All Chapters of CINTA SEORANG JANDA: Chapter 21 - Chapter 30
39 Chapters
Cinta seorang janda
"Menurut kamu bagaimana? Apa yang membuat kamu yakin dengan wanita itu?" Aku diam sejenak. Menerawang memikirkan bagaimana Ratih harus berjuang untuk anaknya. Dengan peluh membasahi tubuh. Bagaimana caranya menjaga putranya agar tidak terluka barang sedikit saja. Aku tertegun. "Karena aku tahu, wanita seperti Ratih berhak bahagia." Aku bergumam dengan seulas senyum tipis. "Kebahagiaan seperti apa?" Mama bertanya lagi. "Kebahagiaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Akan aku tunjukkan padanya bahwa ketidak sempurnaan dalam diri, bukan berarti tak pantas bahagia." Mama tersenyum lembut padaku. "Pernikahan bukanlah hal yang mudah, Nak. Tidak semata karena cinta dan dengan tujuan bahagia. Banyak pasangan yang gagal, sebab kurangnya pengetahuan. Ilmu agama juga tidak kalah penting dalam pernikahan. Pikirkan matang-matang sebelum mengambil tanggung jawab besar. Apalagi kamu bilang dia punya anak. Apa kamu bersedia, menerima anaknya dan memperlakukan seperti anak sendiri? Sebel
Read more
Dia pikir enak jadi perebut suami orang
Ratih Pov***"Mana Raka?" ucapku pada wanita yang kini menjadi istri dari Prasetyo. Winda menatapku dengan senyum sinis. Sembari melipat tangan di dada. Dia pasti merasa sudah menang. "Ada," sautnya singkat. "Mana? Aku mau ketemu." Aku sedikit melongo kedalam rumah. Mataku mencari-cari sosok kecil yang baru satu hari tak bertemu. Aku sangat rindu. "Ada di dalem. Tapi kamu nggak perlu masuk. Panggil aja dari luar." Aku mendengus. "Raka....!" Tak ada jawaban. Apa Raka sedang tidur? "RAKA... INI BUNDA DATENG." "Duh... Siapa sih! Berisik banget." Aku berdecak kesal. Bukannya yang keluar Raka, malah nenek gila ini! "Ratih? Mau ngapain kesini?" ucapnya sinis. Seolah-olah kedatanganku untuk berhutang uang padanya. "Mau ketemu Raka. Saya ibunya," ucapku datar. Dia memutar mata. "Oalah. Mau ngapain emang? Raka kayaknya bahagia banget disini, ketimbang sama kamu." Dahiku berkerut, entah apa maksud ucapannya. "Mau bahagia atau enggak, aku cuma mau liat anakku." "Ratih? Ada apa i
Read more
MEREKA MENJEBAKKU
"Kamu udah nggak kerja sama Pak Broto lagi, Tih? Terus sekarang gimana mau nyambung hidup?" tanya Mbak Nadia menatapku khawatir. Aku menghela nafas. Dia benar. Bahkan sekarang uang yang ada di pegangan mulai menipis. Mana Raka ngajakin ke taman bermain. Bagaimana kalau Raka mau minta di belikan mainan mahal sementara aku tak mampu? Ah, bisa habis aku di permalukan Prasetyo! "Nggak tahu!" ucapku ketus. "Mbak juga ngapain kesini terus? Jadi nikah, kan?" Seketika wajah Mbak Nadia berubah aneh. Maksudku tersenyum misterius dan hal itu membuatku curiga. "Uhm.. Jadi sih. Tapi Mbak mulai ragu, Tih." Keningku berkerut. "Ragu kenapa?" "Ada cowok yang lebih kaya dari mas Heru. Bayangin Tih, dia tiap minggu ngasih Mbak uang jutaan. Gimana nggak beralih ke lain hati kalau di gituin," ucapnya kemudian.Aku terpana tak percaya. "Astaghfirullah, istighfar Mbak... jangan hanya karena uang, Mbak nyakitin hati orang lain. Mas Heru berharap besar mau menikahi Mbak. Tapi Mbak sendiri malah kepincut
Read more
KENAPA BICARA SEOLAH KAU TAK BERHARGA
