All Chapters of DINODAI SUAMI SENDIRI: Chapter 11 - Chapter 20
106 Chapters
Part11
Tiba-tiba aja jantungku jadi berdebar-debar tak menentu. Zein melepaskan bibir seksinya dari pipi mulusku. Dia tersenyum puas, kemudian melingkarkan tangan kirinya ke pinggangku. "Kita pulang jam berapa, Sayang, hemmm?" lirihnya di telingaku, namun tetap terdengar oleh mereka. Sandiwara ini belum juga selesai.Nafasku terasa sesak atas tingkah liarnya. Si kucing garong ini nggak mau menyia-nyiakan kesempatan rupanya. Aku terpaksa ikut tersenyum, sembari mencubit pinggangnya dengan diam-diam agar tak diketahui oleh trio ember. Namun sepertinya cubitanku tidak berefek ke kulitnya. Atau, jangan-jangan dia sengaja menahan rasa sakit agar masih bisa terus memelukku. Awas kamu ya, Zein. Tunggu aja pembalasanku. "Duh, Mas ganteng ini bikin ngiri aja deh.""Iya, nih. Kok tiba-tiba aku jadi gerah ya.""Aku cari suamiku aja deh.""Iya, nih. Suamiku juga ngilang kemana lagi.""Aku ajak suamiku pulang aja deh. Pengen cepat-cepat ehem.""Ya udah, yuk, yuk!"Huft... Akhirnya trio ember pun meng
Read more
Part12
Tiba-tiba ada yang terasa hangat di dada ini, melihat tangan wanita itu sesekali memukul lengannya Zein. Dasar ganjen tingkat dewa. Calon-calon pelakor juga kayaknya nih. Cewek gatel. Sukanya godain suami orang. Tak tinggal diam, aku pun menyusul ke tempat mereka. "Lagi ngobrolin apa, nih?" sinisku, sambil membusungkan dada dan menenggerkan kedua tangan di pinggang rampingku. Wanita itu tampak kebingungan. Mungkin bertanya-tanya kenapa aku bisa tiba-tiba muncul dan melabraknya. "Siapa, ya?" tanyanya dengan gaya sok menawan. Najis!"Oh, iya. Ini....""Aku istrinya Zein. Kamu siapa?" Aku memotong ucapan Zein yang baru ingin menjawab pertanyaan wanita itu. Wanita berambut panjang dan berbulu mata hasil cangkokan itu menatap ke arah Zein. Dengan senyum menawan Zein membalas tatapannya. "Iya, Mbak. Ini Tyas, istri saya," jawabnya dengan sopan. Huh, sebel. "Oh, kirain masih perjaka," wanita itu memutar bola mata, malas. "Emang masih, Mbak.""Zeinn!" hardikku. Aku spontan merangkul l
Read more
Part13
Kuk kuruyuuuk....kuk kuruyuuuk.... Alarm dari gawai mahalku berbunyi. Membuatku terpaksa bangun untuk mematikannya, kemudian tidur lagi. Satu jam kemudian bangun lagi, setelah cahaya sinar matahari mengintip dari celah jendela yang membuat mataku menjadi silau. Salah pilih kamar rupanya. "Zein... Dah bikin sarapan belum?" teriakku, saat membuka pintu kamar. Tak ada jawaban. Duh, kemana itu cowok. Nggak nyahut lagi. Jangan-jangan masih tidur. Dasar pemalas. Enak aja mau santai-santai. Mentang-mentang punya istri sultan, mo ikut-ikutan jadi sultan. Dengan tergesa aku menuju ke kamarnya. Menggedor pintu sambil teriak-teriak. Tak ada sahutan. Mo langsung ngedobrak, takut dianya lagi polosan. Bisa-bisa mataku ternoda. Walaupun sebenarnya udah pernah ternoda sama yang lain. "Zein....aku masuk nih." Aku pun membuka pintu kamarnya. Dan taraaa.... kosong. Eh, kemana itu orang? Mana tempat tidur udah rapi lagi. Aku pun kembali menarik rapat pintu, dan melanjutkan pencarian. Ke kamar mandi
Read more
Part14
