All Chapters of SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN : Chapter 21 - Chapter 30
176 Chapters
Apa Kamu Menyesal, Mas?
“Masih ada waktu menyelesaikan semua rasa penasaran Umi. Karena Abi memutuskan kembali, demi Umi dan anak –anak. Mari tidak ada bahasan lagi begitu kita bertemu dengan anak –anak di rumah.” Mas Haris memahami permintaanku dan ternyata dia pikiran yang sama denganku jika menyangkut anak -anak.Usia kandunganku sekarang enam bulan, dan Mas Haris bilang dia sudah menikah secara siri dengan Inggit selama enam bulan pula. Apa artinya Mas Haris menikah berbarengan dengan kabar kehamilanku? Atau aku hamil setelahnya?“Apa ... setelah aku hamil Mas? Atau sebelum aku memberi tahu kalau aku sedang hamil?”Sekarang panggilanku berubah jadi ‘Mas.’ Siapa yang bisa mangkir dari sakit hati dan marah pada pasangannya ketika sudah dikhianati?Aku belum memaafkannya, meski niat itu ada. Sayangnya aku juga tidak yakin apa bisa memaafkannya. Lama kelamaan, memanggilnya dengan sebutan Abi, yang merupakan panggilan kesayanganku selama ini membuatku muak. Aku merasa benci bersikap seolah semua baik –baik sa
Read more
Aku Tidak Akan Melepaskannya
Deru mobil terdengar. Sesaat kemudian suara itu menjauh perlahan, semakin menjauh dan menghilang. Inggit yang sedari tadi menyandar di pintu dengan merapatkan kepala untuk menguping obrolan Haris dan istri pertamanya –tubuhnya luruh hingga terduduk di lantai. Tubuh yang ia kuat –kuatkan untuk menopang agar tetap bisa berdiri tegak meski hatinya sedang hancur sekarang.Pria yang telah mengayomi dan bertanggung jawab atas hidupnya telah pergi sekarang. Dalam tangisnya, Inggit mengingat detail kejadian bagaimana sejak kali pertama dengan Haris di rumahnya. Pria yang wajahnya sering ia lihat dari ponsel, setelah Paman Wawan mengirimkan ke nomor Inggit.“Bagaimana menurutmu, Nggit?” tanya Paman Wawan.“Lumayan ganteng Paman, mirip artis Turki, he he.” Inggit mengucap malu –malu.“Kalau Paman punya anak perempuan seumurmu, pasti Paman akan menawarkan padanya untuk dimadu. Jadi setelah menikah tidak perlu susah mencari harta dunia, dan fokus miki akhirat saja.“Tapi, apa dia mau sama aku? Ak
Read more
Rasa Bersalah
“Aku sudah tahu hari ini akan datang.” Pak Karim menggumam sendiri kala ke dua matanya menangkap nama Haris di atas layar ponsel.Dia tidak tahu, apakah mengangkat panggilan itu merupakan langkah terbaik sekarang.“Pak siapa?” tanya Ibu Inggit dengan nada berbisik.Wanita itu memiliki keyakinan kalau itu pasti Haris atau istri pertamanya. Memangnya siapa yang akan menelepon tengah malam begini? Apa lagi sudah jelas perang baru saja dimulai dengan keributan di rumah ini. Sang pemilik asli telah datang, meminta Inggit pergi meninggalkan pria yang sebenarnya dia juga berhak karena telah ikut memilikinya.Tak sabar ingin tahu siapa yang memanggil dan memastikan dugaan, wanita paruh baya itu melongok untuk melihatnya. Satu sudut bibirnya terangkat. Ibu Inggit tersenyum sinis. Dia mulai bisa membaca situasi.“Jangan diangkat, Pak!” pintanya pada Karim.Inggit yang juga ikut penasaran karena suara panggilan itu, menjauhkan tubuh dari sang Ibu. Sekarang bukan saatnya bermanja –manja dan meras
Read more
Bantuan Ustaz Fawwas
