Lahat ng Kabanata ng Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku: Kabanata 11 - Kabanata 20
59 Kabanata
Bab 10: Pura-Pura Nembak
Kepala Lila tertunduk sesaat. Ketika ia kembali mendongak, tatapannya berubah sendu dan wajahnya semuram langit tertutup awan kelabu. "Aku sudah cerai," ujarnya lirih setelah menghela napas. “So, sorry to hear that.” “It’s okay.” Lila melengkungkan bibir. “It’s over now. Saatnya membuka lembaran baru.” Awan gelap di wajah Lila memudar. "Jadi kamu mau nikah lagi? Anak-anak kamu gimana? Sudah setuju?" "Aku punya kehidupan sendiri dan tidak perlu meminta persetujuan orang lain." Lila menjawab dengan nada tegas. “Mereka harus bisa menghargai keputusan ibunya. Lagi pula mereka sudah besar. Mereka pasti bisa ngerti.” Mulut Amran sedikit terbuka lalu menutup kembali. Detik itu Amran menyadari jika Lila telah berubah. "Tapi nanti kamu tetap hidup dengan anak-anakmu. Tidak mungkin mengabaikan mereka begitu saja." Lila menggeleng. "Mereka ikut ayahnya. Tidak ada satu pun yang ingin hidup bersamaku. Semua karena hasutan manta suamiku. Laki-laki brengsek itu tidak hanya menghancurkan hidup
Magbasa pa
Bab 11: Layangan Putus
Layangan putus itu aku. Mei tersenyum getir. Ia tengah duduk menatap danau di taman kupu-kupu, sebelah barat kampus biru. Perempuan itu membungkuk lalu mengambil kerikil dan melemparnya sejauh mungkin. Kerikil itu jatuh agak ke tengah, menimbulkan gelombang di permukaan air danau yang semula tenang. Gelombang itu melebar lalu hilang dan permukaan danau kembali tenang. Di tepiannya, dua ekor rusa berkejaran. Beberapa pasang pengunjung duduk di kursi-kursi yang dipasang di bawah pohon. Rektorat menyebut danau dengan penangkaran kupu dan rusa itu dengan taman kupu-kupu. Mahasiswa menamainya lembah cinta saat hari terang dan berubah jadi lembah setan tatkala gelap. Bukan tanpa sebab nama itu hadir. Konon, ada yang pernah bunuh diri di sana dan menjadi arwah gentayangan mengganggu orang-orang yang pacaran.“Saya minta maaf atas sikap Ibu.” Ucapan Amran terngiang di telinga Mei. Baru satu jam lalu Mei pulang dari rumah Amran. Ia datang untuk memenuhi undangan Ratih. Meski kondisinya suda
Magbasa pa
Bab 12: Filosofi Kanebo Kering
“Apa portofolio Andra yang kutunjukkan tadi kurang jelas?” “Sangat jelas, Prof. Tapi saya kira, orang yang berpengalaman mengelola integrated farming system di dunia ini bukan hanya Pak Andra.” “Harusnya kamu ngomong dari awal kalau punya kandidat konsultan. Tadi Andra sudah tanda tangan kontrak. Saya tidak mungkin membatalkan sepihak.” Mei tertunduk. Bagaimana mungkin ia mengusulkan kandidat konsultan proyek? Ia bahkan tidak pernah berpikir Amran mengenal Andra dan mengajak kerjasama. Kalau sejak awal tahu, pasti Mei akan berusaha keras mencari konsultan lain. Nasi sudah jadi bubur Mei. Kamu cuma perlu menambah ayam suwir dan kuah agar bisa dinikmati. “Baik, Prof. Saya minta maaf.” Mei menarik kedua sudut bibirnya. Ia segera merapikan kertas-kertas di atas meja dan menyimpannya ke dalam map. Amran berdiri, memasukkan sebuah buku yang diambilnya dari rak ke dalam troli lalu kembali duduk. Sembari mengemas laptop dan dokumen, ia menelisik wajah Mei. Ia tahu, sejak awal meeting, Me
Magbasa pa
Bab 13: Ketika Mantan Kembali
