All Chapters of Diceraikan Suamiku, Dinikahi Adik Iparku : Chapter 11 - Chapter 20
62 Chapters
Siapa Penelpon Itu?
"Apa yang kamu lakukan tadi?" tanya Bu Sekar dengan pandangan mata penuh curiga. "T--tidak sedang apa-apa kok, Ma. Sumpah." Andin tidak tahu harus menjawab apa pada ibu mertuanya. Selama ini dia menjadi menantu dan istri yang jujur. Tidak pernah sekalipun Andin berkata bohong, sepahit apa pun hidup yang dia alami sejauh ini. "Sudah berani berbohong ya kamu, tadi aku lihat kamu sedang membalas chat orang 'kan? Hayo ngaku! Jangan bilang kamu itu punya selingkuhan di luar sana? Makanya ngumpet-ngumpet begini?" terka Bu Sekar. "T--tidak, Ma. S--saya tidak pernah punya pikiran seperti itu. Demi Tuhan, Ma." "Halah! Jangan bawa-bawa nama Tuhan untuk menutupi kebohonganmu itu, kemarikan HP-mu! Cepat!" Andin menggeleng cepat, dia sudah menghapus chat dengan Siska. Untung saja dia juga belum memfoto luka lebam seperti yang diminta Siska. Mengantisipasi jika hal yang tidak diinginkan terjadi, sebelum rencana mereka berhasil. Baru saja Andin ingin memulai rencananya, dia sudah kepergok dulua
Read more
Playing Victim
Seno menekan tombol hijau sehingga terdengarlah suara si penelpon. Seno pun juga mengaktifkan speaker, supaya ibunya dan Dewi dapat mendengar juga. "Selamat sore Ibu, saya Angie dari jasa_" Belum juga si penelpon yang ternyata spam itu selesai berbicara, tapi Seno sudah memutuskan sambungan telepon itu. Bukan Seno namanya jika melepaskan hal itu begitu saja. Karena dia gagal membuat masalah dengan Andin, Seno pun mengecek history chat dan panggilan di HP istrinya itu. Tidak ketinggalan dengan galeri yang ada juga menjadi objek kekesalan Seno. "Tuh 'kan, Mas. Aku bilang juga apa. Aku tidak pernah sekalipun berpaling hati darimu, Mas. Berbeda dengan apa yang kamu lakukan padaku. Bukan hanya kamu melukai hatiku dengan membawa wanita lain ke rumah kita, kamu juga menjadi lebih ringan tangan. Sebenarnya aku ini siapa di matamu, Mas? Masihkah aku dianggap sebagai istri?" ujar Andin. "Sekarang itu aku bukan lagi bahas tentang aku, tapi kamu. Jangan memutar balikkan pembicaraan ya!" sent
Read more
Tamu Tak Diundang
Suara bel masih nyaring terdengar, baik Bu Sekar, Seno, mau pun Dewi tidak ada yang berani beranjak membukakan pintu. Ketiganya ketakutan dengan apa yang baru saja mereka lakukan terhadap Andin. Begitulah apa yang dirasakan orang yang berbuat dzalim. Mau sekeras apapun menyangkal dan menutupi perbuatan mereka, hati kecil mereka tidak dapat berbohong. Karena rasa takut itulah, ketiganya hanya saling melempar tugas untuk membukakan pintu dan melihat siapa yang datang. "Ma, Mama saja tuh yang buka. Paling juga itu teman Mama," ucap Seno. "Loh, kok Mama sih? Harusnya kamu saja, kan kamu yang laki-laki di antara kita bertiga.""Duh, kok aku? Ya sudah kamu saja, Dewi." "Kok aku? Kan ini rumah kamu, Mas." Sampai akhir pun tidak ada yang mau, akhirnya Seno terpaksa mengakhiri perdebatan siapa yang membuka pintu. Dia pun melangkah ke arah pintu depan."Semangat ya, Mas. Hati-hati juga," bisik Dewi sambil cekikikan. Seno hanya mengangguk, tapi dia terus menerus menggerutu akan kehadiran
Read more
Melarikan Diri
"Ma! Buka pintunya, Ma! Mama! Mas Seno!" teriak Andin. Digedornya juga pintu kayu itu dengan sekuat tenaga. Namun nihil, jangankan ada yang membukakan pintu itu. Dua orang yang dia panggil juga tidak ada yang menyahut. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Andin mengitari kamarnya, dengan kakinya yang pincang itu dia tertatih-tatih mencari sesuatu untuk membuka pintu kamar atau kabur dari kamar tersebut. Beruntung kamar yang ditempati Andin itu berada di lantai satu, bersampingan dengan dapur. Setelah dia pisah kamar dengan suaminya yang menempati kamar utama di lantai dua. Jadi kalau pun dia kabur dari jendela, tubuhnya tidak akan cidera. "Kamar ini hanya punya satu pintu yang kuncinya dipegang Mas Seno. Jendela ini juga tidak bisa dibuka dengan mudah." Andin memutar otaknya, diperhatikannya susunan jendela itu. Jendela kayu yang tidak memiliki kunci. Karena kamar yang dia tempati itu awalnya gudang, maka dari awal rumah itu dibangun, jendela itu memang tidak diperuntukk
Read more
Siapa Dia?