Inggit sudah terlelap tidur di atas pembaringan. Ia merasa lelah. Setelah berjam –jam menangis tapi hatinya tidak juga bisa tenang karenanya. Bagaimana tidak? Haris pergi. Dan dia tidak tahu apa pria itu akan kembali. Meski ibu dan Bapaknya mengatakan mereka tak akan tinggal diam sampai Haris kembali.Sementara itu, orang tua Inggit tidak pulang dan memilih menemani puterinya. Bolak –balik Ibu Inggit mengecek ke kamar Inggit. Takut anaknya itu nekad bunuh diri setelah apa yang menimpanya.“Ada apa to Bu?” tanya sang suami dengan nada berbisik. Karim yang baru saja ke luar dari toilet merasa bingung melihat istrinya itu buka tutup pintu kamar Inggit sedari tadi.Ibu Inggit menutup pintu pelan –pelan karena tak ingin membangunkan anaknya. Didorong tubuh suami menjauh agar bisa bicara dengan bebas tanpa khawatir Inggit mendengar.“Bapak nggak ada rencana? Telepon Wawan dulu, biar dia menemui Haris.”“Sabar to, Bu. Malam –malam gini nelpon orang. Nanti kalau istrinya yang angkat bisa hebo
Read more
Bisikan-bisikan Jahat
Salma terus memukulkan sebuah botol kecil berisi obat –obatan dadanya yang terasa nyeri dan sesak. Dia tak mengerti, sudah berusaha keras menumpahkan segala kekesalannya dengan menangis dan bahkan menyakiti diri sendiri, tapi tak juga berkurang rasa sakitnya.“Aaa ...!”Sesekali wanita itu berteriak. Walau begitu hatinya tak berhenti berdzikir dan meminta petunjuk pada Rabbnya. Apa yang harus dilakukan sekarang? Siapa yang bisa dia mintia tolong untuk memediasi masalahnya? Ke mana dia akan mengadu agar ada yang menguatkannya? Walau bagaimana dia hanya seorang manusia rapuh yang bukan hanya perlu meminta petunjuk pada Tuhannya tapi juga meminta motivasi dari sesama.Ibunya? Tidak mungkin. Wanita tua itu bahkan masih berduka karena Bapak Salma baru –baru ini meninggal? Mbak Mur? Bagaimana kalau ternyata nanti bocor ke tetangga yang lain? Hania? Dia pasti akan sangat terluka. Lagi –lagi dia tak membuat hati anak –anaknya yang seperti cermin akan pecah dan tak bisa lagi disatukan seperti
Read more
Mahar Pengantin
Wawan bergegas ke dapur untuk menemui sang istri. Ia perlu mencari tahu bagaimana situasi di kalangan akhwat belakangan? Mengingat Ustaz Fawwas berpesan sudah dalam sekali, bahkan sebelum Haris dan Inggit menikah. Dan belakangan, Wawan sudah tidak terlalu membahas soal poligami dengan teman –temannya.Dengan begitu, seharusnya ibu –ibu tidak terlalu marah padanya. Dan juga istri Ustaz Fawwas sudah tidak lagi menyimpan dendam. “Hais, mikir apa aku ini? Mana ada seorang hafidzoh menyimpan dendam pada orang lain? Bisa –bisa hafalannya lenyap.”Wawan menghibur diri sendiri. Sampai di dapur, sang istri tengah merebus telur dan beberapa sayur sebelum dimasak dan dibumbui. Ia menoleh begitu menyadari ada pergerakan dari arah pintu.“Ada apa?” tanya istri pertama Wawan datar.“Mi, masih satu grup dengan istri Ustaz Fawwas?” tanya Wawan mulai penyelidikan.“Tumben tanya soal istri Ustaz Fawwas?” Istri Wawan itu seolah tidak begitu tertarik bicara membahas perempuan yang selama ini banyak mengi
Read more
Tidak Bisa Marah
Salma menumpahkan air dalam gayung itu tepat di wajah Haris, berharap setan yang membelenggunya pergi dan pria itu lekas bangun untuk melakukan kewajibannya. Haris gelagapan karena kesulitan bernapas sekaligus terkejut, sehingga terbangun dari tidurnya. Saat melihat sekitar apa yang terjadi, seorang perempuan sudah berjalan menjauh masuk ke kamar mandi.Diusap wajahnya yang basah kuyup, bukan hanya itu kasur yang ditempatinya juga basah karena volume air yang tumpah kelewat banyak.“Apa ini?” dengkus Haris kesal. Tidurnya yang nyaman terganggu. Padahal belum lama, akhirnya mata itu bisa terpejam. “Apa ini ulah Salma?” gumamnya bertanya –tanya. “Hiss, siapa lagi memangnya?!” desis Haris sebelum akhirnya memutuskan bangun dan bertanya pada Salma.“Mi! Ini ulahmu?! Kenapa kamu iseng sekali? Apa kamu sudah tidak menghormatiku lagi sebagai seorang suami?!” Haris tak terima diperlakukan Salma begini. Tidak ada sopan –sopannya.“Au ... au ... au ....!” Pria itu mengaduh, karena saat berusaha
