Semua Bab Aku Tanpa Cintamu: Bab 11 - Bab 20
21 Bab
Rumah Kenangan
"Mas Zaid?""Bisa kita bicara sebentar, Zee?Aku beralih pada Handi. Lelaki itu hanya mengangkat bahu. "Ke ruanganku saja."Berjalan naik ke lantai dua, kami menuju kantor pribadiku. Ruangan berukuran empat kali tiga meter itu baru selesai dirapikan oleh anak buah Paklik Yusuf. Aroma cat masih terasa saat kami berdua masuk. "Silakan duduk, Mas.""Kantormu bagus, Zee.""Makasih. Langsung aja, Mas. Ada apa sebenarnya?"Mas Zaid berdeham beberapa saat. Ia duduk lalu menatap ke arahku. Masih ada sedikit debar itu saat pandangan kami beradu. "Tentang rumah yang di Jakarta. Aku berniat menjualnya."Sedikit terkejut, aku mendongak. "Oh, ya. Silakan. Kamu memang berhak menjual rumah itu.""Maksudku, ingin mengajakmu untuk ke Jakarta dan mengurus semuanya.""Kenapa harus? Itu rumahmu, Mas. Aku nggak punya hak apa-apa, jadi kamu aja yang urus.""Nggak, Zee. Kamu punya hak atas rumah itu. Anak-anak juga. Lalu, aku ingin kamu dan anak-anak melihat rumah itu untuk terakhir kali sambil serah ter
Baca selengkapnya
Anak Siapa
Handi? Bagaimana bisa ia sudah sampai di kota ini juga? Mungkinkah ini memang suatu kebetulan yang lain? Tak bolehkah aku menaruh kecurigaan padanya?Seorang pelayan datang dan membuatku mengalihkan perhatian. Satu porsi salad kini terhidang di meja. Tentu saja dengan sebotol air mineral. "Zee? Kamu di sini?"Tiba-tiba Handi sudah berdiri di depanku, dan tanpa menunggu dipersilakan, lelaki itu duduk. "Ya. Kamu sendiri, ngapain di sini?""Aku ada janji ketemu sama klien untuk pemotretan. Kamu, nginap di sini?""Iya. Tadi cari yang dekat aja karena udah malam.""Ada acara?"Aku pun menceritakan rencana Mas Zaid menjual rumah kami dan juga keinginannya agar aku datang. "Sekalian nengok butik juga, sih."Handi mengangguk dan tersenyum, tapi senyum itu tak menyentuh matanya. Seorang pelayan mengantarkan pesananku. "Mbak, pesanan saya yang tadi di meja nomor dua, tolong bawa ke sini, ya."Pelayan perempuan itu mengangguk pada Handi, kemudian berlalu. "Boleh aku temani makannya?""Kamuny
Baca selengkapnya
Rujuk, Yuk
"Nanti aku jelasin. Kita udah sampai."Aku langsung turun tanpa menunggu Mas Zaid membukakan pintu mobil. Kami bukan lagi pasangan suami istri seperti dulu. Tak perlu berharap ia bersikap romantis.Di dalam resto, kami duduk berhadapan. Lelaki di depanku ini mulai berbicara setelah memesan makanan. "Aku curiga, Raka bukan anakku, Zee. Dia sama sekali nggak punya kemiripan denganku.""Jangan gampang ambil kesimpulan, Mas. Betapa banyak anak di dunia ini yang nggak mirip sama ayah ibunya. Padahal mereka anak kandung.""Nggak gitu, Zee. Kamu lihat anak kita."Dadaku perih mendengar ia menyebut frase anak kita. "Ziva mirip banget sama kamu, Zee. Sementara Zelda, walaupun nggak terlalu mirip aku, tapi ada garis-garis di wajahnya yang dia dapat dari genku. Sementara Raka jauh banget, Zee.""Jauh gimana?"Mas Zaid mengeluarkan ponsel dari saku, lalu menunjukkan sebuah foto. Tampak seorang bayi laki-laki yang sehat dan menggemaskan sedang tersenyum. Hanya saja, ada yang aneh dengan bocah luc
Baca selengkapnya
Saling Mengenal
Handi berjalan ke sisi samping meja. "Aku tahu, ini terlalu cepat, Zee," ujarnya seperti mendengar apa yang aku pikirkan. "Nggak usah dijawab sekarang. Aku akan menunggu sampai kapanpun kamu siap.""Kenapa harus aku, Han?""Karena kamu orang yang tepat buatku, Zee.""Tahu dari mana?"Lelaki muda itu menarik kursi di dekatnya. "Apa kamu akan percaya kalau itu hasil istikharah?"Aku menatapnya dengan menyipitkan kedua mata. Seorang Handi salat istikharah? Apakah ini sisi lain yang aku belum tahu dari lelaki itu?"Tuh, kamu nggak percaya, kan?""Eh, a-aku percaya, kok. Cuma heran aja kamu sampai istikharah buat menjatuhkan pilihan.""Lho, bukannya memang harus gitu? Guru agamaku di SMA dulu pernah bilang, bahkan saat hendak membeli pakaian pun harusnya kita minta bimbingan Allah. Bukan hanya soal jodoh.""Iya, ngerti, tapi kamu tahu kalau aku pernah gagal 'kan?""Aku tahu dan paham, Zee. Pastinya nggak mudah buat kamu membuka hati kembali. Izinkan aku untuk membantu membukanya perlahan.
