All Chapters of Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan: Chapter 41 - Chapter 50
109 Chapters
Bab 41 # Musuh Dalam Selimut
Seno dan pria berkepala botak itu saling pandang, terkejut mendengar kabar tersebut. Keceriaan setelah pertemuan dengan Madam X seketika sirna digantikan oleh ketegangan."Bagaimana bisa ini terjadi?" tanya Seno dengan suara cemas. Dia melihat layar kontrol yang seketika dipenuhi dengan peringatan dan kode yang tidak dikenal."Sepertinya ada serangan siber, Bos. Mereka berhasil menembus lapisan keamanan kita," jelas pria berkepala botak itu sambil mencoba mengidentifikasi sumber masalah.Seno segera mengambil tindakan cepat. "Matikan semua sistem, isolasi laboratorium. Kita tidak boleh ambil risiko!”Para teknisi dan ahli keamanan bergerak cepat mengikuti instruksi Seno. Ruangan penuh dengan kesibukan dan rasa tegang. Kondisi ini merupakan ancaman serius terhadap proyek rahasia yang tengah mereka kembangkan."Sudah terlalu banyak informasi yang dapat mereka curi. Apa yang harus kita lakukan, Bos?" tanya pria berkepala botak itu dengan kekhawatiran.Seno merenung sejenak. "Kita butuh ah
Read more
Bab 42 # Intrik Olivia
Hari berganti secara cepat tanpa kehadiran Seno. Rumah ini begitu sepi. Aku bahkan tidak keluar rumah karena ada Melati yang selalu mempersiapkan segala kebutuhanku. Sudah dua hari ini aku hanya berada di dalam rumah tanpa ingin beranjak pergi. Kehamilan yang semakin menua ini juga membatasi pergerakanku. “Ibu sudah mau mandi?” Tiba-tiba Melati membuyarkan lamunanku. Tadinya aku sedang menyirami bunga-bunga yang ada di dalam pot. Entah kenapa, aku ingin melakukannya. Biasanya aku malas merawat tanaman-tanaman ini. “Jam berapa ini?”“Sudah jam 8 pagi, Bu. Sekalian sarapan, yuk .…” “Oh!”Aku terperanjat. Kukira, ini masih pukul 7 pagi. “Baiklah,” ucapku menyetujui. Aku segera membereskan peralatan berkebun dan mulai mencuci tangan. Melati membukakan pintu kamar mandi, aku masuk dan mulai membersihkan diri. Setelah itu, aroma lezat tercium begitu aku melangkah ke luar kamar mandi. “Masak apa?” tanyaku. “Sup daging, Bu, sama perkedel,” sahut Melati sambil tersenyum. “Kedengeranny
Read more
Bab 43 # Pekerjaan Baru
Aku menggeleng, tidak ingin Melati mengetahui kebejatan suamiku. “Tidak apa-apa, Mela. Kau boleh pergi.” Melati mengangguk kemudian undur diri. Aku melanjutkan tangisanku yang sempat terhenti. Lalu menelusuri layar ponsel untuk mencari nama ‘Seno’ di sana. Sekilas, aku tidak bisa melihat jelas. Bulir-bulir bening ini menghalangi pandanganku. Aku masih terisak sambil mencoba menekan tombol ‘panggil’ namun gagal. Layar yang basah penyebabnya. Aku segera mengelap layar itu dan mencoba kembali. Kali ini, nada tunggu yang kudapati. “Seno, sialan! Kemana perginya pria itu! Mengapa ia tidak sekali pun mengabariku?” Aku kembali menekan tombol ‘panggil’ dan mencoba menghubungi ponsel Seno yang tadi masih sibuk dengan panggilan lain. Tiba-tiba, panggilan terputus. Aku merasa semakin terpuruk. Mengapa Seno tidak menjawab teleponku? Apa yang sebenarnya terjadi di luar sana? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benakku tanpa jawaban yang jelas. Aku mencoba mengumpulkan keberanian
Read more
Bab 44 # Rekonsiliasi
