All Chapters of Naik Kelas Setelah Ditindas: Chapter 21 - Chapter 30
40 Chapters
Dilema Arumi
Kedatangan Bang Agam menghentikan pembicaraan Adam. Padahal aku masih ingin bertanya, benarkah Adam serius dengan ucapannya atau hanya sekedarnya karena merasa kasihan padaku dan Delima."Assalamualaikum Rumi dan Adam," ucap Bang Agam sembari memandang kami secara bergantian."Wa'alaikumsalam," jawab Adam seraya mempersilakan Bang Agam masuk."Sebaiknya Adam ikut masuk juga bersama kami, agar orang-orang tidak salah anggap lagi."Permintaan Bang Agam membuat Adam urung melangkah, padahal dari gelagatnya tadi kulihat ia akan segera kembali ke rumahnya.Bang Agam dan Adam duduk di teras, sementara aku masuk terlebih dahulu hendak menyuguhkan mereka teh."Kamu 'kan hakim Mahkamah Syar'iyah Dam, menurutmu bagaimana jika aku dan Arumi menikah kembali?"Sayup aku mendengar suara Bang Agam bertanya pada Adam saat melangkah membawakan mereka teh dan roti bakar isi coklat yang baru saja aku buatkan.Aku berhenti, hendak mendengar jawaban apa yang diberikan Adam."Boleh saja Bang, asalkan Arumi
Read more
Keputusan Arumi
Bismillah, lafazku dalam hati sambil menggelengkan kepala mantap. Semoga ini keputusan yang benar dan tidak akan pernah kusesali nantinya.Perlahan aku mengangkat wajah dan menatap Bang Agam. Terlihat wajahnya pias dan sedikit kaget. Mungkin ia tidak menyangka jika aku akan menolak untuk kembali padanya."Karena Adam?" tanyanya dengan suara bergetar.Lagi, untuk kedua kalinya aku menggeleng mantap. Meski sedikit terpengaruh dengan apa yang kudengar dari pembicaraan Adam dan Mak Jannah pagi tadi, juga dari lisan Adam sendiri barusan. Namun, aku belum berani berharap banyak padanya. Jadi, keputusan ini murni dari dalam diriku sendiri. Hasil perenungan berbulan-bulan."Aku yakin, aku bisa membesarkan Delima sendirian, Bang," ucapku pelan agar tidak semakin menyinggung Bang Agam."Kamu egois, Rumi."Kekesalan Bang Agam begitu nyata dari gurat wajahnya. Sorotan matanya menatapku dalam seakan hendak protes dengan keputusanku."Lebih egois lagi jika aku kembali padamu Bang, sementara ada Mon
Read more
Kecemburuan Adam
Aku tergeragap karena terkejut dengan kedatangannya."Siapa Rumi?" Suara Rendra kembali bertanya."Mas, nanti kita lanjut lagi, ya, ada Adam datang." Aku pamit pada Rendra dan segera menekan tombol merah."Kamu sejak kapan di situ? Ada apa datang ke mari?""Kamu bicara dengan Rendra?"Bukannya menjawab pertanyaanku, Adam justru balik bertanya.Aku mengangguk, "Iya, tanggal tiga nanti aku dan Delima akan ke Jakarta." Aku memberitahu."Sepertinya aku sudah pernah melarangmu untuk ke sana 'kan? tanya Adam pelan namun terdengar penuh penekanan."Aku butuh suasana baru, lingkungan baru untuk menata hati dan hidupku lagi. Tolong mengertilah, Adam!" Aku pun menjawab lembut namun tetap juga dengan penuh penekanan agar Adam paham."Butuh suasana baru? iya?" Suara Adam naik satu oktaf."Kalau begitu, ikut denganku ke kota tempat aku bekerja," lanjutnya."Nggak begitu Adam. Aku memang harus ke Jakarta. Keluargaku di sana ... ""Apa? Keluarga katamu?" Adam memotong kalimatku."Keluarga yang mana
Read more
Bertemu Ayah