Semula, Andra ingin mengajak Mei pulang bareng dan makan di kafe, tetapi urung karena tidak enak pada Amran. Andra tidak tahu bagaimana hubungan Amran dan Mei. Apa pun relasi keduanya, dari cara Amran memandang dan memperlakukan Mei, ia bisa menebak bagaimana perasaan Amran pada Mei. Saat ini, ia tidak ingin merusak suasana dengan membuka identitasnya pada Amran. Jika Amran tipe pencemburu dan posesif, bisa jadi ia akan kehilangan pekerjaan. Saat ini keadaan keuangannya sedang tidak baik-baik. Ia butuh pekerjaan ini. Perlahan, Andra melajukan mobil, mengikuti pergerakan Amran. Ia yakin Amran akan mengantar Mei pulang. Jadi ia bisa tahu rumah Mei tanpa harus bertanya. Andra menepikan mobil jauh di belakang Amran. Dari tempatnya menunggu, Andra melihat Mei turun. Sendiri. Andra bersyukur karena Amran tetap di mobil lalu pergi. Tanpa Amran, pekerjaannya akan lebih mudah. Setelah kepergian Amran, Andra melajukan mobil dan parkir di tempat Amran berhenti. Ia menengok ke arah gang sempit
Magbasa pa
Bab 14: Pedekate Mantan
“Tidak perlu, Mei. Kita akhiri saja demi kebaikan bersama.” “Tapi pasti ada jalan keluar, Mas. Perceraian itu perbuatan yang dibenci Allah. Tolong Mas pikirkan baik-baik.” “Aku sudah lama memikirkannya. Berpisah adalah jalan terbaik buat kita.” Mei tergugu. Hati Andra semakin kalap. “Malam ini juga, aku talak kamu, Mei. Mulai saat ini kita bukan suami istri lagi,” ucapnya dengan wajah kaku. “Besok aku antar kamu pulang ke rumah Bapak.” Ditinggalkannya Mei yang duduh bersimpuh di lantai dengan tubuh gemetar. Setelah hakim mengabulkan gugatannya, drama ternyata belum pergi dari kehidupan Andra. Bak sinetron ikan nyungsep, istri barunya ternyata seekor cheetah yang menyaru menjadi kucing cantik nan lucu. Lalu, tanpa sepengetahuan Andra, cheetah itu pelan-pelan menggerus hartanya. Ketika Andra sadar, semua sudah terlambat. Cheetah itu telah pergi membawa uang tabungan, mobil, dan hasil penjualan rumah beserta isinya. Tanpa sepengetahuan Andra, rumah tempat tinggal mereka dijual. Ata
Magbasa pa
Bab 15: Kecurigaan Amran
Mei menghela napas lalu melangkah pergi. Mereka tadi menggunakan dua motor sehingga Mei tidak perlu bergantung pada Andra. Terserah Andra kalau masih mau di sawah. Seandainya Andra jadi orang-orangan sawah atau dikutuk jadi batu penunggu pohon kersen di dekat gubug pun, Mei ikhlas. Ketimbang keberadaannya hanya menambah runyam suasana hatinya. Bola mata Andra menatap tubuh Mei yang menjauh dengan hati lelah dan mata berkabut. Jika Mei tak bisa menerima raganya, ia ingin menjelma udara atau sinar matahari, tidak terlihat, tetapi bisa terus bersama. Bukankah manusia tidak bisa hidup tanpa udara dan sinar matahari? Andra memukulkan botol ke kayu penyangga gubuk hingga pecah dan airnya muncrat membasahi kemejanya. Sial! Seburuk itukah aku di matamu, Mei? Andra meremas botol yang sudah pecah lalu membuangnya ke sembarang arah. Aku tidak akan menyerah, Mei. Kita akan lihat, siapa yang akan menang! Andra memukulkan kepalan tangannya ke kayu penyangga. Pedih. Perih, seperih hatinya. E
Magbasa pa
Bab 16: Kecurigaan Amran (2)
Astaga, sekepo inikah aku pada Mei? Amran berdecak. Dibuangnya sedotan plastik ke dalam tempat sampah lalu menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah, menyadari betapa dia mulai sangat ingin tahu jati diri Mei. Amran menyimpan nama Mei dan Andra dalam laci ingatan. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan status hubungan mereka. Ia masih harus mengajar sampai jam lima sore. Lalu, ada setumpuk naskah skripsi dan tesis yang harus di-review. Jangan sampai urusan pribadi mengacaukan semuanya. Melihat arloji, Amran kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku lalu mengayunkan kaki keluar kedai. Dalam hitungan menit mobilnya sudah melaju menuju gedung fakultas pertanian. Amran ada jadwal mengajar dari jam setengah dua sampai pukul 17.00. Sebelum mengajar, masih ada waktu sepuluh menit bagi Amran untuk ke ruang kerjanya dan memperbaiki penampilan. Ia mengenakan jas dan menyisir rambut hitamnya yang sedikit kaku dan dipotong pendek di atas telinga. Setelah menyemprotkan parfum berar
