All Chapters of DIKIRA MISKIN SAAT REUNI: Chapter 41 - Chapter 50
153 Chapters
Bab 41
“Tadi Bi Ais ke sini dan nunjukkin ini, Yu!” Ibu mengangsurkan gawai miliknya dan menunjukkan foto-foto dalam pesan whatsapp. “Astaghfirulloh, Bu!” Aku tercekat. Rasanya wajah ini langsung memanas. Aku menggeleng perlahan dan menggigit bibir bawah. Ribuan godam terasa menghantam ulu hati bergantian. Menimbulkan nyeri dan sakit yang luar biasa. Aku luruh ke lantai seraya menatap ulang satu persatu gambar yang Ibu tunjukkan. “G--gak m--mungkin … I--ini g--gak mungkin.” Ibu meraihku dan memapahku untuk bangun. “Kenapa kamu bisa berbuat seperti itu dengan lelaki tersebut? Siapa dia?” Suara Ibu pun tak kalah bergetar. Aku menggeleng pelan. Rasanya tak pernah terekam dalam memoriku kalau aku melewati momen menjijikkan itu. Hanya saja malam tadi aku memang bersama Dion, tetapi lelaki dalam foto ini sepertinya bukan dia, meskipun yang terlihat hanya bagian belakang tubuhnya saja, tetapi aku bisa membedakannya. “Ayu gak tahu, Bu. I--ibu dapat dari mana foto itu?” Gelengan kepala perlaha
Read more
Bab 42
Harapanku terlalu melambung tinggi sepertinya. Kedua tangan ini dengan ringan membuka pintu. Berharap sosok tinggi tegap itu tengah tersenyum dan menungguku. Setidaknya, aku memiliki kekuatan ketika Dion di sisiku. Namun, aku harus menelan kecewa. Mematung sejenak ketika melihat sosok yang disambut Ibu dengan hangat. “Sehat?” tuturnya. “Alhamdulilah, sehat, Pak Faqih. Mari duduk!” Wajah sumringah Ibu ketika mempersilakan lelaki yang datang dengan kemeja abu-abu lengan pendek dan celana bahan itu pun begitu kentara. Seolah tengah menemukan jarum yang terselip di antara tumpukkan jerami. Aku lekas mundur lagi ke belakang beberapa langkah, berniat hendak bersembunyi kembali ke dalam kamar. Namun, sepertinya Ibu sudah berdiri di ambang pintu. Kudengar titahnya memanggil.“Ayu, buatin minum dulu buat Pak Faqih,” tuturnya. “Iya, Bu.” Akhirnya itu yang aku ucapkan. Lekas beranjak ke dapur dan membuatkannya teh manis hangat dalam cangkir keramik bermotif bunga. Kubuka tudung saji, rupan
Read more
Bab 43
Ah, bahkan security itu tampak tak bisa menyembunyikan rasa bahagia atas kabar pernikahan ini, apalagi Tante Lani---ibunya Dion yang jelas menentang hubungan kami. Apakah aku harus menerobos ke dalam untuk memastikan atau pulang dan menerima jika semua ini sudah berakhir, dan perjuangan kami hanya sampai di tengah jalan? “Mbak, maaf. Sebaiknya Mbak lain kali saja ke sininya. Nanti saya dimarahi kalau ketahuan ada orang berlama-lama depan gerbang, Mbak. Di dalam sedang ada acara penting. Keluarga Non Viona juga gak suka kalau ada orang yang membocorkan acara ini ke publik, sebelum dia mengumumkannya resmi.”Aku tersenyum kecut, tetapi pastinya hanya aku saja yang bisa melihatnya karena senyumanku tertutup masker. “Apa boleh saya bertemu dengan Dion, Pak. Saya mohon.” Pada akhirnya aku sudah menggadaikan rasa malu dan takut ini. Security itu terdiam dan menatap heran. “Katanya tadi dipanggil Bu Lani buat bersih-bersih? Sekarang dipanggil Mas Dion.” Dia tampak heran. “S--saya … hmmm
Read more
Bab 44