Kepalaku terasa pusing. Sepertinya, aku harus beristirahat. “Ibu mau tidur siang?” tanya Mela yang sedang menjemur pakaian. “Iya, Mela. Kepalaku sakit,” jawabku sambil mengernyit. “Ibu mau teh hangat? Saya buatkan ya?” “Tidak usah. Aku ingin tidur saja.” Melati mengangguk. Gadis itu kembali berkutat dengan pekerjaannya. Aku melangkah menuju ke kamar, ingin segera beristirahat. Namun, tiba-tiba pintu utama terbuka. “Seno?” ucapku. “Hm.” Pria itu lalu hanya melepas sepatunya kemudian melangkah masuk seperti biasa. Aku tidak ingin membuat keributan, apalagi … ada Mela di belakang. “Selamat datang, Pak,” ucap Melati sambil tergopoh meletakkan keranjang cuciannya. Ia lalu berjalan cepat ke arah Seno dan menerima tas kerjanya. “Harusnya istri yang menyambut suami kayak gini, bukannya pembantu,” cetusnya kemudian menatap sinis ke arahku. “Apa?” Aku bahkan sangat terkejut dengan sikap ketusnya yang tidak biasa. Ada apa dengannya? “Sudahlah, capek.” Seno lalu mengacak rambutnya
Read more
Bab 45 # Mahya Grace
BRAK! Tumpukan berkas terbanting di meja Mahya. Kedua mata gadis itu melotot dan mulutnya bahkan gemetar tanpa bisa berbicara dengan benar. “A–apa yang Anda lakukan, Pak?” tanyanya kemudian setelah menghela napas dalam-dalam. “KAU GIILA?!” seru bosnya itu sambil menahan amarah yang membuncah. “Saya tidak mengerti maksud Anda. Jelaskan, apa yang terjadi di sini?” Mahya bangkit dari tempat duduknya. Kopi di meja bahkan hampir terjatuh dan merusak segala analisis pekerjaan yang terserak di meja. Ruangannya yang sempit menjadi riuh oleh pekikan bosnya yang sejak tadi seakan ingin membongkar paksa ruangannya. “Kau! Bagaimana kau bisa menginvestigasi Seno Adhijaya? Aku kembalikan berkasmu itu!” teriaknya masih sama. “Oh! Ternyata ini masalah proposal investigasi saya? Ada masalah apa, Pak? Saya tidak merasa berbuat salah!” balas Mahya tak kalah sengit. Dalam pekerjaan jurnalistik posisi struktural hanyalah diagram dalam papan dan bukannya zona tanpa perlawanan di lapangan. Mahya tida
Read more
Bab 46 # Narasumber
Sesuai janjinya kepada Carol, Mahya mulai mencari kontak dokter yang sedang naik daun itu. Ia mendatangi rumah sakit tempat praktek sang dokter dan meminta resepsionis untuk mengantarkannya kepada dokter rupawan itu. “Maaf, dokter Andre sangat sibuk. Anda bisa menghubungi tim humas untuk wawancara,” ucap resepsionis wanita yang menerima permintaan Mahya. “Tidak bisa. Saya harus menemui dokter Andre secara langsung,” tolak Mahya tegas. Ia lupa bagaimana cara bermanis-manis mulut untuk menarik hati narasumbernya. Mahya terbiasa bertindak sesuka hatinya, terutama karena ia terbiasa berkutat dengan data dan … penjahat! “Maaf, Mbak! Tidak bisa!” Senada dengan ketegasan Mahya, resepsionis itu juga melakukan hal yang sama. Aura mereka bahkan memancar merah, seolah sedang melancarkan serangan dalam diam pada masing-masing lawan. Mahya tidak kenal lelah. “Setidaknya, berikan nomor teleponnya!” “Nomor telepon dokter Andre, rahasia!” “Apa?!” Adu mulut kemudian terjadi, keduanya tidak ada
Read more
Bab 47 # Tantrum
Mahya dengan sabar menunggu hingga dokter Miriam memberinya kabar. Sudah seharian ini, ia menanti dengan cemas, panggilan penting dari sang petinggi yang mungkin datang. “Berikan draft liputan minggu ini ke mejaku. Aku ingin melihatnya,” ucap suara bariton itu tiba-tiba. Mahya mendongak ke arah si pemilik suara. Bosnya yang menyebalkan itu sedang ada di atas wajahnya. “Ha?” Mahya heran. Ada urusan apa pria brengsek itu kemari? “Apakah telingamu tiba-tiba tuli?” tanyanya sarkas. Mahya mengucek mata, kemudian segera bangkit dari tempat duduknya. Ia merasa sedang berhalusinasi, padahal tidak. “Shit!” umpatnya kesal. Padahal, sejak masuk ke kantor tadi, Mahya sedang berleha-leha sambil menatap layar ponsel di mejanya, berharap, dokter Miriam segera memberi kabar kepadanya. Lalu, mengapa kecemasan yang sejak tadi ia rasakan mendadak berubah menjadi tegang? Ini semua gara-gara tamu tak diundang itu! Mahya sangat tidak terima. “Draft-nya sudah ada di email editor, Pak Bos,” sahut Mah
