Semua Bab Rahim Kedua CEO: Bab 21 - Bab 30
111 Bab
21. Bukan Wanita Lemah
“Kamu itu ngeyel banget, udah dibilang jangan kerjain apa pun, tapi masih aja,” ujar Pramam tak habis pikir. “Tinggal banyak istirahat di kamar, apa susahnya?”Mengerjap dua kali, Mara melepas sarung tangan khusus mencuci piring. Kemudian memutar tubuh dan melangkah kembali ke kamar. Tidak berniat membalas perkataan Pramam yang jelas menunjukkan sikap protektifnya.Maklum saja, di sana hanya ada mereka berdua. Anne juga sudah pergi keluar, kebetulan Pramam belum menunjukkan rencananya berangkat ke kantor. Apalagi Rina yang memutuskan membantu asisten lain di lantai dua.Baru beberapa langkah Mara menjejaki lantai, tangannya sudah disergap Pramam. Tubuhnya nyaris terhuyung kalau saja pria itu tak menahannya dengan sigap.“Cepet-cepet banget, sih, mau ke mana, Ra?” Pramam mendekatkan wajah ke bagian leher belakang Mara, ingin menjelajahi sekaligus membuat tanda seperti yang biasa ia lakukan pada Anne.Mara mendorong jauh dada Pramam dan sekarang mereka cukup berjarak. “Ke kamar, emang
Baca selengkapnya
22. Ironis
Perkataan Ibu terus terngiang di kepala, memenuhi pikiran Anne. Membuat wanita itu tidak begitu peduli dengan sekitarnya sekarang. Bahkan ketika perawat tiba-tiba memanggil namanya juga Mara.“Mbak?” panggil Mara sambil menyentuh lengan Anne. “Mbak Ann?”“Oh, iya!” seru Anne kaget karena lamunannya diakhiri mendadak. “Kenapa, Mar?”“Kita udah dipanggil suster buat masuk ke ruangan.”Anne berpaling, mengikuti arah tunjuk Mara mengarah pada perawat yang berdiri di ambang pintu tengah menunggunya bereaksi. “Oh, cepat banget perasaan,” komentarnya heran.“Mbak ngelamunin apa?” Mara bertanya sambil memerhatikan raut wajah Anne yang menggambarkan kalau wanita itu tengah memikirkan banyak hal. “Apa ada hal yang mengganggu pikiran Mbak?”Anne menggeleng. Tak berkenan terbuka dengan isi kepalanya sekarang. Lantaran semua penuh dengan kecurigaannya pada Mara karena omongan ibu mertuanya pagi tadi.Keduanya pun memasuki ruangan di mana Dokter Mega sudah duduk bersama berkas penting di tangan. Me
Baca selengkapnya
23. Yakin akan Menyesal
“Mara Cikal, right?”Tuturan Varen kontan membuat Anne berjengkit di tempat. Padahal ia hendak mengenalkan Mara pada Varen, tapi ternyata ada hal yang baru diketahuinya sekarang. Varen mengenal Mara, rupanya.“Kalian udah saling kenal?” tanya Anne, kemudian bangkit dan mendekati Mara yang baru keluar dari ruang pemeriksaan. “Ren?” Anne menatap Varen dan Mara bergantian.“Ya, siapa sih yang nggak tahu Mara?” Kepala Varen meneleng, tatapnya tertuju lurus pada Mara yang menunduk terus. “Tapi aku nggak sangka kalau teman yang kamu maksud itu adalah Mara Cikal.”Anne merangkul pundak Mara seketika. Menatap gadis itu sekilas dan beralih pada Varen. “Iya, dia teman yang udah aku anggap sebagai adik sendiri.”“Oh ya?” Varen membelalak. “Omong-omong, kamu lagi hamil?” tanyanya pada Mara.Alih-alih yang ditanya menjawab, Anne justru angkat suara. “Iya, doakan bayinya sehat, Ren,” terangnya yang jelas tak ingin menerangkan perihal program yang menyeret Mara.“Siapa yang hamilin? Apa pacar CEO—“
Baca selengkapnya
24. Pertanyaan
Malam menjelang, alat dapur sudah saling bersahutan. Diikuti aroma sedap yang menguar dan menusuk hidung. Biasanya Anne melihat Mara yang bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perut, tapi kali ini gadis itu justru tetap bertahan dan sesekali membantunya di dapur.Lelehan gula aren yang menyatu dengan minyak panas bercampur bumbu rempah itu sungguh menarik selera. Siapa pun yang melihat dan menciumnya, air liur di mulut menjadi penuh. Dapat Anne saksikan bagaimana Mara mati-matian menahan diri untuk tidak mencomot barang sedikit.“Sebentar lagi matang, Mar,” kata Anne yang sedari tadi menyadari ada seseorang menanti makanan terhidang di meja. “Kamu tunggu aja di meja makan, aku siapkan, ya.”Mara berjengkit, merasa tidak enak kalau-kalau si nyonya rumah meladeninya. Bahkan tatapan Rina di sana cukup mengganggunya jika terus bertopang dagu seperti ini.Lantas ia menggeleng pelan. “Nggak usah, Mbak, aku mau ikut bantu-bantu juga.”“Hei, kalau kamu nggak enak badan, apalagi nah