Baca selengkapnya
Handi dan Asih
"Minum Zee," suara Handi membuatku tersentak."Eh, maaf. Sampai kaget gitu. Ngelamun, ya?" tanya Handi lagi."Ng-nggak, kok," jawabku sambil terus melirik ke arah mobil Mas Zaid. Mantan suamiku itu menurunkan beberapa kardus dari dalam mobil, dibantu oleh si tukang kebun. Menit berikutnya mereka sudah menghilang ke dalam rumah besar itu.Handi mengulurkan gelas berisi orange juice dingin padaku. Ada getar halus ketika tangan kami tak sengaja bersentuhan. Sepertinya ia merasakan hal yang sama. Sejenak Handi menatapku intens."Di ujung ada kamar kecil," ujarnya tiba-tiba seperti ingin memecah kebisuan kami. "Kamu bisa ganti pakaian di sana. Setelah siap, kita bisa ambil beberapa gambar di sini."Aku mengangguk. Meminum jus yang diberikan Handi, kemudian aku meninggalkannya untuk berganti pakaian. Ada lima produk baru yang aku bawa kali ini. Handi sempat menyarankan untuk menambah hingga delapan atau sepuluh, tapi aku menolak. "Udah dikasih gratis, masa ngelunjak," kilahku saat kami ma
Baca selengkapnya
Pengejaran
Ingin rasanya aku masuk kedalam ruangan itu dan meminta penjelasan pada keduanya. Namun, ingatan pada Asih yang sudah memporak-porandakan rumah tanggaku, membuat niat itu batal. Sebaiknya aku pergi saja dari rumah ini. Saat memutar badan hendak keluar, entah bagaimana kakiku terantuk dahan pintu. Rasa sakitnya membuat aku meringis, tapi tak seperih hati yang merasa dikhianati. Dengan menahan pedih, aku bergegas hendak keluar. Saat itulah Handi muncul di pintu. Ia pasti mendengar suara benturan di pintu. "Zee? Ka-kamu ...."Aku menatapnya dengan pandangan yang mulai buram. Sebisa mungkin kutahan agar tak luruh agar tak menjadi derai yang menganak sungai. Aku harus kuat di mata dua orang yang bersekongkol ini. "Ya. Aku sudah mendengar semuanya, Han. Nggak nyangka ternyata kamu sejahat itu. Kenapa? Ada salah apa aku ke kamu?"Ternyata aku sulit menahan jatuhnya kristal dari mata. Sebisa mungkin berusaha untuk tak terisak. Lalu saat sosok perempuan itu muncul di belakang Handi, aku sud
Baca selengkapnya
Penjelasan
Ternyata saat aku tidur tadi, di luar turun hujan. Kini jalanan basah. Sebasah luka yang baru saja Handi goreskan. Ah, kenapa aku kembali mengingat sosoknya?Aku fokus di balik kemudi, tapi ingatan justru berputar pada pertemuan-pertemuan dengan Handi. Kenapa selama ini aku tak bisa menangkap fakta bahwa ia punya maksud jahat? Sulit bagiku untuk menerima kenyataan bahwa Handi bersepakat dengan Asih. Seketika aku kembali merasa muak.Kecewa, marah, sedih, dan merasa dikhianati. Semua perasaan itu terus terbawa hingga aku masuk ke dalam sebuah restoran cepat saji. Aku mencoba membebaskan dada ini dari rasa yang menyiksa. Mungkin aku harus menjauh dari Handi karena kehadirannya setelah ini pasti akan membuat sayatan luka itu semakin dalam. Suasana resto cukup lengang malam ini. Mungkin karena baru saja hujan di luar sana. Aku makan dengan perasaan hampa, sambil sesekali memperhatikan jalan di luar sana. Detik berikutnya beralih pada antrian pengunjung yang entah kenapa didominasi driver
Baca selengkapnya
Dilamar