Begitu kaki menjejak bandara Soekarno Hatta, aku terpana. Tentu saja tak kupungkiri jika aku sedikit takjub dengan ramainya orang yang berlalu lalang. Ini kali pertama aku berpergian ke luar Aceh seumur hidupku. Beruntung tidak jetlag meski baru pertama kali juga naik pesawat. Alhamdulillah, Delima juga aman-aman saja, bahkan ia tak bisa menutupi kegembiraannya."Mak, ternyata begini ya, rasanya naik pesawat," ucapnya sumringah sebelum kami turun dari maskapai penerbangan nasional itu. Garuda Indonesia, pesawat komersil milik nasional yang dirintis berawal dari sumbangan rakyat Aceh itu justru paling mahal tiketnya untuk jalur 'dari' dan 'ke' Aceh. Aku tersenyum getir mengingat itu semua. Sebagai orang yang suka pelajaran sejarah dulu saat sekolah, aku ikut membaca bagaimana Soekarno datang ke Aceh untuk minta dibantu beli pesawat pertama Indonesia.[Kami sudah sampai.] Ketikku untuk Rendra sesaat setelah menghidupkan kembali ponsel.[Iya, aku tahu. Aku dan Karina memang sudah menun
Read more
Ungkapan Kemarahan Arumi
Saat jarak dengan lelaki itu hanya bersisa tiga langkah lagi saja, aku kembali berhenti. Kaku, wajah itu ... ah, rasanya ada kristal yang hendak menyeruak dari netra. Ingin memanggilnya 'Ayah' tetapi suaraku tak kuasa bergema.Tanpa menyangka, justru beliau yang mendekat. Kurasakan kaki dan tanganku mendingin. Saat sedekat ini, aku harus apa?"Arumi ...!" Suara lelaki yang harusnya kusebut Ayah itu memanggil namaku dengan serak.Jika aku tidak salah mendengar, beliau pun sepertinya menyimpan sesak yang luar biasa."Maafkan Ayah, Maafkan ...!" ucapnya sembari merangkul tubuhku dan membawa ke pelukannya.Air mata yang sedari tadi aku tahan tumpah juga akhirnya. Bingung dan tergugu, bahkan aku tak ingat untuk membalas pelukan ini. Aku hanya mematung dalam dekapannya."A-a-ayah ..."Akhirnya, setelah dua puluh enam tahun, panggilan itu menemukan muaranya. Pernah memang aku menghayalkan pertemuan ini. Namun, entah mengapa saat menjadi kenyataan rasanya aneh dan asing."Ini rumahmu, Nak," u
Read more
Pengakuan Ayah
"Ayah, aku memang pernah sangat membencimu, ta-tapi itu dulu saat aku belum berdamai dengan hatiku sendiri." Aku memulai kalimat pertamaku dengan terbata di antara suara Isak yang belum sepenuhnya reda.Sembari mengusap wajah dengan tisu yang memang berada di atas meja, aku kembali melanjutkan, "saat aku mulai dewasa dan mencoba memahami keadaan, kebencian itu sedikit luntur berganti dengan perasaan tidak peduli, bahkan, -maaf Ayah- aku pernah sampai pada tahap menganggapmu juga telah tiada seperti halnya Ibu."Aku lihat Ayah menyeka matanya, mendengarkan semua kalimatku dengan seksama."Bicaralah lagi, Nak, kenapa diam?" Ayah menanggapi karena aku berhenti bersuara."Saat temanku mencoba memperlihatkan foto Karina di Instagram, aku pun sudah apatis untuk percaya bahwa mungkin kita akan bertemu di dunia ini, Ayah ..."Aku kembali berhenti berucap, menunggu respon Ayah, ternyata beliau tetap diam menunggu kalimat demi kalimat dari bibirku."Sekarang, aku sudah berdamai dengan hati dan
Read more
Isi Kotak Ayah
Setelah Map tersebut terbuka, Ayah menarik isinya."Lihat ini, Arumi ... " ujarnya tersenyum.Sontak mataku membelalak, melihat apa yang Ayah keluarkan dari dalam Map itu."Ayah menyimpan ini semua bukan karena tidak ikhlas atau ingin diakui ..."Tatapan mata kami bertemu setelah Ayah menjeda kalimatnya."Ini semua hanya cara Ayah agar tidak merasa semakin bersalah."Aku mengambil bundelan kertas-kertas usang tersebut. Beragam bukti transfer sejumlah uang terlihat paling atas. Ada sebagian yang telah berwarna kekuningan bahkan tidak sedikit yang tulisannya sudah sulit terbaca.Aku mulai membongkar semuanya sampai pada surat-surat yang dapat dipastikan telah berusia puluhan tahun di bagian paling bawah dari bundelan."Ayah selalu mengirimkan untukmu sebagai kewajiban seorang Ayah." Penjelasan Ayah tidak kutanggapi karena aku mulai membaca surat-surat itu."Ayah berhenti mengirimkan biaya untukmu setelah kamu menikah ...""Jadi Wak Djalil tahu keberadaan Ayah?" tanyaku memotong penjelas