"Sarip! Bagus, tahan dia! Jangan biarkan dia kabur!" seru Bu Sekar. Sarip--tukang kebun-- itu lah yang tengah mencegat Andin. Sarip ini tidak bisa bicara, tapi dia bisa paham apa yang orang lain katakan melalui gerak bibir orang tersebut. "Mang Sarip, tolong lepaskan saya, Mang. Saya harus pergi dari rumah ini. Saya mohon, Mang," ucap Andin penuh harap. Andin dapat membayangkan bagaimana nasibnya jika dia kembali tertangkap oleh ibu mertuanya. Mengingat keributan yang terjadi dan Seno tidak kelihatan sama sekali, itu artinya Seno dan Dewi sudah pergi. Makanya saat ini merupakan kesempatan langka bagi Andin. Sarip masih belum melepaskan tangan Andin, mungkin dia juga takut jika dia menuruti ucapan Andin. "Mang, tolong saya. Saya bisa mati kalau sampai tertangkap oleh Mama, saya mohon, Mang Sarip." Andin kembali memohon. Wajah Andin memucat saat dilihatnya Bu Sekar sudah makin dekat dengannya."Sarip! Jangan kamu lepaskan Andin! Awas kamu kalau melawan perintahku!" ancam Bu Sekar.
Read more
Bercerai atau Tidak?
Andin mengerjakan kelopak matanya, rasa pusing kembali menghampiri. Setelah butuh waktu beberapa menit hingga kesadaran sepenuhnya telah dia kuasai, Andin memperhatikan keadaan di sekitarnya. "Aku ada di mana?" tanyanya pada dirinya sendiri. Andin mencoba mengingat kejadian sebelum dia ada di tempat ini. Ingatan dia yang kabur dari kejaran ibu mertua, tercegat oleh Sarip dan juga pertemuannya dengan lelaki botak. "Laki-laki itu! Apakah dia yang membawaku ke sini? Tapi dia siapa? Aku yakin tidak kenal dengan orang itu," gumam Andin. Kepala Andin kembali berdenyut, makin dia memaksa untuk mengingat orang yang dia temui itu kepalanya makin bertambah pusing. Seolah alam bawah sadarnya tidak mengizinkan Andin untuk mengingat orang tersebut. Cklek!Daun pintu yang semula tertutup rapat itu perlahan terbuka, sosok laki-laki bertubuh tinggi dan tegap memasuki kamar tersebut dengan membawa nampan berisi makanan. "Mbak sudah bangun rupanya?" ucap lelaki itu. Tanpa rasa canggung lelaki i
Read more
Tawaran Menarik
"Aku ingin cerai dengan Mas Seno. Bertahan pun percuma. Aku sudah tidak sanggup mempertahankan pernikahan ini," ucap Andin setelah terdiam cukup lama. "Bagus! Aku akan bantu proses perceraian Mbak Andin dan Mas Seno. Lalu, aku punya rencana untuk membalas perbuatan mereka. Kalau Mbak Andin setuju dengan rencanaku, aku akan urus semuanya," ujar Lukman. "Benarkah? Gimana caranya melawan mereka? Mas Seno itu orang yang berpengaruh di perusahaannya. Aku takut dia menggunakan kekuasaannya untuk membuat hidupmu susah, Lukman. Kalau aku 'kan tidak masalah. Aku nggak mau orang lain terkena dampaknya karena menolongku." "Mbak Andin nggak perlu khawatirkan itu semua. Aku bukan orang yang gampang dia jatuhkan. Lagi pula, Mbak Andin juga tidak seharusnya mendapat perlakuan buruk dari Mas Seno dan Mama," balas Andin. "Mbak tenang saja. Aku ini jauh lebih bisa diandalkan dari apa yang Mba Andin sangka." "Begitukah? Lalu, rencana apa yang kamu maksud?" tanya Andin. "Menikahlah denganku, Mbak."
