All Chapters of Si Buta Dari Sungai Ular: Chapter 1041 - Chapter 1050
1140 Chapters
1040. Part 10
"Masa' baru saja diomongkan sudah lupa. Dasar pikun!" rutuk Manggala dalam hati. Sedang Ratu Adil makin menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. "Oh, ya? Aku ingat. Aku sedang mencari muridku. Apa kalian pernah melihat muridku?"Manggala yang semula mengira kalau kakek renta itu akan menyuruh meneruskan adegan mesranya hanya melongo."Kasihan sekali. Kenapa orang tua ini demikian pikunnya? Baru saja ngomong soal pelukan, sekarang sudah melantur bicara soal muridnya. Bagaimana, sih?" gumam Si Buta dari Sungai Ular dalam hati."Ayo, jawab! Kenapa kalian malah melongo?" hardik si kakek renta. Matanya mendadak jadi berkilat-kilat galak."Hey...! Kau, Bocah buta! Apa kau pernah melihat muridku? Jauh-jauh aku dari Gunung Slamet untuk mencari muridku, masa' kau tidak bisa membantu? Ayo, tunjukkan di mana muridku, Bocah buta?""Ya, ampun! Orang tua ini malah jadi melantur tidak karuan. Pakai membentak-bentak lagi...." Manggala mendesis dalam hati sebelum akhir
Read more
1041. Part 11
Namun rupanya Kakek Pikun tidak terusik oleh gurauan Si Buta dari Sungai Ular. Ia malah asyik mengurut-ngurut pelipisnya, seolah-olah dengan cara itu ingin meyakinkan diri sendiri."Aku tak percaya! Aku tak percaya bocah buta ini dapat membunuh Hantu Tangan Api yang menjadi momok dunia persilatan...," desis Kakek Pikun berulang-ulang. "Aku harus menyelidikinya sendiri. Mana sudi aku mempercayai omongan Bocah buta itu?"Di akhir desisannya, Kakek Pikun, buru-buru berkelebat cepat meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikit pun ke arah Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil."Tunggu, Kek! Kau mau ke mana?" tanya Si Buta dari Sungai Ular, heran juga melihat sikap Kakek Pikun. Namun Kakek Pikun tak sudi mendengarkan panggilan Si Buta dari Sungai Ular. Sembari terus mengeluarkan gumaman tak jelas, langkahnya malah makin dipercepat. Hingga dalam waktu yang tidak lama, sosoknya pun telah berubah menjadi titik biru kecil di kejauhan sana. Terpaksa Si Buta dari Sungai
Read more
1042. Part 12
"Hm...," Putri Hijau mengangguk-angguk."Jadi Hantu Tangan Api yang telah membunuh muridmu" Ya ya ya...! Pantas saja kau tampak uring-uringan begini. Tapi menurut desas-desus yang kudengar, Hantu Tangan Api telah tewas di tangan Si Buta dari Sungai Ular. Apakah Si Buta dari Sungai Ular yang kau maksudkan Bocah buta itu, Kakek Pikun?""Ah...! Kau benar, Perempuan Berpayung. Teman Bocah buta itu memang pernah menyebutnya Si Buta dari Sungai Ular," teriak Kakek Pikun gembira. “Tapi kalau kabar itu memang benar, lalu aku harus meminta pertanggungjawaban pada siapa atas tewasnya muridku?"Mendadak Kakek Pikun menampakkan raut wajah sedih."Wahai, sobatku Kakek Pikun! Seharusnya kau bersyukur menerima satu keberuntungan yang tersembunyi. Tidak seharusnya menyesal seperti ini. Untung saja hanya muridmu saja yang tewas. Kalau sampai kau mati, apa pikirmu masih dapat menikmati indahnya alam mayapada ini? Untuk itu, bersyukurlah! Sesungguhnya Hyang Widi meman
Read more
1043. Part 13
