All Chapters of Bukan Menantu Biasa: Chapter 11 - Chapter 20
54 Chapters
Bab 11
"Ibu kenapa?" tanyaku khawatir. "Nggak kenapa-kenapa kok, Nduk," jawab Ibu sambil tersenyum. Ibu sepertinya ingin menyembunyikan penyebab tangisnya. Namun mata sembab itu tidak bisa berbohong. "Matanya sembab gitu, Ibu habis nangis, ya?" Amira bertanya kepada Ibu Mertua. "Nggak apa-apa kok, Nduk. Ibu hanya kangen sama Ayah," ucap Wanita itu sambil menunduk. Bulir bening melintasi pipinya yang sudah tampak keriput termakan usia. Amira langsung berjalan menghampiri Ibu mertua, kemudian memeluknya erat. Menyalurkan kekuatan kepada sang Ibu. Sedangkan Mas Adnan– Si beruang kutub memalingkan wajahnya dari pemandangan yang mengharukan itu. Mata elangnya juga tampak berkaca-kaca. Kerinduan yang paling menyiksa adalah merindukan orang yang tidak dapat lagi kita temui lagi di dunia. Tanpa sadar air mataku juga turut menganak sungai menyaksikan pemandangan haru di depan mata. Aku langsung beranjak ke dapur untuk mengambilkan air."Minum dulu Bu," ucapku seraya mengusap-usap punggun
Read more
Bab 12 Pertengkaran Sengit
 Para tetangga julid itu pun berlalu dengan wajah pias.  Aku tersenyum puas menatap wajah mereka yang tampak pucat. Saat hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul manusia yang selalu membuat tensi naik. Siapa lagi kalau bukan Bude Siti Squad. Mau apa lagi mereka ke sini?  Kurang satu orang, Mbak Aira. Akhir-akhir ini si nenek lampir itu tidak pernah ikutan dengan squadnya. Mungkin masih trauma dengan gambar di layar handpone ku. Wkwkwk Aku langsung mempersilahkan mereka masuk dengan sopan. Dari dalam ada tukang yang hendak pulang setelah memasang Ac di ruang tamu dan tiap-tiap kamar. Sofa-sofa dan printilannya juga sudah tersusun rapi. Kali ini pemandangan di rumah mungil ini sangat berbeda.  Aku menangkap tatapan iri dari wanita bertubuh gembrot itu.  "Silahkan masuk, Bude, Pakde, Alisya," ucapku sambil tersenyum. Sedan
Read more
Bab 13 Syndrome Bucin Akut
 Aku tersenyum mendengar obrolan Ibu dan putrinya. Setelah sholat magrib, kami lanjut bercengkrama di ruang tamu merangkap ruang Tv. "Assalamualaikum," ucapan salam dari pintu depan membuat mata kami sontak beralih ke pemilik suara bariton di ambang pintu."Waalikumussalam." Serempak kami menjawab salam lelaki satu-satunya di rumah ini. Wajah teduhnya sungguh membuat siapa saja yang menatap wajahnya merasa damai. Lelaki impian banyak wanita. Aku wanita beruntung yang mendapatkan lelaki sholeh dan penyayang sepertinya. Meskipun belum pernah merasakan indahnya malam pengantin bersamanya. Duhh kesitu lagi kan?  "Mbak! Melamun mulu dari tadi," suara panggilan Amira membuatku langsung tersentak dari lamunanku. Tangan kekar itu sudah menjukur di depan wajahku. Lelaki bermata sayu itu tersenyum ke arahku. Jantungku berdetak cepat seperti akan lepas dari tempatnya.