Dengan perasaan tak menentu. Sangat ingin sekali marah, tapi pada siapa? Mereka sudah pergi entah kemana. Dan tanpa kusadari Prasetyo juga ikut pergi, membawa Raka bersamanya. Brengsek! Jelas ada konspirasi sejak awal. Bisa-bisanya aku selengah ini. Bingung harus melakukan apa. Aku masih berdiri kaku didekat kasir. Uangku tidak cukup membayar tagihan ini. Satu-satunya yang berharga adalah cincin di jari manisku. Satu-satunya benda yang bisa aku andalkan saat nanti Raka masuk sekolah. Tapi sekarang... haruskah aku gadaikan demi membayar makanan yang masuk kedalam perut mereka? Ya Tuhan... Sungguh aku tidak rela. Dalam kegelisahan hati yang melanda, Tiba-tiba saja beberapa orang yang bertugas sebagai pengaman datang. Membawa ketiga wanita kurang ajar yang telah menjebakku. Tentu kekesalanku semakin bertambah saat melihat wajah jahat mereka. Dan kali ini bisa ku lampiaskan. Mereka di seret layaknya seperti pencuri. "Ini orang yang berani kabur sebelum bayar." "Apa-apaan sih! K
Read more
PENTINGNYA LINGKUNGAN POSITIF
"Jika aku ini berharga, lantas kenapa mereka memperlakukan aku lebih buruk dari pada sampah?" lirihku. Mengingat kembali pernikahan yang tidak menyenangkan dulu. Jujur saja... Rasa trauma itu masih ada. "Kamu, bukannya tidak berharga. Hanya saja salah tempat." Aku menghela nafas panjang. "Entahlah. Hidupku rasanya begitu hambar. Sekarang aku tidak butuh apa-apa lagi selain ketenangan." "Aku juga sangat ingin tenang. Tenang, tanpa memikirkan bagaimana kamu saat bersama dengan mantan suamimu. Jujur... Aku sakit setiap kali melihatnya, Tih." "Kamu terlalu bodoh, karena mencintai wanita yang memiliki segudang masalah dalam hidupnya. Kalau ingin tenang, maka carilah wanita lain. Masih banyak... Dan kamu berhak." Aku berucap serius. Sungguh tak ingin pria ini akan terjebak terlalu jauh dalam hubungan rumit bersamaku. Namun yang aku dapati, dia hanya terkekeh dengan wajah hambar. Sesekali menggeleng kepala. Mungkin tak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. "Ternyata memang ben
Read more
BERSIMPUH
"Mau kemana, Tih?" tanya Marlina saat melihatku keluar. Aku menoleh padanya sembari mengunci kamar kontrakan. "Kerumah ibuku. Hari ini Mbak-ku mau di lamar." Marlina menatapku dengan kerutan didahi. Tentu saja dia merasa heran, sebab hubunganku dengan ibuku sedang tidak baik-baik saja. "Masih mau kamu nemuin ibumu setelah apa yang dia lakukan kemarin, Tih? Kalau akumah ogah!" "Mau gimana lagi. Dia ibuku. Sekalian mau aku jelaskan semua kesalahpahaman ini." "Kok aku yang ngeri, ya? Gimana kalau dia ngusir kamu, Tih?" Aku menghela nafas. Kenapa dia berpikir seperti itu? Bukankah hal biasa saat ibu dan anak berseteru? Apalagi ini hanya salah paham. Ini seharusnya hanya masalah sederhana antar keluarga. "Ya besok-besok aku coba lagi. Pasti ada masanya ibuku luluh. Nggak mungkin dia membenci anaknya terlalu lama, ya kan?" Marlina mendengus mendengarnya. "Gak ada yang nggak mungkin, Tih. Bapakku aja tega ngejual anaknya sendiri. Akumah gak kaget lagi, kalau sampai ada orangtua yang
Read more
MENJAUH DARIKU
ARGA POV***Seberapa keraspun aku mengetuk bahkan berteriak memanggil namanya, Ratih tak akan menyahuti sebab aku yakin dia sedang tak berada dirumah. Kontrakan kecil ini terkunci. Kemana dia? "Cari Ratih?" "Astaga...!" Aku terkejut saat tiba-tiba mendengar suara Mbak-mbak yang tinggal di sebelah kontrakan Ratih. Bagaimana tidak? Dia muncul secara tiba-tiba dibalik jendela hanya dengan memakai tanktop ketat. Hampir mengeluarkan semua isi... Ah sudahlah. "Astaga, astaga aja terus," rutuknya. "Ya abis, Mbaknya muncul tiba-tiba. Mana gundukan mbak, nggak di tutup secara sempurna lagi!" "Lah, emang masalah buat situ? punya barang bagus, ya diperlihatkan. Pagi-pagi menikmati pemandangan bagus harusnya bersyukur. Malah astaga... " Hah? "Justru punya barang bagus itu dijaga, Mbak. Gak boleh semua orang lihat." Aku sedikit melembut. Namun di sambut kekehan dari mbak ini. "Kayak punya si Ratih toh? Hahah... Iya dah iya. Saya tahu susunya gede, mangkanya cuma kamu yang bisa menikmati.
