All Chapters of Menjandakan Istri Demi Selingkuhan: Chapter 11 - Chapter 20
183 Chapters
11. Kepala Devisi
"Selamat datang Ibu Annasta kami berharap Ibu bisa membimbing kami dengan pengalaman Anda yang terbilang sangat fantastis. Semua sekarang kita satu tim dalam desain," kata salah satu anggota y ang ada di dalam."Tolong segera perkenalkan nama kalian masing-masing!" kata wanita yang sedikit terlihat menor cara merias diri."Saya Gendis, tim desain interior 1. salam kenal, Ibu Ann!" sapa Gendis."Tunggu apa maksud kamu dan kalian semua memperkenalkan diri dengan cara seperti ini pada saya, bukankah posisi kita sama. Sebagain karyawan desain?" tanyaku pada mereka yang terlihat melongo."Apa tadi diruang HRd Ibu Irene tidak menjelaskan pada Ibu mengenai posisi Ibu di sini?" tanya Gendis.Aku hamya menggelengkan kepala karena sejujurnya aku pun tidak mengerti masalah jabatan yang aku terima saat kerja di sini." Jika kalian tidak keberatan tolong jelaskan masalah tugas saya di sini sebagai apa bagi kalian semua," kataku dengan tegas dan datar.Semua mata saling tatap satu sama lain, mereka
Read more
12. Pelanggan
Waktu terus berjalan, pesanan desain kurang satu minggu harus selesai. Semua bekerja dengan semangat, kali ini adalah pelanggan yang termasuk sering berganti desain interior. Kami selalu mengutamakan kwalitas terbaik dengan pelayanan yang memuaskan. Tiba-tiba telepon selulerku berbunyi, lalu aku angkat dan terdengar suara Irene dari seberang."Ann, siapakan proporsal untuk di ajukan pada PT. Megah Raya. Dia mengadakan event yang lumayan menguras otak!" perintah Irene dari seberang."Dengan tema apa?" tanyaku."Tema alam, buat segahar mungkin. Kerena ownernya sangat menyukai suasana alam," jelas Irene."Jika gahar apa tidak akan makan banyak biaya, Ire?" tanyaku sedikit ragu."Tenang ada dana yang khusus untuk event itu. Kamu siapkan saja tim terbaikmu!" kata Irene."Dan satu lagi, jangan lupa nanti jam sembilan ada rapat dewan direksi membahas raport kerja semua anggota tim!" kata Irene."Siap, bos!" jawabku semangat.Aku pun meletakkan kembali gagang telepon ruangan itu, lalu memanda
Read more
13. Zakia
Annasta begitu terkejut dengan sosok wanita yang sedang berdiri memunggunginya. Secara postur Annasta sangat hapal punggung siapa yang ada di depannya itu.Bibir Annasta bergetar mencoba memanggil nama sang pelanggan yang tidak lain adalah mantan mertuanya. "Saya yang bertanggungjawab mengenai desai interior yang Ibu pesan beberapa bulan yang lalu, maaf ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" kataku sedikit bergetar, sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan akan bertemu langsung dengan mantan ibu mertua dalam keadaan seperti ini.Wanita itu berbalik, netranya seketika membola saat melihat wajahku. Sedetik kemudian bibirnya mengulas senyum.Senyum yang masih sama saat awal aku mengenal beliau."Apa kabar kamu, Ann?' tanya Ibu Zakia."Ann dalam keadaan baik, Nyonya Zakia!" balasku lirih, lalu aku pun maju untuk mencium punggung tangannya sebagai baktiku padanya."Kemana saja kamu, Aan? Dimana rasa empatimu pada kedua anakmu yang kamu tinggalkan bersama wanita rubah itu?!" kata Zakia dengan nad
Read more
14. Amarah Jasen