Baca selengkapnya
25. Kamu Harus Dihukum!
“Ngapain kamu sebut-sebut nama bajingan itu, Ann?”Pramam menyembul dari balik pintu kamar Mara yang entah sejak kapan sudah terbuka. Anne berjengkit kala menangkap presensi suaminya itu. Ia lantas menatap Mara sebelum akhirnya melihat ke arah Pramam lagi.“Kenapa kamu nggak jawab?” tanya Pramam lagi. “Kamu nggak dengar pertanyaanku tadi, atau perlu aku ulangi?”Menahan napas, Anne menjeda beberapa saat sebelum menjawab, “Mas tenang, dong. Aku itu cuma nanya ke Mara soal Varen, emangnya salah?”“Sal—“Ucapan Pramam kontan disambar Mara. “Maaf, Mbak, tapi aku nggak punya hubungan apa pun sama Pak Varen Herlambang,” balasnya pada Anne.Mendengar itu, Anne mengedikkan dagu pada suaminya. “Tuh, aku nanya dan udah dijawab sama Mara. Lagian kenapa Mas ini sensi banget waktu denger nama Varen disebut?” tuturnya sambil melirik sebal. “Mara aja santai, kok Mas yang emosi?”Sekilas Pramam menatap Mara, lalu berdeham singkat. “Mara perlu istirahat, lebih baik kamu ambilin aku baju,” cetusnya sed
Baca selengkapnya
26. Anne Tidak Akan Tahu
Setelah menuntaskan momen panasnya dengan Pramam semalaman. Anne cukup kelelahan dan membutuhkan banyak asupan, seperti jus di pagi hari. Kini tubuhnya hanya dibalut gaun tidur tipis dengan rambut yang dicepol.Cukup banyak jejak kemerahan yang menghias di leher. Namun, Anne tidak malu jika bawahannya melihat hasil karya Pramam yang luar biasa. Seolah hal itu kelewat biasa menjadi pandangan sedap Rina beserta asisten lain di rumah.Anne menjumpai Rina yang sedang sibuk mengambil makanan dari kulkas. Gadis itu sepertinya mulai sibuk mempersiapkan sarapan untuk tuannya. Lantas Anne mendekati Rina dengan wajah bingung karena tak mendapati sosok Mara di sana. Sebab biasanya, Mara sudah duduk manis di stool sembari membantu Rina sedikit-sedikit.“Lho Mara ke mana, Rin?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan ke sekitar.Rina mengangkat wajah, sedikit terkejut karena aroma wangi Anne menguar cukup menusuk hidung. “Ada di kamar, Nyonya, tadi muntah-muntah lagi,” jawabnya jujur dengan menunjuk
Baca selengkapnya
27. Aku Takut Kamu Hancur
Pramam menaikkan alis. “Maksud kamu … kamu mau?”Ia dapat menyaksikan perubahan raut Mara kala menatapnya. Kedua pipi itu bersemu merah, ditambah bibir bawah yang digigitnya pelan. Menunjukkan gelagat malu yang disukainya juga dirindukannya akhir-akhir ini.Tangannya bergerak menyentuh pundak si gadis. Lalu tubuhnya mendekat dan mendaratkan beberapa kecupan di leher jenjang Mara. Tak ada penolakan yang ia terima seperti sebelumnya, justru gadis itu melenguh keenakan.Namun, hanya beberapa waktu berselang, Pramam menghentikan kegiatannya mendadak. Mara menahan dada, malah mendorongnya pelan kemudian. Ia merangkum paras cantik itu dengan tatapan bingung. “Aku nggak seburuk itu sampai pengen dimanja sama suami orang,” tolak keras Mara, “aku masih waras, Mas.”“Biarpun suami orang, tapi aku ayah dari anak ini. Aku nggak bisa lepas tanggungjawab, Ra. Lagian aku juga masih sayang sama kamu,” ungkap Pramam tampak tulus, sorotnya menggambarkan keseriusan. “Jujur aku khawatir pas dengar kamu
Baca selengkapnya
