Aku Tanpa Cintamu

Aku Tanpa Cintamu

Oleh:  NH. Soetardjo  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
21Bab
922Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Zee merasa gagal dalam kehidupan rumah tangga setelah suaminya terlibat hubungan terlarang dengan wanita lain. Ia memilih bercerai dan kembali ke kampung halaman tempat kedua orang tuanya tinggal. Membawa dua orang anak, Zee bertekad untuk sukses dalam bisnis dan membahagiakan buah hatinya. Dalam rentang waktu yang singkat, ternyata ia bertemu dengan Handi yang mencoba masuk dalam hati dan kehidupannya. Namun, berbagai kejanggalan mulai muncul dalam setiap pertemuannya dengan lelaki itu. Akankah Zee menitipkan cinta berikutnya pada orang yang tepat?

Lihat lebih banyak
Aku Tanpa Cintamu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Andrina Hendarfin
bagus ceritanya
2023-10-08 17:53:12
0
21 Bab
Pulang
"Sampai kapan pun, aku nggak akan menceraikan kamu," ucap Mas Zaid kala itu, dan kini masih terngiang dengan jelas. "Kalau begitu, aku yang akan mengajukan gugatan," tegasku. "Silakan, tapi kamu nggak akan mendapat hak perwalian atas Ziva dan Zelda."Mas Zaid memandangku tajam. Gerak bahu dan dadanya terlihat jelas kalau amarah masih menguasai jiwa lelaki itu. Terbalik bukan? Harusnya aku yang marah. "Mas mengancamku? Silakan saja. Toh, aku sudah mengantongi semua bukti perselingkuhan Mas dengan perempuan laknat itu."Itu setahun lalu. Kini, aku telah memilih. Pilihan itu membawaku kembali ke sini. Ke sebuah rumah di mana aku dilahirkan."Kita mau ke rumah Uti, Ma?" tanya Ziva tadi malam. Aku memberinya jawaban dengan anggukan kepala. Bocah lelaki berambut ikal itu mengepalkan tangan sambil menarik tangannya ke bawah. "Yes!" serunya seiring senyum yang terlukis di wajah ovalnya.Halaman rumah ini masih sama seperti saat terakhir aku pulang. Cat dindingnya tak berubah. Tentu saja ka
Baca selengkapnya
Laki-laki Asing
Aku bergegas masuk ke balairung salah satu hotel terbesar di kota ini. Letaknya di lantai paling atas. Baru satu pekan pulang ke kampung halaman, ternyata sudah mendapat undangan pesta pernikahan seorang sahabat semasa duduk di bangku SMA. Awalnya aku tidak berniat hadir. Namun, Ibu dan Bapak memaksa."Hani rajin mengunjungi Ibu sebulan sekali sejak kamu hijrah ke Jakarta. Masa di hari paling bersejarah dalam hidupnya, malah kamu nggak hadir?""Perjalanan ke kota kabupaten lumayan jauh, Bu. Kasihan Ziva dan Zelda. Apalagi pestanya malam hari," jawabku beralasan. "Anak-anak nggak usah diajak. Biar Ibu dan Bapak yang akan jaga mereka."Beberapa hari berikutnya aku masih memikirkan apakah harus datang atau tidak ke acara ini. Tegakah? Bukankah harusnya aku malah membantu Hani mempersiapkan pestanya sejak awal? Bahkan dia mengirimkan seragam khusus untukku yang didaulat sebagai bridesmaid."Pokoknya kalian berenam harus datang. Aku udah siapin kamar di hotel yang sama."Pesan itu Hani kir
Baca selengkapnya
Bertemu Mantan Suami
Seperti umumnya persahabatan, saat menginap adalah kesempatan kami untuk melepas rindu. Bercengkrama hampir lupa waktu. Apalagi setelah menikah, banyak di antara kami yang sudah sulit untuk bertemu karena telah tinggal berjauhan. Namira dan keluarganya kini menetap di Bandung. Sarah dan Lidya tinggal di Jakarta, sementara Indah ikut suaminya yang dipindahtugaskan ke Surabaya. Hanya Winda dan Hani yang masih tinggal di kota ini. Walau turut sedih atas perceraianku dengan Mas Zaid, di lain sisi mereka senang akhirnya kami kembali tinggal berdekatan. Beda kecamatan, tapi masih satu kota. Artinya akan banyak waktu bagi kami untuk sering berkumpul seperti malam ini.“Sayangnya Namira dan Sarah nggak bisa nginep, ya …,” ujar Lidya tampak kecewa. Ia sedang menyisir rambutnya yang panjang. “Ya, gimana pun, namanya istri harus ikut kata suami, lah. Pak bos ngajak pulang sekarang ya, harus cabut,” Indah menanggapi. Seketika suasana hening. Winda mengalihkan tatapannya padaku.“Eh, sorry, Zee.