"Maaf, siapa Anda dan mengapa menampar seenaknya?" tanya Gendis sambil mendekap tubuhku."Apa pedulimu, wanita dalam dekapan kamu itu masih istri sahku secara hukum negara. Jadi aku berhak atas tubuhnya!" kata Mas Jasen dengan mata menatap tajam."Apa jika Bapak berhak atas tubuh wanita ini, lalu juga berhak membuatnya malu? Ini wilayah umum, dihadapan semua orang, Anda sudah turun drajat sebagai seorang suami!" ucap Gendis dengan berani, tangannya mengenggam erat jemarikuTubuhku bergetar dalam pelukan Gendis, tetapi gadis itu masih berani menatap nyalang pada Mas Jasen. Mantan suamiku itu hanya diam membisu. Bibirnya bergetar hebat, sepertinya dia sedang menahan amarah yang mulai merasuki jiwa."Siapa kamu, berani sekali ikut campur dalam urusan keluarga kami?" tanya Mas Jasen masih dengan emosi yang tertahan."Jika tidak ada urusan lagi, segeralah Bapak Jasen terhormat keluar dari warung ini!" hentak Gendis yang begitu berani.Aku hanya membisu membiarkan Gendis menguasai keadaan,
Read more
15. Anganku
"Katakan dengan jelas padaku, Ann!" kata Irene padaku dengantatapan tajamnya.Aku tertunduk lesu, napasku kian tipis. akhirnya kuberanikan diri untuk bercerita awal mula kejadian hingga Mas Jasen datang menampar pipiku."Mengapa maslah sudah melebar seperti ini kamu baru bercerita padajku, Ann? tanya Irene dengan tatapan menghunus ke arahku.Aku menanggapi dengan cengiran seolah tidak terjadi apa-apa dengan hatiku. Irene mulai menurunkan kadar tatapan matanya, kini netranya beralih pada tampilan pipiku yang entah seperti apa aku pun tidak tahu pasti."Jadi ini hasil tamparan tangan lelaki kurang ajar itu?" tanya Irene sambil mengusap pipiku pelan.Meski usapan itu pelan aku masih merasakan perih bila tersentuh kulit yang lain."Au!" ucapku kala usapan Irene semakin intens."Maaf, maaf, tunggu di sini akan aku pintakan es batu pada Bu Ani!" kata Irene lalu gadis itu beranjak dari duduknya meninggalkanku bersama Gendis.Kupandang punggung Irene yang mulai menjauh, gadis itu sangat perha
Read more
16. Curhat Amel
Hari yang aku tunggu akhirnya datang juga, hari ini aku harus berkunjung ke rumah mantan mertuaku, Mama Zakia. Beliau sudah meneleponku berulang kali kapan waktuku bisa berkunjung ke sana. Aku hanya menyanggupi hari ini dengan jam selepas istirahat, karena hanya waktu itu yang sudah kosong."Hallo, Ann!" sapa Irene dari sambungan antar ruang di kantor kami."Iya, ada apa?" jawabku."Jam berapa kamu berkunjung ke rumah Mama Zakia?" tanya Irene padaku." Selepas istirahat, sekitar jam satu siang," balasku lirih."Baik, aku akan ikut denganmu!" kata Irene.Setelah menyampaikan maksudnya sambungan itu pun terputus dari pihak Irene. Akhirnya aku melanjutkan membuat desain ruang bertema princes. Ada pelanggan baru yang menginginkan desain ala princes yang sedang di tengah hutan."Huft, akhirnya selesai juga," lirihku sambil melemaskan otot leherku yang terasa kaku."Wah Ibu Ann sepertinya sudah selesai, ya?" celetuk Gendis sambil menatap lembut ke arahku."Huum. Semoga pelanggan baru itu su
Read more
17. Cantik
Aku terpaku pada kata pelakor yang terucap dari bibir Amel, sebuah kata yang menjadi momok bagiku. Bibirku bungkam, tetapi pikiranku melayang pada masa enam bulan yang lalu. Iya kini aku sudah bekerja selama enam bulan masa yang sangat cepat."Mbak!" panggil Gendis sambil menoel lenganku."Jangan perdulikan pertanyaan Amel, gadis itu memang agak selebor mulutnya," lanjut Gendis sambil melotot ka Amel, gadis itu hanya nyengir di depanku."Hehe, maaf Ibu Ann. Jujur aku jadi ikut trauma dengan kisah, Ibu!" kata Amel dengan menangkupkan tangannya di dada.Aku pun mengulas senyum tipis, meski hati ini terasa perih tetapi Amel tidak ada salah. Ku usap kepala gadis itu, dan kubisikkan kata maaf."Ibu Ann tidak salah," jawabnya."Kamu gadis baik, pasti mendapatkan jodoh yang baik pula," kataku memberi dia semangat."Jangan terpaku pada kisahku, Sayang. Kamu harus maju dan raih bahagia itu, sekarang, nanti hingga akhir hayat," lanjutku memberi Amel semangat dalam menjemput mimpinya bersama pan
