***********Saat aku sudah berada di depan rumah Ibu mertua, kedua netraku melihat mobil yang belum pernah kulihat terparkir di depan rumah."Assalamualaikum," ucapku yang membuat orang yang sedang berbincang di ruang tamu langsung menoleh ke arahku.Tanpa menunggu balasan dari salamku, bergegas aku berjalan menuju kamar."Rum ... maafkan, Mas!" ucap Mas Rohim yang mengejar langkahku.Ya, orang yang kumaksud adalah Mas Romi dan sang ibunda tercinta.Dicekalnya pergelangan tanganku yang membuat langkah ini seketika terhenti.Aku memu
Read more
Bab 134
Aku melangkah dengan membawa koper menuju kamar, meninggalkan Ibu dan Bapak yang masih berdiri di ambang pintu. Kurebahkan tubuhku di ranjang yang hampir lima tahun ini tak pernah kugunakan lagi. Pandanganku lurus ke atas menatap langit-langit kamar.Berkali-kali kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Mencoba menata hati yang sempat terasa berkecamuk."Belum tidur, Nduk?" Tiba-tiba suara lelaki yang amat aku kenali terdengar."Belum ngantuk, Pak," ucapku lalu merubah posisi dari rebahan menjadi duduk. Terlihat Bapak mendekat ke arahku. Didaratkannya tubuh renta itu di sampingku. Terdengar Bapak menghembuskan napas panjang."Ceritakan sama Bapak, Nduk. Biar hati mu sedikit lega!" ucap Bapak dengan memandangku.Seharusnya sebelum sampai, aku sudah menyiapkan jawaban akan pertanyaan yang timbul dari kedua orang tuaku. Aku sampak tak terpikir, hati ini terlalu larut dalam permasalahan.Wajar saja Bapak merasa curiga, karena selama lima tahun berumah tangga dengan Mas Rohim
Read more
Bab 15
Aku berlalu pergi meninggalkan Mas Rohim yang belum selesai berbicara. Lelaki itu berjalan mengekoriku, entah bagaimana pemikiran lelaki yang telah membersamaiku selama lima tahun ini, sungguh tak punya malu sama sekali.Belum sempat sampai di dapur, aku terkejut melihat Ibu yang sudah berdiri menghadang kami dengan tangan kanan membawa spatula, lalu ada sapu di tangan kirinya.Bergegas Ibu menarik tubuhku dan menyembunyikan tubuh Mungil ini dibelakangnya."Heh, mau apa kamu kesini?! Jangan harap bisa membawa putriku lagi!" ucap Ibu dengan mengarahkan spatula ke arah lelaki yang notabenenya masih sah menjadi menantunya itu. Kurang sejengkal saja, mungkin spatula itu sudah terkena wajahnya. Wajah lelaki itu terlihat pucat pasi.Ingin sekali aku tertawa saat melihat wajah Mas Rohim yang ketakutan. Sesekali lelaki itu menatapku dengan wajah menghiba. Mungkin Ia berharap aku akan membantunya."Ma—af, Bu." "Ba-Bu-Ba-Bu. Kamu pikir kamu siapa memanggilku dengan sebutan, Bu?! Nggak sudi aku
Read more
Bab 16
"Baik, Pak. Rohim akan pulang," ucap Mas Rohim lalu berganti menatapku. "Rum, Mas pulang dulu, ya! Jaga diri baik-baik dan pikirkan semuanya dengan pikiran dingin!" ucapnya yang tak kupedulikan sama sekali.Akhirnya lelaki itu pulang, yang pastinya tanpa membawaku.Biarlah dia meminta waktu satu Minggu. Tapi sudah kupastikan, aku tak akan berubah pikiran."Bagaimana denganmu, Rum?" tanya Bapak saat Mas Rohim telah meninggalkan rumah ini."Pak! Ibu tetap nggak bakal ngizinin kalau Rumi balik sama tuh cecunguk! Emang Bapak ikhlas putri semata wayang kita di sakiti seperti itu?!" repet Ibu. Terlihat Bapak menghela napas panjang."Nggak ada orang tua yang mau anaknya disakitin, Buk," tutur Bapak dengan lembut.Memang begitulah Bapakku, berbeda sekali dengan Ibu. Tapi aku salut dengan Bapak, selama ini masih setia mendampingi Ibu dan begitu menyayangi Ibu."Nah, makanya! Lalu kenapa Bapak masih bertanya sama Rumi? Bapak ingin Rumi balikan sama tuh laki?!" ucap Ibu dengan nada suara yang ma
Read more
Bab 17