Pov Faqih Aku baru saja masuk ke halaman rumah yang luas ini. Bu Lani menelpon meminta bertemu. Menerima ajakan kerja sama darinya bukan tanpa alasan. Melihat betapa dia tak suka dengan keberadaan Ayu, membuatku yang awalnya sudah ikhlas akan desas-desus kedekatan mereka, merasa gamang untuk melepasnya pada Dion. Ya, memang sepertinya gak fair. Aku bersaing dengan Dion---muridku sendiri, tetapi kelambanan sikapnya membuat Ayu benar-benar ada di dalam masalah. Bagaimana bisa dia pergi ke luar negeri ketika Ayu, jelas-jelas tengah membutuhkan kehadiran dia. “Silakan duduk, Pak Faqih. Senang rasanya berkenalan dengan Anda.” Bu Lani tersenyum dan mempersilakanku duduk.“Terima kasih, Bu Lani.” Aku mengambil tempat dan duduk pada sofa single yang ada di sana. “Gimana perkembangan hubungan Pak Faqih dengan Ayu, apakah sudah sampai pada tahap yang signifikan?” “Bu Lani gak perlu ikut campur terlalu jauh. Yang penting, Bu Lani janji untuk tak membuat Ayu kembali di dalam masalah. Saya mi
Read more
Bab 45
“Hmmm, saya mau bertanya satu hal, boleh, Pak?” Setelah mengumpulkan keberanian, aku mencoba mengutarakan pertanyaan. Dari pada semua itu hanya menjadi prasangka tak berujung. Sebaiknya aku tanyakan saja. Ya, walaupun misalkan memang antara Pak Faqih dengan Tante Lani ada apa-apa. Dia pastinya akan mencari alasan lain untuk mematahkannya. “Jangankan satu, mau sepuluh juga boleh, kok.” Kulihat seulas senyum menghias bibirnya. “Pagi ini saya lihat mobil Bapak di halaman rumah Dion. A--apa saya boleh tahu, ada urusan apa Bapak dengan keluarga Pak Subekti?” Akhirnya rasa penasaran yang sejak tadi kupendam, tertuntaskan sudah. Aku menunggu jawaban Pak Faqih dengan hati berdebar. Dia terdiam sejenak, lalu menggaruk kepala. Aku masih menunggu jawabannya ketika tampak dia tengah menunduk sebentar. Namun tak lama, dia sudah kembali mengangkat wajah dan mengulas senyuman. “Oh itu, tadi ada urusan pengadaan fasilitas sekolah, kebetulan ‘kan Pak Subekti anggota dewan. Jadi berharapnya, sih, d
Read more
Bab 46
Pov Dion “Aku tak tahu lagi harus buat kamu percaya seperti apa, Yu! Kalau kamu gak rela karena berpikir jika aku sudah menyentuhmu, maka tak ada cara lain, aku akan secepatnya bertanggung jawab. Kita akan menikah.” Kalimat itu berulang-ulang terngiang dalam benak. Pesawat yang membawaku pulang menuju tanah air terasa sangat lambat. Padahal perjalanan Singapura-Indonesia hanya butuh waktu dua jam saja. Semua ini karena Mama, dia membuat aku terjebak dalam semua ini. Bahkan selama di Singapura, aku sama sekali seperti orang linglung. Gawai yang tertinggal membuat aku tak bisa berkomunikasi dengan siapapun. Sialnya lagi aku baru saja melempar janji pada seseorang lalu kemudian menghilang dengan mendadak. Kepanikan Mama mendengar Nenek yang sakit keras dan terjatuh di kamar mandi membuat Mama mengirimku cepat. Bahkan rupanya ticket sudah dia siapkan. Awalnya, katanya Mama yang hendak pergi, tetapi karena Papa ada kunjungan dinas ke luar pulau. Mama memohon agar aku segera berangkat
Read more
Bab 47
Pov DionSakit terasa menjalar hingga ke lubuk hati paling dalam. Aku menelan saliva dan mencoba menahan gejolak yang bermuara. “K--kenapa, Bu? Kenapa Ayu begitu tega mengkhianati hubungan kami? Kenapa, Bu? Kenapa?! Apakah ada lelaki lain yang begitu mudah membuat Ayu jatuh cinta? Ternyata aku salah, selama ini kukira dia tipe perempuan setia yang menjaga marwahnya. Namun, ternyata sama saja.” Aku tersenyum getir mendapat kenyataan yang sangat membuat anganku tertampar. Dia sudah menerima khitbah dari orang lain. Secepat itu. “Katakan padaku, Bu! Katakan, siapa lelaki itu?” Aku kembali menatap Ibu. Perempuan yang mengatakan kalimat itu dengan begitu ringan. Seolah perasaanku untuk Ayu hanya sebuah permainan.“Kamu jangan sembarangan menilai Ayu. Tak ada asap kalau tak ada api. Siapapun lelaki itu, Kamu tak bisa mengubah lagi keputusan Ibu. Ibu sudah memberikan restu pada mereka. Menikah itu tak hanya sekadar mencintai pasangan, tetapi membuatnya nyaman di tengah keluarga barunya! I