28. Mencari Jawaban
Anne meraup wajah ke sekian kali karena frustasi. Tak peduli betapa sempurna riasannya kini. Wanita itu meneliti Pramam yang baru memasuki mobil dan diantar sang sopir pribadi. Sampai detik ini, ia belum mendapat jawaban atas pertanyaannya sendiri. Pria itu sudah pergi ke kantor dan sekarang, pikirannya jadi penuh akibat ucapan Varen sewaktu di rumah sakit. Bagaimana jika memang benar kalau kondisi perusahaan Pramam sedang di ambang kehancuran? Bukankah ini akan jadi malapetaka kalau-kalau anak mereka lahir? Lalu bagaimana nasib si jabang bayi seandainya Pramam bangkrut? Anne tidak mungkin meminta bantuan pada orangtuanya tanpa usaha apa pun. “Rin?” panggilnya tiba-tiba ketika mendapati asistennya melintasi teras rumah. “Iya, Nyonya?” “Soal makan siang Mara, kamu yang urus, ya.” Anne menggerakkan pergelangan tangan, menatap arloji yang melingkar. “Saya ada perlu di luar, mungkin bisa pulang sore atau malam.” Anne melangkah ke dalam rumah tanpa mendengar tanggapan Rina. Kakinya m
Baca selengkapnya
29. Kebakaran Jenggot
“Mundur atau aku teriak?”Anne tak tahu sikap Varen bisa semendadak berubah begini. Harus melontarkan ancaman lebih dulu untuk membuat pria itu sadar atas perbuatannya yang jelas kurang disenangi lawan. Anne mampu meloloskan diri begitu menarik tubuh dari kaca jendela.Varen terkekeh. “Aku nggak akan melakukan sesuatu hal yang senonoh sama kamu, Ann,” katanya. “Nggak perlu sepanik itu kali.”“Aku minta bantuan kamu, Ren, tapi kenapa sikapmu malah begitu?” Mata Anne melirik sinis. “Kalau kamu nggak bisa bantu, tinggal bilang. Biar aku cari orang lain yang bersedia bantu.”Anne sudah mengayunkan langkah. Bahunya bergerak naik-turun, menandakan emosi mulai memenuhi benaknya. Namun, lengannya ditarik paksa oleh Varen. Mau tak mau, kakinya berhenti.Sebelum ia menoleh dan melempar protes, Varen lebih dulu bergerak hingga berdiri di hadapannya. Tampang pria itu kelihatan datar, tapi detik setelahnya justru menyunggingkan senyum tipis. Anne tak mengerti maksud dari itu semua, ia memilih mele
Baca selengkapnya
30. Menggali Rahasia
“Just shut up!”Mendengar teriakan Pramam, Varen tak terkejut sama sekali. Ditambah si pemilik ruang itu menggebrak meja. Lalu mengambil paksa foto yang masih mengapit di jemari Varen.Varen menyeringai. “Takut banget lo, Pram?”Kesabaran Pramam mulai menipis. Ia bergerak mengitari meja dan berhadapan langsung tanpa banyak jarak dengan Varen. Jika tadi usahanya tak berhasil merampas foto USG Mara, kali ini ia tak akan gagal.“Balikin foto itu atau gue lapor polisi?” ancamnya telak.Pria itu tetap pada pendiriannya. Memasang wajah remeh dan menekan foto tersebut dala genggamannya. Sementara Pramam sudah menatap nyalang.“Yakin mau lapor polisi?” Kepala Varen meneleng. “Bukannya gue yang ditangkap, malah lo sendiri atas dugaan kasus korupsi perusahaan sendiri.”Sontak Pramam bergeming tanpa berkedip. Tubuhnya menegang seketika begitu mendengar penuturan Varen yang luar biasa mengejutkan. Bagaimana musuhnya itu tahu soal tindak korupsi yang sedang menjadi pembahasan panas akhir-akhir ini
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status