Read more
Bab 48 # Wawancara
Hari yang dinantikan oleh Mahya akhirnya tiba. Ia berhasil bertatap muka dengan dokter Andre yang melegenda. Tentu saja, predikat itu berlebihan karena popularitas dokter Andre masih kalah jauh dengan Jaka Tarub yang menjadi pasangan bidadari pada zaman antah berantah. Melegenda? Yah, tidak seperti itu juga. “Senang bertemu dengan Anda, Dokter Andre,” ucap Mahya dengan wajah sumringah. “Senang bertemu dengan Anda juga, Mahya Grace,” sahut Andre dengan tenang. Pria itu tampak sulit mengungkapkan ekspresi, sangat berbeda dengan Mahya yang meledak-ledak seperti bahan mudah terbakar. “Baiklah. Saya sangat beruntung bisa bertemu dengan Anda di sini. Kedatangan saya tentu saja untuk mewawancarai Anda,” Mahya membuka percakapan. Andre mengangguk dan berdehem, siap untuk menjawab setiap pertanyaan dari sang reporter. Penampilan gadis itu cukup nyentrik dengan jaket kulit yang mengepas di badan. Andre bahkan mengira bahwa dia adalah seorang musisi, bukannya reporter seperti yang dikenalkan
Read more
Bab 49 # Lara?
Sebenarnya, Mahya hanya tertidur sebentar, ketika bangun, mereka bahkan baru saja keluar dari area komplek rumah sakit. Ia tidak mengetahui bahwa James benar-benar mencuri pandang ke arahnya sejak tadi. Mahya tidak peduli. Saat mobil hampir keluar dari gerbang utama, mata Mahya tiba-tiba menangkap sosok yang dikenalnya: Lara. Sahabatnya itu tampak sedang masuk ke dalam gedung parkir dengan ekspresi wajah yang cemas. Mahya penasaran, tetapi … Ia tidak boleh datang secara tiba-tiba. Mahya masih mempertimbangkan untuk menjaga jarak dengan Lara terkait kasusnya. Ia tidak ingin ada bias yang dapat mengganggu proses investigasinya.“Hhh ….” Mahya menghela napas, bimbang. Di satu sisi, Mahya benar-benar merindukan Lara. Di sisi lain, ia tidak boleh gegabah bertindak. Hal itu tidak akan memberi keuntungan apa-apa padanya.“Ada apa? Bangun-bangun kok cemberut?” tanya James setelah menoleh ke arah Mahya yang sudah membuka mata. “Ah, tidak. Hanya saja, tadi ada wajah yang kukenal, masuk ke a
Read more
Bab 50 # Seno Kenapa?
Siang itu, aku mencoba untuk meneruskan pekerjaanku selama ini, ketika Seno tidak ada. Namun, aku merasa ada sesuatu yang tidak biasa.“Mela, coba kamu bangunkan Bapak, ya?” pintaku pada Melati yang sedang berada di dekat tangga. Aku ingin naik ke lantai dua, tetapi kakiku mendadak sakit.“Oh, iya, Bu,” ucapnya sambil beranjak pergi ke kamar atas. Melati tampak mengetuk pintu kamar namun, Seno tak kunjung memberi jawaban. “Pak, permisi,” Sepi.Seperti tidak ada seorang pun yang ada di dalam kamar itu. “Pak ….” Melati terus mengetuk pintu kamar Seno, tetapi masih saja sunyi, tanpa ada jawaban dari balik pintu seperti biasa. “Saya buka, ya, Pak.”Melati kemudian masuk ke kamar Seno. Alangkah terkejutnya ia, ketika berada di sana. Seno sudah tergeletak dengan mulut berbusa.“Bu! Bu Lara! Bapak!”Aku terkejut mendengar teriakan Me
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status