"Apa maksudmu, Peramal Maut? Apa ucapanmu tadi berarti kau ingin menantangku bertarung?" tanya Kakek Pikun, mengkelap."Tantangan telah terdengar. Pantang bagi Peramal Maut untuk mundur dari pertarungan!" tandas Peramal Maut."Bagus! Sudah lama aku ingin menekuk sepak terjangmu. Rupanya inilah saat yang tepat untuk mengakhiri sepak terjangmu!" sambut Kakek Pikun sengit."Jangan banyak bacot, Tua Bangka Pikun! Ayo kita lihat, siapa yang terlebih dulu berkalang tanah! Kau atau aku!"Peramal Maut menggeram penuh kemarahan. Sekali kakinya menghentak ke tanah, tubuhnya pun melenting tinggi di udara. Di udara, tongkat di tangan kanannya pun menyambar-nyambar ganas. Bahkan sebelum serangan-serangan itu sempat mengenai sasaran, terlebih dulu telah berkesiur angin keras disertai bunyi menggemuruh!"Hea! Hea!"Kakek Pikun tak kalah gertak. Dikawal bentakan-bentakan nyaring, tubuhnya pun segera melenting tinggi ke udara. Begitu serangan-serangan tongka
Read more
1044. Part 14
Lagi-lagi terjadi ledakan hebat di udara. Laksana layangan putus tali, tubuh Peramal Maut dan Kakek Pikun sama-sama terlempar jauh ke belakang.Bukk!Tubuh Peramal Maut terbanting keras dan jatuh berguling-gulingan. Parasnya seketika pucat pasi! Napasnya tersengal dengan darah mengalir dari hidung! Tak jauh di hadapannya, tubuh Kakek Pikun tegak kaku di tempatnya. Meski menderita luka dalam hebat, namun tokoh sakti dari puncak Gunung Slamet itu masih sanggup berdiri tegak.Melihat ini, hati Peramal Maut kontan kecut. Nyalinya bertarung pun seketika lenyap."Jangan dikira aku menerima kekalahanku begitu saja, Kakek Pikun! Tunggulah pembalasanku!" desis Peramal Maut, menahan amarah.Dan tiba-tiba tubuhnya berbalik, lalu segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Kakek Pikun tetap diam di tempatnya. Kedua lututnya tampak bergetar hebat. Dan begitu sosok bayangan Peramal Maut menghilang di balik kerimbunan depan sana, tubuhnya pun melorot ke bawa
Read more
1045. Part 15
"Aku tidak mau tahu tengah berhadapan dengan siapa. Apa salahnya sih kalau aku memuji pukulanmu tadi?" sahut si gadis cantik, genit.Matanya pun sempat mengerling ke arah Peramal Maut. "Ketahuilah! Hari ini kau tengah berhadapan dengan Peramal Maut! Hm...! Dari bau tubuhmu, tampaknya kau membawa satu maksud tak baik. Kau pun rupanya tengah mencari seseorang. Entah siapa, aku tak tahu. Yang jelas, mungkin hatimu akan terpaut pada orang yang sedang kau cari," desis Peramal Maut. Namun herannya, masih sempat juga ia meramal gadis cantik di hadapannya."Oh...! Jadi kau yang bergelar Peramal Maut? Pantas! Begitu aku datang kau sudah meramalku. Tapi benarkah ramalanmu barusan?" tanya gadis itu ragu-ragu. Lalu dalam hatinya pun membatin, "Menurut keterangan guruku Ratu Bangkai di Lembah Selaksa Kematian, aku harus hati-hati dengan tua bangka satu ini. Namun, aku juga tidak boleh meremehkan ramalannya begitu saja....""Dua kali kau membuat kesalahan besar padaku, Cah Ay
Read more
1046. Part 16
Sementara tubuh Peramal Maut sendiri tampak terjengkang ke belakang dengan paras pucat pasi. Napasnya terdengar memburu. Cepat lelaki tua ini melompat bangun. Darah segar yang membasahi hidung segera dibesut dengan punggung tangan.Jauh di depan sana, tubuh Dewi Bunga tampak masih berjumpalitan di udara. Namun tanpa diduga-duga sama sekali, tiba-tiba tangannya kembali mengibas, melontarkan kembali bunga-bunga bangkai senjata andalannya ke arah Peramal Maut. Peramal Maut terkesiap bukan main. Sungguh tak disangka kalau akan mendapat serangan demikian mendadaknya. Tanpa pikir panjang, tubuhnya segera dibuang ke samping.Namun, serangan bunga-bunga bangkai dari tangan Dewi Bunga Bangkai tak cukup sampai di situ. Laksana air hujan, puluhan bunga bangkai itu terus mengejar sosok Peramal Maut yang tengah sibuk menyelamatkan diri.Werrr! Werrr!"Bajingan! Kau kira gampang merobohkanku, hah! Tunggulah pembalasanku nanti, Gadis Bengal!" Peramal Maut masih saja sib