"Aduh, aduh sakit, Yas. Aku nggak salah," ucapnya membela diri. "Berisik! Pokoknya pulang. Masak sarapan!" bentakku lagi. "Iya, iya. Lepasin dulu. Sakit, Yas.""Bodo amat!".Aku menyantap roti bakar selai kacang yang baru di siapkan Zein. Rasa kesal masih membayangi dan membuat dada ini masih terasa panas. "Tadi aku lari paginya jam enam lho, Yas. Tapi ibu-ibu komplek pada ngajakin ngobrol. Aku jadi nggak enak kalo tiba-tiba pergi.""Halah, alasan. Emang dasar kamunya aja yang keganjenan. Sadar Zein, kamu itu punya istri. Jadi nggak usah sok tebar-tebar pesona, deh.""Dih, yang lagi cemburu...," godanya. "Heh, siapa jugak yang cemburu. Aku tuh cuman nggak mau ketahuan, kalau hubungan kita itu cuman pura-pura. Jadi kamu juga harus bisa jaga sikap.""Iya, iya. Maaf. Lain kali aku nggak akan lari pagi lagi," sesalnya."Iya, nggak usah. Nanti badan kamu tambah bagus."Eh? Keceplosan lagi. Dia kembali senyum-senyum sendiri. "Nah itu, kenapa make baju-baju seksi kek gitu. Sengaja? Mo
Read more
Part15
Aku mengucek-ngucek mata indahku, untuk memastikan bahwa penglihatanku masih baik-baik saja. Refan? Ngapain nih anak ngirim inbox ke aku. Setelah tiga tahun nggak ada komunikasi sama sekali. Sejak putus tiga tahun yang lalu, aku dan dia sudah berhenti berkomunikasi. Dia tak ingin lagi berhubungan denganku, karena ingin segera menikah dan tak mau calon istrinya jadi cemburu. Iyyuh... Kini, laki-laki yang sudah kupacari selama dua tahun itu kembali menyapa. Dih, mau apa dia. Mau balikan? Jangan harap, ya. Pria nggak bertanggung jawab kaya dia itu, nggak akan mungkin lagi bisa meluluhkan hatiku. Tapi, kenapa tiba-tiba dia ngubungi aku? Apa nggak takut istrinya marah? Secara, walaupun usia lebih tua, aku tetap lebih cantik dibanding dia. Dasar Refan nya aja yang mata keranjang, pantang liat daun muda yang lebih segar. Dasar kambing! "Kamu kenapa, Yas?" suara Zein tiba-tiba mengagetkanku. Gawai, dengan logo buah di gigit kalong itu hampir terjatuh kalau tak segera ku tangkap. "Kenapa
Read more
Part16
Bunyi notifikasi whatsapp menghampiri. Kulihat foto profil seseorang yang dulu memblokir nomorku, mengirim pesan. 'Yas,' tulisnya. Duh, mau apa lagi sih si Refan. Bukannya dia bisa lihat sendiri kalau sekarang aku udah nikah. Jangan-jangan dia iri lagi, karena suamiku tuh lebih segala-galanya dari dia. Hahay... akhirnya kalah juga kamu kan, Re. Demi harga diri yang pernah terinjak-injak olehnya, aku pun mengabaikan pesan itu tanpa membalasnya. 'Kok nggak di balas? Kan udah di baca?' Pesan baru muncul. Bodo amat! Aku kembali mengabaikannya. Tak lama terdengar suara dering panggilan. Huft... "Apa sih? Nggak ada angin nggak ada ujan tiba-tiba nelpon? Kurang kerjaan, ya?" cerocos bibir seksiku setelah menerimanya. "Nanya kabar dulu kek, Yas," sahutnya dari seberang sana."Udah deh nggak usah basa-basi, mo ngapain kamu? Mo pamer, kalo istri kamu bunting lagi, atau kamu beli rumah baru lagi, naik jabatan? Dapet bonus? Pamer aja di sosmed, Re. Selalu lewat kok di berandaku. Jadi nggak
Read more
Part17
Zein? Duh, ngapain lagi dia di sini? Apa dia nggak punya uang lagi, buat bayar makan siang sendiri? Mana muka nya garang lagi. Zein pun semakin mendekat dan menyentuh lenganku. "Makan siang di kantin aja!" Dia menarik lenganku, dan nggak tau, kenapa aku nurut. Kami jalan beriringan dengan tangannya masih menggenggam tanganku hingga keluar dari kafe. So sweet banget nggak sih. Namun sejurus kemudian dia berhenti, begitu mendengar suara Refan. Oh, no. Mau apa dia?"Sopan dong, Bro. Main bawa-bawa aja. Punya tata krama, kan?" celanya. Oh, shit. "Kayanya yang nggak punya tata krama itu kamu. Berani-beraninya ngajak ketemuan istri orang." Ouch... good people!"Oh, jadi suaminya Tyas. Biasa aja dong. Nggak usah terlalu bangga," sindirnya. Oh, shit! Apa maksud si Refan ngomong kek gitu sama Zein? Apa dia mau membeberkan apa yang pernah kami lakukan dulu? Nggak boleh! Zein nggak boleh tau tentang kebobrokan sikapku dulu. Aku nggak mau nantinya dia membenci dan jijik melihat wanita kotor