Read more
Ibu Tiri
Ameena mulai gelisah karena suaminya tidak juga ke luar, padahal dia sudah menunggu di mobil. “Ke mana sih, Abi ini? Bukannya rapat sudah selesai?” keluhnya sembari mengedarkan pandangan. Seharusnya pria bernama Fawwas itu sudah sampai di mobil, karena Ameena memutuskan ke luar dari obrolan beberapa akhwat di ruang jamaah perempuan begitu melihat sang suami meninggalkan ruangan pengurus majlis di seberang. Ruangan yang hanya dipisahkan taman kecil itu membuat Ameena bisa melihat siapa yang ke luar dari sana lewat jendela yang didesain gelap tapi tembus pandang dari dalam.Wanita berusia 27 tahun itu lantas ke luar dan mencari sang suami di ruang pengurus. Dia pikir suaminya ada hal lain yang terlupa untuk disampaikan pada mereka. Namun, sampai di sana dia tak mendapati siapapun.“Apa ada tamu, ya?” gumamnya. Kini Ameena menoleh ke arah ruang tamu. Benar saja dia melihat ada tiga sandal bertengger di teras. Saat menaikkan pandangan, sang suami terlihat di sana sedang tertawa dengan
Read more
Gercep-nya Pihak Madu
“Uhhh Sayang ....!” seru Salma pada bungsunya yang memeluk tubuhnya. Karena tinggi Farhan baru seperut Umi, jadilah yang dipeluk adalah pinggang.Salma melepaskan dua tangan Farhan yang melingkar dari belakang. Lalu berbalik dan menggendongnya di samping sebab bagian depan perutnya ada beban lain dari calon adik Farhan. “Pinter sekali lho jam segini sudah bangun.”Jagoan kecil itu lantas meletakkan kepala di dada Uminya. Ia masih malas karena baru bangun tidur. “Udah pipis?” tanya Salma mengingatkan kebiasaan anaknya se –bangun tidur.Salma sengaja tidak memandikannya dulu, sebab harus mengerjakan banyak pekerjaan lain. Dan memandikannya berbarengan dengan kakaknya yang berumur enam tahun setelah selesai wirid dan mempersiapkan keperluan sekolah.Farhan mengangguk. “Udah cama Mbak Nia tadi,” jawabnya polos.Salma pun tersenyum, menahan nyeri di hatinya. Ingin sekali melupakan kejadian tadi malam. Namun, sepertinya alam semesta tak akan mengizinkan Salma melupakannya. Ia sempat berpiki
Read more
Karena Haris tidak Kunjung Pulang
“Ibu kok belum pulang juga, Pak?” tanya Inggit begitu dia ke luar dari kamar, dan telah siap dengan pakaian rapi.Rasanya ada yang kurang sebelum Ibunya tahu dan meminta pendapat wanita itu. Yah, walau pada akhirnya tetap saja pendapat Pak Karimlah yang mendominasi.“Huft. Mbuh Nduk!” Pak Karim menghela napas berat. “Sudah kutelpon dia. Tapi malah hapenya nggak aktif.”“Hem, kebiasaan Ibu. Bawa hape lowbat,” omel Inggit. Ibunya sangat sulit mengubah kebiasaan walau mendengar keluhan Inggit hampir tiap hari soal ponsel yang dibawa. Seharusnya karena ponsel miliknya sendiri, sang ibu memperhatikan apakah dayanya sudah terisi dengan jumlah aman atau belum saat membawanya ke luar?Di rumah saja, Inggitlah yang selalu mencharnger alat komunikasi milik Ibunya itu. Karena jarang mendapatkan panggilan atau pesan masuk, Ibu Inggit jadi tidak begitu mempedulikan. Padahal, ada saat –saat genting seperti ini di mana mereka harus saling berkomunikasi.“Ya sudah, biarkan saja dia. Sepertinya malah
Read more
PREV
123456
...
18
DMCA.com Protection Status