Read more
Bab 48
Pov - Dion“Assalamu’alaikum, Ma! Dion. Boleh masuk!” Aku mengetuk daun pintu. Tak berapa lama kudengar derit daun pintu yang terbuka. Namun alangkah terkejutnya aku melihat sosok yang berdiri di depanku dengan senyum manisnya. Rencana apa lagi sebetulnya yang tengah mereka buat untukku? “Hay, Dion!” “Vio? Lagi ngapain di sini?” Aku menatap datar pada perempuan yang mengenakan dress di atas lutut itu. Seleranya Mama ya yang modelan Dewi sama Vio memang. Entah kenapa, padahal dia sesama perempuan, tetapi malah pada suka yang kurang-kurang bahan.” “Mama sakit, Yon. Badannya dari malem panas banget. Ini masih aku kompres.” Viona menunjukkan handuk kecil yang tampak masih basah pada tangannya. Aku menautkan alis, menatap wajah Mama yang tampak tak ada pucat-pucatnya. Namun, karena Viona mengatakan Mama sakit, lekas aku mendekat. “Mama sakit apa?” tanyaku. Bukan khawatir, tetapi justru malah curiga. “Gak tahu, Yon. Dari malem badan Mama meriang, panas dan dingin. Untung ada Viona m
Read more
Bab 49
Aku menatap punggungnya yang perlahan menjauh. Mengintip dari balik tirai dengan mata berkaca-kaca. Kepergian Dion menoreh luka dan membawa sekeping asa. Punggungnya sudah menghilang di tikungan ketika kututup rapat kembali gorden kain yang menjadi tempatku bersembunyi. Tak terasa ada tetes hangat yang menyeruak, mengalir pada sudut mata kemudian berjatuhan. Kuseka dengan punggung tangan seraya menunduk dan berjalan menuju kamar. Kututup pintu kamar rapat-rapat, kerebahkan tubuh yang terasa lemas. Kembali terngiang penggalan kalimatnya yang membuatku tercengang. “Denger, Yu. Aku gak tahu menahu tentang pertunangan itu. Asal kamu tahu. Hari ini, aku baru pulang dari Singapura. Nenek jatuh dari kamar mandi dan Mama memintaku pergi.” “Kamu melihat mobil keluarga Viona mungkin benar! Tapi apa kamu melihatku, Yu?! Pasti enggak ‘kan? Aku harap kamu tunggu aku. Akan kuurus semua ini dengan Mama! Kamu masih cinta sama aku ‘kan, Yu?” “Aku mencintai kamu, Yu! Bukan Viona! Tolong beri kesem
Read more
Bab 50
Ah, benar saja. Aku sudah tertinggal. Lekas aku maju dan membayar di kasir. Sesekali aku masih melirik ke arah mereka. Sepertinya aku harus menguntitnya. Aku harus mengetahui apakah ada kebenaran lain yang disembunyikan Pak Faqih dariku? Akhirnya acara bayar membayar pun selesai. Si*lnya, mereka sudah menghilang. Lekas aku berjalan mencari keberadaan dua orang itu. Aku harus mendapatkan sesuatu. Kutelusuri lorong-lorong mall. Lekas aku memakai masker yang tadi kugunakan untuk berkendara. Setidaknya, aku merasa sedikit aman ketika wajah ini terlindung masker. Ke mana mereka? Rupanya terlalu cepat mereka menghilang. Aku, bahkan tak bisa aku menemukannya. Harusnya aku pulang saja dan tengah bercerita dengan Harum, sekarang. Namun, rasa penasaran yang menggebu membuat aku memutuskan untuk mengabaikan rencana awalku. “Baru keluar dari tempat makan? Berarti ‘kan sudah pertemuannya? Kalau mereka pergi, berarti ada kemungkinan pulang atau pindah tempat? Hmmm, belanja, misalnya.” Aku meng
Read more
PREV
1
...
34567
...
16
DMCA.com Protection Status