Magbasa pa
Bab 17: Diam-Diam Perhatian
“Eh, enggak, Prof. Maksud saya, Alvin selalu rela membantu Mbak Mei.” Bastian nyengir. Melihat ulah Alvin dan Bastian, dahi Amran mengernyit. Sepertinya tidak hanya aku yang korslet. Anak-anak ini juga. Pekerjaan berat dan maraton sebulan terakhir sepertinya membuat mereka oleng dan meracau. “Tapi memang Mbak Mei yang wonder woman,” lanjut Bastian. “Semua mau diberesin sendiri.” Bastia nyengir. Disugarnya rambut lurus sebahu mliknya sambil mengedipkan mata pada Alvin. Kali ini Alvin melengos lalu pura-pura membetulkan tali sepatu. Sialan kamu, Bas! Jangan harap aku kasih kamu tumpangan sampai kos! “Kamu ini ada-ada saja, Bas.” Amran berdecak. “Sekarang kalian pulang saja. Biar saya yang nunggu Mei.” “Mau dibuatkan kopi dulu nggak, Prof?” tawar Bastian. “Atau dipesenin makanan?” “Nggak usah, Bas. Sekarang sudah bukan jam makan. Kalau butuh minum, nanti saya buat sendiri.” “Baik, Prof.” Keduanya mengangguk sopan kemudian meninggalkan lobi lantai dua. Amran kembali ke ruang
Magbasa pa
Bab 18: Tercyduk Berdua
"Nggak usah menghubungi mereka,” sergah Amran cepat seolah tahu apa yang akan dilakukan Mei. “Tadi saya sudah ngasih tahu kalah kamu ada di sini.""Alhamdulillah. Makasih, Prof."“Kamu yang lupa, saya yang repot.” Amran pura-pura kesal. Repot tapi seneng, kok. Astaga! Amran merasa dirinya mulai korslet. “Lain kali kalau Andra merepotkan kamu karena minta macem-macem, langsung forward ke saya. Biar saya yang selesaikan.,” ujar Amran setelah menyesap tehnya. Ia menyandarkan tubuh di bibir meja yang berhadapan dengan Mei. Sorot matanya menajam dan nada bicaranya tak sehangat semula. Mei yang tengah menempelkan bibir di gelas tertegun. Jangan-jangan Prof. Amran sudah tahu hubungannya dengan Andra. Tapi dari siapa? Mei bertanya-tanya dalam hati karena Andra bukan tipe laki-laki suka curhat. Apalagi Amran bukan teman dekat. Andra tidak mungkin sembarangan berbagi cerita. Apa mungkin Aina dan Najma yang cerita? Nanti aku tanya mereka.“Kayaknya ini yang terakhir, Prof. Saya sudah lempar ke
Magbasa pa
Bab 19: Kucing-Kucingan
“Mei belum kepikiran untuk kembali, Pak. Mei masih ingin hidup sendiri.” Terdengar tarikan napas di seberang. “Bapak tahu kamu terluka. Kalau kamu tidak mau kembali pada Andra, Bapak harap kamu mau menerima orang lain. Kamu juga berhak bahagia, Mei. Kamu masih muda.” Sekian detik Mei tercenung. Dibiarkannya ucapan sang ayah tak bersambut. Ia bangkit dari kursi bambu di teras rumah Pak Kadus lalu duduk di ayunan di bawah pohon kersen. Sebelum duduk, Mei memetik murbei yang tumbuh di samping kersen. Dinikmatinya rasa asam manis buah yang sering disebut anggur Jawa itu sambil mengayun pelan. “Iya, Pak. Mei mau, kok, menikah lagi. Tapi Mei belum ketemu orang yang cocok. Mei tidak mau dikhianati lagi, Pak.” “Bapak ngerti.” “Doain Mei, Pak.” “Pasti, Nduk. Kalau kamu sudah luang, pulang bentar Mei. Ibu kangen kamu pijit katanya.” Mata Mei berembun. Dadanya sesak. Ia juga kangen, tapi pekerjaan seperti tidak pernah habis. Minggu depan ia akan meminta izin pada Amran untuk pulang sebent
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status