Read more
Part18
Kami sampai di rumah dan masuk ke kamar masing-masing. Aku mengunci diri agar Zein nggak bisa ngeliat aku yang sedang menangis. Aku jadi menyesal karena tadi bersikap cuek sama dia, dan lebih memilih ketemuan sama Refan. Zein pasti udah mikir kalau ternyata aku ini bukan perempuan baik-baik. Sejak awal, Zein emang nggak pernah nanyak alasan kenapa aku harus menikah kontrak dengan dia. Mungkin karena emang lagi butuh uang, apapun alasannya dia pasti terima. Lagi pula, aku kan udah membayarnya. Harusnya masalah itu jadi urusanku dan bukan urusan dia. Ah, terserahlah. Perduli amat tentang pemikiran dia sama aku. Tuk tik tak tik tuk.Terdengar suara ketukan dari pintu. Aku lagi males ketemu sama Zein. Mending pura-pura tidur aja. "Yas... Makan malam yuk!" ucapnya lembut. Aku diam tak menjawab. Tak lama dia memanggil lagi. "Yas.""Tyas.""Istriku?"Hish... berisik amat sih. "Raden Roro Diningtyas?"Mau apa lagi sih dia. "Kamu udah tidur, Yas?""Udah," sahutku spontan. Lalu tersadar
Read more
Part19
Alarm kukkuruyukku kembali berbunyi. Aku terbangun dengan selimut masih menutupi tubuh polosku yang super aduhai ini. Beruntung sekali itu cowok bisa lihat dengan gratis. Maksa lagi. Kulihat Zein udah nggak ada di sampingku. Dasar cowok nggak ada akhlak. Main ngilang gitu aja, setelah apa yang dia lakukan. Awas aja, bakal aku laporin polisi dia, biar kapok. Aku keluar menuju dapur setelah merasakan segarnya keramas pagi-pagi. Kulihat Zein lagi-lagi telah selesai menyiapkan sarapan seperti biasa untuk kami nikmati. Aroma sampo dari rambutnya mengalahkan wangi teh melati yang ada dihadapanku kini. "Pagi, Sayang," sapanya, sok mesra. "Pagi, Seyeng... ," ucapku menirukan ucapannya dengan bibir bawah yang kumajukan biar tambah seksi. "Sinis amat. Masih kurang, yang tadi malam?""Hih, berisik tauk! Awas ye, tunggu aja pembalasanku," ancamku. "Lho, kamu mau balas menodai aku? Kapan?""Hish... Zeeiiin... Bisa diem nggak!" "Iya, iya. Aku diem. Nggak akan ngelawan," sahutnya sembari dud
Read more
Part20
Tapi udah lewat sepuluh menit, dia belum juga muncul. Apa, lagi banyak pekerjaan? Atau jangan-jangan, dia udah nggak perduli lagi gara-gara udah mendapatkan apa yang dia mau. Hish.. awas aja ya kalo sampek berani melanggar kontrak dan ninggalin aku. Aku bergegas keluar. Mencari-cari keberadaannya. Ini anak kok hobi nya menghilang terus sih. Cari-cari perhatian aja."Pak Zein mana, Gus?" tanyaku pada klining servis yang sedang berseliweran mungutin sampah."Barusan saya lihat di luar, Buk. Sama cewek. Eh," Dia spontan menutup mulutnya.Hatiku langsung terbakar, gosong. Baru aja pagi tadi dia mesra-mesraan, hari gini udah main gilak? Ou, mau macam-macam ya! Aku meninju telapak tanganku sendiri. "Udah, Gus. Nggak usah ditutup mulutnya. Saya udah denger. Percuma di tutupin. Mending kumur-kumur aja!" ucapku kesal. Aku bergegas menuju keluar. Dengan gaya rotasi, mataku berkeliling mencari jejak jejak keberadaannya. Dan di situlah dia. Ketemu juga kamu ya, Zein. Eiitt, tar dulu. Bukannya
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status