Read more
Bentakan Karina
Tanpa menghiraukan kekagetan Rendra, ayah terus berbicara. Setiap masang mata di ruangan ini saling berpandangan tanpa suara. Setelahnya, sebelum meninggalkan ruangan ini, mereka semua menyalamiku satu persatu dan mengucapkan kata 'selamat datang'."Rendra, ajak Arumi berkeliling hotel dan jelaskan apa pun tentang hotel yang perlu Arumi tahu," ujar ayah setelah hanya tinggal kami bertiga di ruangan rapat.Tampak Rendra mengangguk saja, "Ayo, Rumi!" ajaknya datar.Aku mengikuti langkah Rendra."Rendra, setelah berkeliling antarkan kembali Arumi ke ruangannya, Papa tunggu di sana."Kemudian Ayah mendahului kami keluar dari ruangan ini.Sudah hampir lima belas menit berkeliling, tetapi sikap Rendra berbeda. Tidak seperti biasanya, ramah dan hangat."Mas, apa kamu sakit?" tanyaku menyela penjelasan demi penjelasan Rendra terkait hotel ini."Tidak, aku baik-baik saja, Rumi."Rendra melanjutkan langkahnya. Setiap kali berpapasan dengan beberapa orang yang berseragam hotel ia memperkenalkank
Read more
Aku Orang Lain
"Sayang, kamu pasti capek 'kan? Istirahat sana ke dalam!" Mama menghampiriku setelah melotot ke arah Karina."Tapi, Ma, Karina ...." aku menatap Karina yang pandangan matanya seperti akan mengulitiku hingga tak bersisa."Sudah, jangan pedulikan Karina. Adikmu sedang latihan itu, dia dapat kontrak FTV." Mama menjelaskan sembari mengusap pundakku pelan.Pengalaman pertama belajar banyak hal terkait tanggung jawab dan apa saja tupoksi pekerjaanku di hotel memang sangat menguras tenaga. Karenanya, tanpa membantah lagi aku berlalu ke kamar menyusul Delima.Setelah mengajarkan Delima mengaji seusai Maghrib, terdengar ketukan di pintu kamar."Arumi, maaf, bisa kita bicara sebentar?" Rendra sudah berdiri di depan pintu saat aku membukanya.Segera aku menutup pintu dan membiarkan Delima bersama ponsel sedang berbicara dengan ayahnya. Kuikuti langkah kaki Rendra ke arah gazebo taman belakang."Ada apa, Mas?" tanyaku cepat karena setelah ini aku hendak menyuapi Delima makan malam."Apa kamu yaki
Read more
Tamparan Arumi
Karina mendekat. "Ikut aku!" ia menarik tanganku paksa, memutuskan tautan tangan antara aku dan Delima."Kamu apa-apaan ini?!" Kusentak tanganku hingga cengkeramannya terlepas."Oh, sudah mulai berani membentak ya?" tanyanya dengan suara pelan namun tatapannya begitu tajam seakan hendak menelanku bulat-bulat."Maaf Karina, bisakah kita bicara setelah aku menyuapi Delima makan malamnya? tunggulah sebentar, tidak akan lama."Kembali kegandeng Delima yang tampaknya kebingungan dengan keadaan yang terjadi dan membawanya ke dapur."Mak, kita akan sampai kapan di sini? kita tidak akan pulang lagikah?""Delima, kalau sedang makan itu tidak boleh bicara. Masih ingatkan yang Mamak bilang?"Tanpa lagi bersuara, Delima mengangguk dan mulai kembali mengunyah. Beruntungnya aku memiliki Delima, ia laksana malaikat yang selalu menguatkan. Cukup hanya memandang wajahnya saja, baterai tubuhku seperti terisi full."Wah, anak pintar ini, pasti akan cepat besar," ucapku sambil mendorong kursi dan menurun
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status