Read more
KU BALAS SETIAP RASA SAKIT
"Menjauh dariku." Aku terdiam. Perasaanku teremas, dalam keadaan lemahnya aku berharap dia segera sadar. Namun saat sadar dia malah tidak menginginkan kehadiranku. Bukankah itu menyedihkan? "Oke. Aku akan pergi. Mbak Nadia akan datang menemani kamu disini. Jaga diri kamu ya, Tih." Aku mencoba mengalah pada diri sendiri. Meski rasa rindu begitu menggebu namun jika dengan kepergianku membuatnya tenang, aku bisa apa? Ratih membuang wajahnya. Tatapan kosong itu membuktikan bahwa perasaannya sedang tidak baik-baik saja. ***"Maaf Mbak, kayaknya Ratih nggak mau ketemu sama aku. Mbak aja yang jagain ya?" ucapku dengan lemah. "Iya. Kamu yang sabar aja. Mungkin Ratih butuh waktu." Aku mengangguk. Ada yang mengganjal disini. Namun tidak ada yang bisa kulakukan. Setidaknya melihat wanitaku pulih dari sakitnya, sudah membuatku lega. Aku harap mentalnya juga pulih seperti sediakala. ***POV RATIH"Gimana keadaan kamu, Tih?" "Baik Mbak." Aku menyahut datar. Sejak kejadian kemarin, rasanya
Read more
YANG PERNAH MENYAKITI AKAN TERSAKITI
Wanita yang dulu pernah menghina dan merendahkanku, kini menatapku dengan tajam. Aku membalasnya dengan senyuman merendahkan. "Berani juga kamu datang kesini," ucapnya sinis. "Tentu. Selamat untukmu. Aku harap pernikahanmu berjalan dengan lancar," ucapku dengan senyuman, kemudian menoleh pada calon suaminya. Dia... Lumayan juga. "Hai, aku adalah ibu dari keponakan Hana. Senang mengenalmu. Aku harap, kamu tidak memperdulikan ucapan orang-orang mengenai calon istrimu." Dari caranya yang cukup lama menatapku, apa aku telah berhasil mengusik pikirannya? "Iya Mbak. Salam kenal. Namaku Aryo. Untuk apa peduli dengan omongan orang, Mbak. Saya Memaklumi semuanya." Aku terkekeh mendengarnya. "Apa maksud kamu? Aku kayak gini juga karena ulah kamu sendiri, Aryo!" Nah, sekarang ada lagi pertunjukan baru. Aryo sendiri mendelik ke arah calon istrinya. Belum sempat dia membalas ucapan Hana, aku langsung mengalihkan perhatiannya. "Aku denger kamu manajer di perusahaan F&B?" "Betul Mbak." "
Read more
AKU HANYA TIDAK INGIN TERLUKA LAGI
Langkahku melambat, saat menyadari kehadiran seseorang. Berdiri menatapku dengan pandangan entah. Pandangan itu membuatku terpaku sekaligus tak nyaman. "Om Arga?" cicit putraku menatapnya penuh binar. Pria itu menunggu, di depan kontrakan. Di sebelahnya ada Marlina. Pasti dia yang menemani Arga sejak tadi. "Iya nih, calon bapak-mu dateng. Tapi bukan pengen nemuin kamu tentunya. Jelas mau ketemu ibumu... " "Apasih Kamu itu Mar!" "Dari mana?" "Tempat Prasetyo," sautku singkat sembari membuka pintu dengan kunci. "Tenang aja, Mas. Jangan salah paham. Tuh anak kesana cuma mau ngerusuh aja. Bukan tebar pesona sama mantan suaminya," ucap Marlina yang langsung mendapatkan tatapan tajam dariku. "Lain kali jangan bikin Ratih kayak gitu lagi, Mbak." "Lah kenapa? Cantik toh?" "Cantiknya di depan aku aja!" Aku menggeleng kepala mendengarnya. Tanpa aba-aba, Arga menarik pelan tanganku masuk. Ke tempatku sendiri. Anak ini. "Dih, posesifnya.... " Masih sempat terdengar di telinga suara
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status