All Chapters of Pilihan Hati Ayuna : Chapter 41 - Chapter 50
91 Chapters
Bab 41
"Mas ....""Hei, Sayang. Sudah bangun?"Sadewa mendekat ke arah Ayuna yang baru saja terjaga. Digenggamnya tangan sang istri dan mengecupnya lama. "Butuh sesuatu?" Ayuna memperhatikan sekitar. Ruangan itu terasa asing untuknya. "Aku di mana?""Kamu di rumah sakit.""Kok bisa?" Ayuna terperangah. Ingin bangkit dari posisi tidur, tetapi Sadewa menahan bahunya. "Jangan dulu banyak bergerak. Rebahan lagi," titahnya lembut. Ayuna menurut karena memang tubuhnya terasa tidak enak. Ia berusaha mengingat apa yang dialaminya hingga bisa berada di tempat itu. Bara. Ya. Ayuna ingat tadi dirinya sedang bersama Bara sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Namun entah di mana pria itu sekarang, sebab Ayuna tidak mengingat kejadian selanjutnya. Apakah Bara yang membawanya ke rumah sakit dan menghubungi suaminya?"Katakan, Mas. Kenapa aku bisa berada di tempat ini? Seingatku tadi, aku makan siang sama Mas Bara." Ayuna tidak bisa menahan rasa penasaran. Sadewa menghela napas panjang. Sedik
Read more
Bab 42
"Mas yakin ikhlas nganter aku ke sini?" Ayuna ingin memastikan Sadewa tidak keberatan mengantarnya menemui Raga di rumah pria itu. Bukan tanpa alasan, sebab Ayuna melihat suaminya seperti tengah memikirkan sesuatu. Di sepanjang perjalanan, Sadewa hanya diam, tidak seperti biasanya yang selalu cerewet dan mengajaknya becanda. "Kenapa bertanya seperti itu? Mas sudah pasti ikhlas mengantarmu ke sini.""Tapi ... Mas Dewa dari tadi diam saja. Aku gak nyaman sama sikap Mas yang seperti itu. Apa karena kejadian kemarin?" lirih Ayuna dengan menunduk. Ia mengira, Sadewa masih kecewa padanya karena tidak meminta izin saat memutuskan untuk menerima ajakan Bara. "Enggak, Sayang. Mas hanya merasa bersalah sama Raga. Mas sempat berburuk sangka padanya, padahal dia sampai babak belur karena menolongmu. Jujur saja, Mas malu ketemu dia."Ayuna menarik napas lega mendengar jawaban suaminya. Tenyata dugaannya salah. Sadewa tidak sedang marah padanya. "Makanya sekarang kita minta maaf sekalian menguc
Read more
Bab 43
"Aku iri sama Mbak Yuna."Langkah Raga terhenti mendengar ucapan Anggia. Pria itu tidak menoleh, tetapi masih menunggu apa yang akan istrinya ucapkan kemudian. Setelah Ayuna dan Sadewa berpamitan, keduanya terjebak dalam kebisuan hingga Raga memutuskan kembali ke kamar dan meninggalkan istrinya sendirian. Namun, rupanya Anggia tidak membiarkannya pergi begitu saja. Wanita itu melontarkan kalimat yang memuat Raga mendesah lelah. "Mbak Yuna punya suami yang sangat mencintainya. Dia juga sekarang sudah hamil. Makin lengkaplah kebahagiaannya," lirih Anggia dengan mengusap air mata yang mulai keluar. "Berbeda denganku yang justru tidak kamu pedulikan. Kamu mendatangiku sekedar menunaikan kewajiban dan setelahnya kita bak dua orang asing yang tinggal dalam satu rumah." Anggia menghela napas berat. "Apakah ini bentuk hukuman untukku, Mas? Aku telah menyakiti kakakku sendiri dengan merebut kekasihnya. Dan sekarang aku harus merasakan sakitnya diabaikan. Mungkin benar kata orang kalau karma
Read more
Bab 44