Baca selengkapnya
Pesan Mesra
"Kenalkan, saya Zaid. Suami Zee," ucap laki-laki itu sambil duduk di antara kami, padahal belum ada yang mempersilakan. Handi menyambut uluran tangannya. "Maaf, ralat. Mantan suami," tukasku cepat, sementara tangan mereka masih berjabat. Handi menatapku tajam. Sejurus kemudian bibirnya membentuk senyum tipis."Saya Handi Aditya, pacarnya Zee."Kalimat itu spontan membuat mataku membulat. Hendak protes, tapi segera kuurungkan saat melihat Zaid yang kini terlihat bingung. Sejurus kemudian, laki-laki itu segera menguasai keadaan. Mereka saling melepas genggaman tangan."Sudah saya duga kamu pasti menginap di sini, Zee. Pulang jam berapa?""Sebentar lagi.""Saya antar, ya?""Gak perlu. Saya bawa kendaraan sendiri."Hening.Zaid mulai menikmati makanannya. Aku sendiri sudah tak berselera. Kualihkan pandangan ke Handi. Laki-laki itu tersenyum penuh arti dan mengedipkan sebelah matanya padaku. Apa maksudnya?Tunggu. Aku jadi terpikir satu ide. Mungkinkah kedipan mata Handi tadi karena dia me
Baca selengkapnya
Dua Marina
"Mas, kamu menginap nanti, ya? Aku ingin melihat wajahmu saat bangun esok hari. Masa iya, kamu mau ninggalin aku gitu aja sendirian di hotel?"Chat mesra seperti itu ditujukan untuk Mas Zaid, tapi dari seseorang bernama Roy? Apakah aku yang belum mengenal pasangan lebih dalam? Selama ini tak ada tanda-tanda orientasi yang menyimpang dari suamiku. Mas Zaid pun, kutahu adalah pribadi yang paham bagaimana bahayanya kecenderungan menyimpang itu. Beberapa saat berpikir keras, kuputuskan untuk menelusuri riwayat pesan-pesan sebelumnya. Mas Zaid sedang tidur ketika handphone itu terus bergetar. Selama ini aku tak pernah dengan sengaja membuka ponselnya. Pernikahan ini awalnya bukan karena aku cinta dia. Maka kubangun tiang-tiangnya dengan dasar percaya. Ada Allah yang Maha Tahu, dan cukuplah itu menjadi batasan kami meneguhkan kesetiaan. Tak pernah saling curiga dengan siapa masing-masing menjalin komunikasi.Semakin jauh menelusuri pesan-pesan itu, aku yakin pengirimnya bukan Roy. Tampakny
Baca selengkapnya
Video 25 Detik
Aku tahu kini, siapa perempuan simpanan Mas Zaid. Wajahnya jelas terlihat di video berdurasi dua puluh lima detik itu. Video laknat penghancur rumah tanggaku. Pantas saja belakangan Mas Zaid sering pulang malam. Aku percaya saja saat dia mengatakan banyak pekerjaan di kantor yang harus segera diselesaikan. Ternyata tugas dari perempuan jalang untuk memuaskan hasratnya.Hingga malam itu aku terbangun di tengah malam. Kudengar suara Mas Zaid sedang mandi. Kebiasaan baru yang dulu tak pernah dilakukannya. Aku segera pura-pura memejamkan mata saat dia masuk ke kamar kami. Kemudian kudengar suara lemari dibuka, juga langkah kakinya yang seperti ditahan. Sepertinya dia takut aku terbangun.Beberapa menit kemudian hening. Hanya terdengar bunyi napasnya yang teratur tanda Mas Zaid sudah terlelap. Perlahan aku bangkit dan menoleh ke arah punggungnya. Dia membelakangiku. Tampak rambutnya basah. Suamiku baru saja berbuat apa hingga harus keramas tengah malam? Sekelebat pikiran buruk menghantuik
Baca selengkapnya
Pertemuan Dua Lelaki
"Siapa laki-laki itu? Ada hubungan apa kalian sampai mobilnya pun kau bawa ke rumah ini? Oh, atau dia selingkuhanmu juga saat kita belum bercerai?""Itu bukan urusanmu."Laki-laki itu tersenyum sinis."Lho, bisa jadi kan? Sebenarnya kamu juga selingkuh dariku? Apalagi awal kita menikah, bahkan kau tak mencintaiku, bukan?" Ia melangkah masuk, lalu duduk tanpa kupersilakan. Aku sudah malas menanggapi kata-katanya. Cukuplah setahun kemarin ia meyiramkan garam di atas lukaku. "Sudah ... berapa lama, Mas? tanyaku dengan mata yang memanas. Hari itu, saat kuputuskan untuk membuat dia tahu bahwa aku sudah mengetahui perbuatannya. Mas Zaid menunduk. Ia membisu."Jawab, Mas! Aku sudah tahu semuanya, dan kau tidak bisa mengelak!"Sebenarnya dadaku sesak melihatnya saat itu. Namun, aku tak mau terlihat lemah di depannya. "Belum ... lama ...," lirihnya, hampir tak terdengar. Bahkan ia tak berani menatapku.Aku semakin jijik melihatnya. Masih terbayang bagaimana Mas Zaid bercumbu dengan Asih dal