Bergegas aku masuk, saat aku sedang mengambil formulir, aku tersentak kaget saat tiba-tiba seperti ada seseorang yang memegang pundakku. Aku memutar tubuh ..."Hai ...," sapa seseorang yang membuatku tersentak kaget. Aku menoleh ke arah sumber suara. Mataku menyipit, keningku berkerut saat melihat sosok lelaki sedang berdiri di hadapanku sambil mengulas senyum.Melihatku yang hanya diam, ia berkata, "Kamu lupa sama aku?" tanya lelaki itu yang seketika membuatku kembali mengorek masa lalu. Kuingat-ingat kembali, siapakah pemilik sosok wajah tersebut. Namun aku tak kunjung mengingat siapa pemilik wajah itu."Sudahlah, Rum. Tak perlu bersusah payah untuk mengingat. Lebih baik kita berkenalan lagi. Namaku Rendra," ucap lelaki itu sembari mengulurkan tangan kanannya. Siapa lelaki itu? Apakah dia teman masa laluku? Tapi kenapa aku tak kunjung mengingatnya juga?"Hey!" "Eh, iya, Maaf." Kupalingkan wajahku, untuk menutupi rasa maluku."Namaku Rendra." "Nama saya Rumi," ucapku dan membalas u
Read more
Bab 18
POV Ibu Rohim.Apa yang kukhawatirkan akhirnya terjadi sudah. Menantu yang begitu menyayangiku, merawatku dengan begitu baik, kini tahu rahasia yang selama lima tahun ini kamu sembunyikan. Bangkai yang kami tertimbun, akhirnya tercium sudah.Rumi, menantuku pergi meninggalkanku. Bahkan saat aku pingsan dan masuk rumah sakit pun ia tak berniat mengunjungiku. Sesakit itu kah hatinya?Rasa bersalah terus menghantui. Ada rasa tak tega memperlakukan Rumi yang begitu baik, dengan begitu kejamnya. Namun apa boleh buat, hanya itulah jalan satu-satunya."Mana Rumi? Kamu nggak berhasil bawa menantuku kesini?" tanyaku pada Rohim. Dia baru saja datang menghampiriku yang sedang tergolek lemas di atas ranjang pasien. Bukannya menjawab, Rohim malah diam. Namun, tanpa di jawab pun aku tahu hasilnya. Pasti ia tak sanggup membawa Rumi untukku. Kuhela napas panjang."Ibu pinjam ponselmu," ucapku pada anak lelakiku. Kedua netranya menyipit. "Untuk apa, Bu?""Biar Ibu hubungi menantu Ibu. Ibu sudah hapal
Read more
Bab 18
POV Rumi.Ponsel yang tergeletak di atas bantal berdering, pertanda ada pesan masuk. Kuambil lalu kutekan tombol power. Nomor asing yang tertera pada bagian pengirim pesan tersebut. Kuusap benda pipih itu.[Selamat malam, Rum. Ini aku Rendra. Masih ingat atau sudah lupa?] Begitulah bunyi pesan tersebut. [Selamat malam juga. Alhamdulillah, masih ingat kok.] Kutulis balasan untuk Rendra, yang kusisipi emot senyum.Tak berselang lama, ponsel bergetar. Pertanda ada panggilan masuk, dan nomor asing yang ternyata milik Rendra lah yang menghubungi. "Kenapa malam-malam kok telfon segala?" lirihku dengan kedua netra memandangi layar ponsel. Dengan ragu, akhirnya kuangkat panggilan tersebut."Halo, assalamualaikum," ucapku saat panggilan baru saja kuangkat. "waalaikum salam," balas seseorang yang ada di seberang sana."Bagaimana kabarmu, Rum?" tanya Rendra. Memang, setelah pertemuan waktu aku mendaftarkan gugatan ceraiku, Rendra tak pernah menghubungiku."Alhamdulillah, baik. Ada apa ya, Ren?
Read more
Bab 20
Ditengah obrolan kami, tiba-tiba ada suara menyela. "Loh, kamu disini?" Sontak, aku menoleh ke arah sumber suara. "Rendra?!" ucapku saat melihat Rendra berdiri di sampingku. "Siapa, Rum? Teman?" tanya Ibuku. Bergegas Rendra menyalami kedua orang tuaku secara bergantian."Iya, Bu. Teman waktu sekolah," ucapku."Eh, silahkan duduk, Nak ....""Rendra, Pak, namanya," selaku."Silahkan duduk, Nak Rendra!" ucap Ibu melanjutkan. Terlihat Rendra mengangguk, lalu menggeser kursi, lantas duduk di kursi tepat di sampingku."Habis sidang?" tanya Rendra dan aku mengangguk."Loh, Nak Rendra tahu permasalahan Rumi?!""Kalau soal perceraian, Rendra memang sudah tahu, Bu. Soalnya, waktu mendaftarkan gugatan perceraian, Rumi bertemu Rendra!" ucapku. Terlihat kedua orang tuaku mengangguk. "Memang dasar tuh si mantan suami Rumi! Tega-teganya melakukan itu dengan Rumi. Padahal ... kami yang merawatnya pun nggak pernah menyakiti Rumi dengan begitu kejamnya!" geram Ibu. "Udah, Bu. Jangan begitu! Memang ta
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status