Read more
Permainan Panas (21+)
Suara desahan di kamar yang penerangannya remang-remang itu terasa begitu panas. "Aaahh..." Entah sudah berapa kali Dewi merasakan pelepasan. "Gimana sayang? Enak?" tanya Seno yang juga telah kelelahan setelah aktivitas panas mereka. "Iya, sayang. Senang deh aku kalau kita kayak gini terus. Sayang lebih puas denganku atau dengan cewek kampung itu?" tanya Dewi. Dewi merapatkan tubuhnya pada Seno. Seolah dia tidak ingin berjauhan dengan lelaki itu. "Tentu kamu dong, kamu ini tidak ada duanya. Setiap kali aku main denganmu rasanya aku tidak mau berhenti. Berbeda sekali kalau dengan Andin. Dia itu pasif, tidak mau berganti gaya. Dia juga tidak mau menyenangkan juniorku dengan mulutnya. Berbeda dengan kamu lah pokoknya, kamu ini memang yang terbaik."Seno melumat bibir Dewi, lumatan yang awalnya ringan itu kini berganti menjadi lumatan yang saling menuntut. Dewi menikmati tiap permainan lidah Seno, tangannya bergerilya dan memainkan junior lelaki itu. "Euhmm... Terus sayang. Enak..."
Read more
Tingkah Bu Sekar
"Dewi, aku harus pulang," ucap Seno. "Loh, kenapa, Mas? Bukannya kita masih punya banyak waktu?" Dewi yang sudah menebak kenapa Seno mengatakan hal itu, tentu tidak ingin membiarkan Seno pulang begitu saja. "Andin kabur, Dewi. Aku harus mencari keberadaan Andin." Dewi mendengus kesal, ketika nama Andin diungkit Seno. Padahal yang ada di depan Seno saat ini dirinya, tapi malah istrinya itu yang Seno ingat. "Mas kok lebih mentingin istri Mas itu, Mas udah nggak sayang sama aku lagi," ujar Dewi. Dewi marah dan cemburu jika dia mengetahui Seno masih peduli dengan Andin. Bukankah dia yang bisa memuaskan lelaki itu? Dewi sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Seno. "Sayang, bukan begitu. Aku harus pulang untuk saat ini, tapi aku janji akan mengganti waktu kita yang belum kita lalui ini, gimana?" bujuk Seno. "Mas kenapa sih harus banget gitu nyariin Andin? Dia kan sudah dewasa, paling juga bentar lagi balik. Lagian Mama tuh pengen cucu dari kita, tapi kalau Mas aja enggan mengha
Read more
Amukan Seno
Seno bersiul dengan riangnya saat dia kembali ke rumah, setelah menghabiskan hari dengan Dewi. Kebutuhan biologisnya telah terpenuhi, itu lah hal yang membuat suasana hatinya bahagia. Ibarat kucing garong yang diberi ikan asin, begitulah Seno. Dia akan melahap ikan asin tersebut. Namun dia justru menyia-nyiakan hidangan mewah di rumah. "Aku ingin cepat-cepat mengambil alih asuransi si Andin, dengan begitu dia bisa segera ku tendang keluar. Sungguh menyebalkan karena dia masih hidup." Gerutuan Seno memanjang jika dia teringat tujuan awalnya menikahi Andin, tapi rencananya itu masih belum juga terlaksana. Dulu, Seno sempat merencanakan pembunuhan Andin. Hanya saja, dia masih takut akan hukuman penjara jika sampai perbuatannya terendus. Makanya dia mengganti strategi dengan menyerang Andin secara fisik dan mental. "Sial banget tuh cewek, sudah diperlakukan buruk kayak gitu juga masih belum mati. Bosen aku lama-lama." Daun pintu dibukanya dengan malas. Kalau bukan karena besok dia ha
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status