"Bu Salma!"Salma menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Pria berstelan jas rapi berlari kecil ke arahnya. "Pak Prabu?"Pria itu tersenyum setelah sampai di depan Salma. "Bu Salma habis belanja?" Salma mengangguk dan membalas senyuman Prabu. "Iya. Biasa, belanja bulanan. Bapak sendiri?""Saya tadi ngantar si bungsu yang katanya butuh alat sekolah. Tapi dia ketemu temannya dan malah pulang sama mereka." Pandu terkekeh. "Anak muda memang seperti itu. Oh ya, kalau begitu saya duluan ya, Pak. Saya harus balik ke Butik." Salma berpamitan. Tidak nyaman berbicara berdua dengan pria selain suaminya, apalagi ia dan Prabu pernah dekat di masa lalu. Prabu sebenarnya masih ingin berbicara dengan Salma. Namun, ia paham Salma adalah wanita yang sangat menjaga diri, apalagi dengan statusnya yang sudah bersuami. Prabu hanya bisa mempersilakan meski dengan kecewa. Tadinya ia berharap bisa mengajak wanita itu makan siang bersama dan berbincang banyak hal. Perasaan kagum terhadap Salma makin ber
Read more
Bab 45
Anggia kewalahan menenangkan Prita yang histeris. Ia memanggil perawat untuk membantunya agar sang Mama bisa tenang kembali. Kondisi Prita yang seperti itu pasti membuatnya sangat terpukul. Kehilangan satu kaki mengakibatkan Prita cacat seumur hidup."Kembalikan sebelah kakiku." Racauan Prita masih terdengar sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Perawat terpaksa menyuntikkan obat penenang agar Prita tidak histeris lagi. Anggia terduduk lemas di sofa setelah memastikan mamanya tenang. Istri Raga tersebut memijat pelipis yang terasa pening sebab semalaman menjaga sang Mama. Ah ... di saat seperti ini, entah pada siapa ia harus berkeluh kesah. Raga memang kerap kali menenangkan dan menguatkannya, tetapi Anggia tahu bahwa pria itu hanya kasihan padanya. Salma dan Ayuna pun sering mengunjungi kamar Prita untuk melihat kondisi wanita itu. Anggia merasa malu pada mereka yang masih bisa bersikap baik, padahal ia dan mamanya sudah begitu jahat pada keduanya. Pintu ruang rawat Prita
Read more
Bab 46
Airin meletakkan makanan pesanan Sadewa dengan tangan yang sedikit gemetar. Bertemu kembali dengan mantan kekasih yang telah dijebaknya adalah hal yang paling ia hindari. Namun, rupanya semesta sedang tidak berpihak padanya. Tuhan mempertemukan mereka kembali agar ia bisa mengakui kesalahan dan meminta maaf. Akan tetapi Airin belum siap, apalagi di tempat itu sedang ramai pengunjung. Airin membutuhkan tempat yang agak sepi untuk berbicara pada sepasang suami istri yang sejak tadi diam saja, tetapi mata mereka tak lepas dari setiap gerak geriknya. Sedangkan Sadewa berusaha mati-matian menahan emosi. Ingin sekali ia mencecar wanita yang nampak gugup itu dengan kata-kata kasar, tetapi ia masih berpikir waras untuk tidak mempermalukan dirinya sendiri di hadapan banyak orang dengan memarahi seorang pelayan. "Silakan dinikmati hidangannya." Airin berucap lirih, kemudian bergegas beranjak dari hadapan Sadewa dan Ayuna. Berkali-kali ia menghela napas panjang untuk menghilangkan rasa gugup
Read more
Bab 47
"Aku beneran hamil, Mas?"Anggia menitikkan air mata. Akhirnya apa yang ia dambakan selama ini telah Tuhan percayakan untuknya. Mengandung anak Raga adalah salah satu keinginan terbesar Anggia setelah menikah dengan pria itu. Tidak peduli Raga akan menerimanya atau tidak, bagi Anggia yang terpenting adalah, ia memiliki buah cinta dari pria yang selama ini dicintainya. "Ya. Usianya baru 5 Minggu." Raga memaksakan senyum. Entah kabar ini menjadi kabar bahagia atau justru sedih, sebab terlalu banyak resiko yang harus sang istri hadapi jika tetap mempertahankan kandungannya. Raga mengingat kembali percakapannya dengan Dokter Nurma, Dokter spesialis Obgyn yang bekerja di rumah sakit itu juga. Kehamilan pada penderita PGK sangat beresiko untuk ibu dan janin yang sedang dikandung. Resiko mengalami pre-eklampsia bagi si ibu sangat besar, pun dengan janin yang kemungkinan akan lahir prematur. Raga menghela napas berat. Seharusnya ia tidak menuruti keinginan Anggia untuk hamil. Seharusnya ra