Pagi setelah sarapan, aku sudah langsung check out dari hotel. Bandung sudah tak menjadi tujuan berikutnya. Pikiran dan hati saat ini sudah bukan tertuju pada pakerjaan, jadi aku memilih untuk pulang ke Temanggung. Biarlah lain kali saja ke sana. Saat aku baru saja masuk ke dalam mobil, seseorang mengetuk kaca jendela. Mas Zaid? Kenapa dia sampai ke parkiran di basemen ini?Kubuka jendela mobil, dan mengamati mantan suamiku itu dari atas ke bawah. Ia membawa sebuah kantong besar bertuliskan brand terkenal sebuah produk mainan. Ah, iya. Aku baru ingat kalau Mas Zaid ingin menitipkan sesuatu untuk Ziva dan Zelda."Kok, Mas tahu aku ada di sini?" "Aku tadi ke resepsionis, tapi katanya kamu udah check out. Untung belum terlambat.""Iya. Aku ada urusan yang harus diselesaikan.""Jadi ke Bandung?""Nggak kayaknya. Aku harus segera pulang ke Temanggung.""Zee, sebenarnya ....""Kenapa, Mas?""Sebenarnya aku khawatir kamu nyetir sendirian sejauh ini. Kalau kamu nggak keberatan, biar aku tem
Baca selengkapnya
Calon Suami Pilihan
"Kamu pulang sama siapa, Nduk.""Eh, i-itu ... Handi yang antar, Bu.""Sekarang, mana dia?""Udah pulang.""Kenapa nggak disuruh masuk dulu. Kamu harusnya buatin teh dulu.""Wes, tho, Bu. Biarin aja. Udah malem juga. Ora penak karo tonggo.""Huss, nggak boleh gitu sama calon suami.""Hah? Calon suami? Maksudnya gimana, Bu?""Lho, Nak Handi belum ngomong sama kamu?""Ngomong apa, Bu?""Yo, wes. Kamu istirahat aja dulu. Sudah malam. Besok aja kita obrolin lagi."Sebenarnya aku masih ingin mengorek keterangan lebih lanjut dari ibu. Siapa yang dimaksud calon suami oleh ibu? Tak mungkin itu Handi, 'kan? Ibu menguap panjang. Pasti tidurnya terganggu dengan kehadiranku di malam selarut ini. Akhirnya kuputuskan untuk besok saja meminta penjelasan dari ibu tentang ucapannya tadi. Aku masuk ke kamar dan melihat Ziva tertidur pulas. Sementara Zelda tidur di kamar ibu. Selama aku pergi ke Jakarta, gadis kecil itu hanya mau tidur bersama nenek dan kakeknya.Aku tersenyum menatap wajah Ziva yang
Baca selengkapnya
Yah, Ketahuan
Aku memotret barang-barang pemberian Handi itu. Sengaja kufoto secara terpisah. Pertama kukirim foto buah-buahan itu padanya ditambah sebaris kalimat. Thanks kirimannya. Harusnya kamu nggak perlu repot-repot.Tak lama tanda centang di samping pesan itu sudah berubah menjadi biru. Namun, sampai beberapa menit tak juga ada balasan yang masuk. Dengan kesal, kuletakkan ponsel itu dan beralih pada pekerjaan. Aku memeriksa beberapa berkas yang sudah disiapkan Murni. Ternyata ada undangan untuk mengisi sebuah acara enterpreneur di Bandung akhir pekan ini. Entah dari mana mereka mendapatkan informasi tentangku. Setelah memberi tanda pada kalender, aku beralih pada rencana pemesanan bahan untuk produk baru. Karena kemarin batal ke Bandung, hari ini aku memilih menelepon bagian pemasaran pabrik tekstil yang menjadi rekananku.Tak terasa, pembicaraan tentang bahan, kesiapan produksi, dan proses pengirimannya telah memakan waktu lebih dari lima belas menit. Aku menarik napas panjang setelah sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status