Read more
1047. Part 17
"Kau akan menyesal dengan ucapanmu, Peramal Maut. Kenapa tidak kalian berdua maju barengan saja?""Keparat! Justru kaulah yang akan menyesal telah bertemu Peramal Maut!" putus Peramal Maut.Di ujung akhir kalimatnya Peramal Maut yang memang sebenarnya sedang dibalur kemarahan memuncak segera menerjang Gembong Kenjeran. Tidak tanggung-tanggung segera dikerahkannya pukulan andalannya 'Gelap Ngampar'.Maka begitu kedua telapak tangannya berubah menjadi hitam legam, segera dihentakkan ke depan."Hea!"Wesss! Wesss!Gembong Kenjeran menjengekkan hidung. Angkuh. Sedikit pun hatinya tidak gentar menghadapi serangan lawan. Malah lelaki ini sempat mengumbar suara tawanya yang bergelak. Dan ketika jarak serangan Peramal Maut hanya tinggal beberapa jengkal dari tubuhnya, segera dikerahkannya pukulan andalan 'Pelebur Bumi' yang baru saja dipelajarinya dari Eyang Pamekasan."Makanlah pukulan 'Pelebur Bumi'-ku!Hea!" Gembong Kenjeran alias G
Read more
1048. Part 18
Peramal Maut sejenak memperhatikan lelaki yang sebenarnya bernama Gendon Prakoso itu. Melihat pandang mata Gembong Kenjeran yang beringas, buru-buru diraihnya dua butiran kuning dan ditelannya."Nah! Kau telah menelan obat itu. Sekarang, kau harus secepatnya mencari Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting. Kalau tak kau kerjakan, dalam jangka empat puluh hari kau akan mati dengan cara amat mengerikan. Kau tahu! Obat yang kau telan tadi adalah racun ganas yang perlahan-lahan akan menggerogoti ususmu! Kalau kau tak dapat mencari keterangan tentang Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting dalam waktu yang kuberikan, jangan harap aku akan memberikan obat pemunahnya!" urai Gendon Prakoso, menyentak perasaan.Paras Peramal Maut kontan pias. Ia langsung mengutuk dirinya yang terlalu bodoh, hingga dapat dikadali Gembong Kenjeran yang memberikan racun amat mematikan. Namun untuk menolak perintah jelas terlambat. Tak ada pilihan lain. Peramal Maut pun akhirnya menuruti.
Read more
1049. Part 19
"Oh...! Rupanya kau, Kakek Pikun! Ayo sini, Kek! Kenapa malu-malu? Apa tidak ingin ikut menikmati daging kelinci?" sambut Ratu Adil ramah. Senyumnya pun ikut terkembang di bibir."Mau! Mauuu...!" kata batin Kakek Pikun, semangat."Ayo, Kek! Jangan malu-malu! Nanti keburu disikat habis temanku yang rakus ini!" tuding Ratu Adil ke arah Si Buta dari Sungai Ular."Oh...! Jangan dihabiskan!" teriak Kakek Pikun tak dapat menyembunyikan perasaan. Malah dengan langkah buru-buru segera didekatinya Ratu Adil dan Si Buta dari Sungai Ular. Ia duduk menjejeri Si Buta dari Sungai Ular dan tangannya langsung memotes paha daging kelinci panggang.Ratu Adil dan Si Buta dari Sungai Ular yang melihat ulah Kakek Pikun hanya tersenyum-senyum saja. Tanpa malu-malu lagi, Kakek Pikun segera menyantap paha kelinci di tangannya lahap. Malah, lebih lahap dibanding Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil.Maklum sudah dua hari dua malam perutnya belum diisi. Maka tak heran kal
Read more
PREV
1
...
103104105106107
...
114
DMCA.com Protection Status