Read more
Bab 48
Aku mencintai Mas Bara, Yun. Sudah lama aku memendam perasaan ini untuknya."Ayuna menatap sahabatnya tak percaya. Pengakuan Olivia hari ini membuatnya benar-benar terkejut dan tidak habis pikir. Jika memang Olivia menyukai Bara sejak dulu, mengapa sahabatnya itu baru bercerita sekarang? Bukankah mereka sudah sepakat untuk saling terbuka satu sama lain tentang apa pun?Ayuna menggenggam tangan Olivia. Menatap lekat mata sahabatnya yang nampak sembab. "Kenapa baru cerita sekarang? Apa dia tahu kalau kamu mencintainya?"Olivia menggeleng lemah dengan isakan yang makin kencang. "Aku tidak berani mengutarakan isi hatiku karena aku tahu dia menyukaimu. Aku sadar diri, Yas. Aku tidak sepadan dengannya," ungkapnya. Ayuna memeluk sang sahabat. Ia bisa merasakan bagaimana jika berada di posisi Olivia yang hanya bisa menyimpan perasaan tanpa bisa mengungkapkan. Oh ... Ayuna baru menyadari sesuatu. Pantas saja Olivia melarangnya menerima tawaran Bara ketika pria itu menawarkan diri menjadi pas
Read more
Bab 49
Prita menatap kertas di tangannya dengan tangan gemetar. Wanita yang kini hanya bisa duduk di kursi roda itu menitikkan air mata mengingat kini dirinya dan Bram sudah benar-benar resmi bercerai secara hukum. Ingatannya melayang pada setiap kejadian ketika dirinya masih menjadi istri kedua Bram. Kesombongan dirinya yang merasa lebih segalanya dari Salma, ia yang mempengaruhi dan membujuk Bram agar menjadikannya prioritas, dan ia yang tidak terima dikalahkan oleh Salma.Prita menghela napas berat. Ternyata dirinya memang sejahat dan se-egois itu, padahal Salma sama sekali tidak pernah mengusiknya. Bahkan ketika Anggia merebut Raga dari Ayuna, Salma tidak pernah satu kalipun menyalahkan putrinya tersebut. Kini, Prita hanya bisa menyesali semuanya. Berandai-andai jika saja dirinya tidak egois dan bisa menghormati Salma sebagai istri pertama Bram, dan tidak selingkuh dengan pria lain hanya karena merasa kesepian, sudah pasti saat ini statusnya masih menjadi Nyonya Bramantyo Tanujaya."Ma
Read more
Bab 50
"Kedatanganku ke sini adalah untuk ... meminta maaf pada Mbak Salma."Prita memberanikan diri memulai pembicaraan. Tatapan Salma yang lekat, juga Bram yang menatapnya dengan raut tak bersahabat, membuatnya sedikit gugup dan was-was. Ia menoleh pada Anggia yang menggenggam tangannya. Sang putri mengangguk dan tersenyum seolah berkata semuanya akan baik-baik saja. "Mungkin sudah sangat terlambat untuk aku mengucapkan kata itu. Aku sudah terlalu sering menyakiti Mbak Salma. Tapi ... aku hanya ingin hidup tenang di sisa usiaku yang entah berapa lama lagi. Mungkin setelah meminta maaf, andai Tuhan mengambil nyawaku pun, aku sudah siap."Salma menghela napas panjang. Jujur saja, melihat kondisi Prita yang sekarang telah membangkitkan rasa iba untuk mantan madunya tersebut. Namun, ia bukan malaikat yang bisa dengan mudah memaafkan perbuatan orang yang bertahun-tahun telah menyakitinya. Rasa sakit itu tetap ada, dan Salma belum bisa melupakan apa yang telah Prita lakukan padanya. "Mbak ....
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status