Baca selengkapnya
Tawaran
Tiba-tiba terdengar suara mobil memasuki halaman. Itu mobilku. Cepat sekali Handi mengurusnya. Aku baru hendak bangkit dari duduk saat melihat wajah Mas Zaid menegang. Rahangnya mengeras. Ia menatap ke arah mobil yang pintunya kini terbuka. Mungkinkah ia cemburu?Dulu, aku senang saat Mas Zaid cemburu. Bukankah cemburu itu tanda cinta? Hah? Cinta, ya? Cinta seorang laki-laki yang menorehkan luka teramat dalam.Entah apakah luka itu bisa sembuh atau tidak. Kalau memang bisa, pastinya akan meninggalkan bekas, hingga aku akan kembali teringat apa yang menyebabkan luka itu ada.Aku menghela napas, ingin membebaskan dada ini dari rasa yang menyiksa. Andai bisa, aku tak ingin menjalin interaksi lagi sedikit pun dengan laki-laki ini, karena kehadirannya hanya membuat hati kembali tersiksa. Bahkan ingin kuhapus namanya, bukan hanya dari daftar kontak di ponsel, tapi juga dari memori di otak. Namun, aku tak bisa disebabkan Ziva dan Zelda berada di tengah-tengah kami. Ikatan suci pernikahan me
Baca selengkapnya
Wanita Itu Lagi
"Jangan lupa, aku ayah mereka! Itu nggak bisa diubah sampai kapan pun.""Bukan berarti Mas bisa mengatur mereka dengan cara memaksakan keinginan pribadi," geramku. Mas Zaid sudah hendak membalas kembali, saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nada deringnya suara bayi yang tertawa riang. Wajah laki-laki itu mendadak pasi, lalu menghindari tatapanku.Perlahan ia melangkah agak menjauh. Mungkin enggan percakapannya di telepon terdengar olehku. Sepertinya Asih yang menelepon."Iya. Udah selesai, kok," ucapnya terdengar samar olehku. Matanya sekilas melirik ke arah Ziva dan Zelda yang kuajak masuk ke dalam rumah. Aku tak ingin Mas Zaid merasa ada yang menguping pembicaraannya."Ayah mau nginep di sini ya, Bun?" Ziva menatapku yang memangku Zelda. Kubelai pipi tembamnya. "Ayah harus kembali ke Jakarta, Nak. Ada banyak pekerjaan yang belum diselesaikan."Wajah Ziva langsung berubah masam. Maafkan Bunda, Nak. Kalian harus menanggung duka karena kesalahan orang tua. Tak lagi memiliki kasih sayan
Baca selengkapnya
Pertemuan Tak Terduga
Tiba-tiba ponsel Handi bergetar. Tanpa nada dering. Tampak sebuah nama tertera di layarnya. Asih. Laki-laki itu mengambil gawainya, lalu berdiri. "Permisi, saya angkat telepon dulu," ucapnya sambil melirikku sekilas. Kami bertiga mengangguk bersamaan.Handi berjalan beberapa langkah menjauhi meja, tapi suaranya saat menjawab telepon masih bisa kudengar. "Ya, aku tahu," jawabnya pada seseorang di ujung telepon. Beberapa saat lamanya ia diam. Mungkin sedang mendengarkan suara lawan bicaranya. Aku melirik sosok Handi dari belakang, diiringi tatapan Windi dan Hani. Perhatian kami dialihkan oleh seorang pelayan yang mengantar pesanan Handi."Kalau gitu, aku nggak mau lanjutin. Kamu udah keterlaluan. Silakan lakukan semuanya sendiri!"Handi menyudahi percakapan itu. Diam sejenak, lalu mengantongi ponselnya. Saat ia berbalik menuju meja, aku pura-pura kembali sibuk dengan makanan di piring. Demikian pula Windi dan Hani. "Wah, ternyata pesananku udah siap. Selamat makan," ujar Handi sambil
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status