Read more
18. Rencana Desain
Hanya satu kata yang kuucapkan saat melihat wajah Amelia, cantik. Anak perempuan kecil itu terlihat cantik dan segar. Aroma minyak kayu putih masih menguar dari tubuhnya. Anak itu masih memandangku dan Irene bergantian lalu senyumnya mulai mengembang saat kami keluar dari mobil."Nenek, ada tamu," teriak Amel memanggil neneknya.Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah megah tersebut dengan penampilan elegan dan masih ada sisa kecantikan."Mari, mari!" ajak wanita tersebut."Mau minum apa, tante sekalian?" ucap Amel.Hatiku terasa sakit, baru beberapa minggu berpisah, anak itu memanggilku dengan tante. Sakit, anak di depan mata tetapi tangan susah terulur untuk mendekapnya."Apa saja boleh adik cantik!" ucap Irene."Mah ...." suaraku tercekat menatap punggung kecil itu berlalu masuk ke dalam."Maafkan, mama Ann. Bukan maksud mama memperlihatkan semua padamu. Amelia bak seorang robot bila ada rubah betina itu, tetapi bila si rubah pergi maka keceriannya kembali hadir. Mama juga mera
Read more
19. Cintya
Hari semakin berganti, dan hari yang aku tunggu telah tiba. Saat di mana aku mulai mendesain angan Amelia kecil dalam kamar pribadi di rumah neneknya. Kuawali hari dengan basmallah dan senyum indah terukir jelas di wajahku yang mulai beranjak senja.Sengaja aku bangun lebih pagi untuk membuat bekal yang akan kubawa ke rumah Mama Zakia. Aku berharap Amelku sudah ada disana saat aku datang mulai mendesain kamarnya. Aku pun ijin terlebih dahulu pada Irene untuk datang terlambat karena harus pergi ke rumah Mama Zakia untuk merancang sebuah desain baru."Hallo, Ire!" sapaku dalam sambungan telepon dengan Irene."Iya, Ann, ada yang bisa saya bantu untukmu hari ini?" tanya Irene dari seberang sana."Aku ijin tidak masuk ya, sengaja ini aku lakukan untuk memulai desain kamarAmelia. Bagaimana?" tanyaku."Iya silahkan, bujkankah ini juga kerja meski di luar ruangan, Ann?" tanya balik Irene."Iya, baiklah terima kasih!" balasku lalu sambungan terputus dari pihak Irene.Setelah sambungan terputu
Read more
20. Mulai Mendesain
"Ada apa, Cint?" tanyaku.Cintya hanya diam, netranya menyapu setiap ruang yang kami tempati. Perempuan itu seperti mencari seseorang yang mungkin ada di sekitarnya."Tadi saya merasakan ada seseorang yang ikut datang bersama Kak Ann, jadi saya mencarinya," jawab Cintya."Tetapi aku datang sendiri, lho. Bagaimana bisa kamu merasa saya bersama dengan yang lain?" tanyaku lagi."Entahlah, Kak. Mungkin hanya perasaanku saja, ayo masuk lebih dalam!" ajaknya.Aku pun mengikuti langkah Cintya melihat semua ruang yang ada dalam rumah itu. Rumah yang cukup besar berlantai satu dengan kamar depan berjumlah empat dan dua kamar belakang menghadap taman."Tamannya indah, pasti hasil karya mama Kia, benar 'kan Cintya?" tanyaku."Apakah hasil taman seperti ini selalu karya Mama, Kak Ann?" tanya Cintya yang seakan dia protes."Menurutku hanya mama yang bisa mengatur tanaman hidup seperti ini, Cint!" balasku."Ini hasil karya Yoga, dibantu oleh Amel, Kak." Cintya menjelaskan semua tata letak bunga dan
Read more
PREV
123456
...
19
DMCA.com Protection Status