Read more
Bab 14. Pertemuan dengan tetangga julid
Aku mengendap-endap keluar dari kamar mandi. Malu kalau sampai kepergok Ibu mertua mandi dan keramas sebelum subuh. Sedangkan Mas Adnan tampak santai saja. "Udah mandi, Dek? Katanya mau minum? Nggak bilang kalau mau mandi, biar Aku temenin," ujar si Beruang kutub yang sudah mulai mencair. Aku hanya cengengesan mendengar ocehannya. "Malu kalau mandi sebelum sholat subuh. Biasanya Ibu udah bangun, kalau ketahuan keramas gimana dong?" ucapku sambil mencari baju ganti."Ya nggak apa-apa tho Dek, Ibu juga pasti paham kok," sahut Mas Adnan sambil beranjak menuju pintu kamar. "Mau kemana, Mas?" tanyaku. "Mau mandi juga, malu kalau ketemu Ibu habis keramas," jawabnya sambil nyelonong keluar. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum simpul. Katanya nggak apa-apa, padahal malu juga. Setelah sholat subuh kami langsung melakukan rutinitas seperti biasanya. "Dek, mau jalan-jalan pagi nggak?" bisik Mas Adnan. Suaranya terdengar oleh Ibu yang berada di dekatku. "Sana jalan-jalan gih. Pagi beg
Read more
Bab 15. Bertemu Pakde Rusdi
"Aku ingin jalan-jalan ke kebun teh di ujung Desa sana Mas, boleh?" pintaku kepada lelaki dengan rahang tegas itu. "Ayoo!" Lelaki bermata elang itu menjawab singkat. Aku tersenyum senang mendengar jawabannya."Terima kasih, Mas," ucapku dan hanya di tanggapi dengan senyumnya yang membuatku semakin klepek-klepek. Lelaki itu menggenggam tanganku erat. Kami sampai di kebun teh yang sangat luas dan pemandangannya sangat indah. Kebun teh ini menjadi perbatasan antara kampung ini dan kampung seberang. Banyak pemetik teh yang juga berasal dari desa seberang. Aku menghirup napas dalam-dalam guna mengisi rongga dada dengan udara segar pedesaan. Udara yang fresh dan masih belum terkontaminasi debu dan polusi seperti di perkotaan. "Seneng bener," ucap Lelaki di sampingku. "Udaranya seger Mas, bikin rileks, nggak kayak di kota. Sepertinya aku bakalan betah disini," ujarku sambil tersenyum memandang hijaunya daun teh yang menyegarkan mata. Aku menatap bangunan yang hampir selesai di se
Read more
Bab 16. Si Inem jadi Valakor
"Sebaiknya jangan beritahu Ibu dulu, Mas," ujarku pada Mas Adnan. "Lha? Kenapa?" Lelaki itu mengerinyitkan dahinya bingung. "Biar jadi kejutan nanti," sahutku sambil tersenyum."Baiklah! Mmm… kapan balik ke kota? Cuti Mas seminggu lagi habis," tanya Lelaki dengan manik legam itu. "Sepertinya aku betah disini deh, Mas. Mas aja yang balik ke Kota." Aku ingin tau reaksi Mas Adnan. "Mmm… tapi, kalau Papa tanya gimana?" Lelaki ini seperti enggan dan keberatan balik sendiri ke Kota. "Atau nanti Aku usulin ke Ayah kita pindah kesini ngurus kebun Teh aja, gimana? Lagian Papa juga masih kuat mimpin perusahaan." Aku memberi usul kepada lelaki yang berjalan di sisiku. Sebenarnya Aku juga tidak mau berjauhan dari Mas Adnan. Tapi melihat kondisi di sini, belum saatnya aku balik ke Kota sebelum menyelesaikan permasalahan disini. Kalau Aku kembali ke kota sekarang. Seperti kalah sebelum bertempur. Aku ingin membungkam mulut julid para tukang gosip. Aku hahya ingin Ibu mertuaku dihormati s
Read more
Bab 17. Rahasia dibalik Kematian Ayahnya Adnan
Aku langsung memungut pakaianku yang berceceran di lantai. Lalu dengan cepat aku mengenakan pakaianku. Inem juga demikian. Wajah imutnya tampak panik. Dia memakai pakaiannya dengan cepat. Yang penting tertutup. Bahaya kalau sampai keperogok. Aku langsung bergegas keluar dari kamar dan berjalan ke depan. Ternyata tadi aku terlalu terburu-buru hingga lupa menutup pintu depan. Yang kemudian dihempaskan oleh angin. Aku langsung mengusap dada lega.Lain kali kayaknya harus main di hotel atau penginapan biar aman. Aku berjalan ke belakang lagi. "Siapa Mas?" Tanya Inem yang tampak panik wajahnya. Baju yang di pakainya juga sampai kebalik. "Aman. Tadi Mas tutup pintu nggak terlalu rapat, sehingga dihempaskan angin," jawabku lalu kemudian mengangsurkan uang sebanyak satu juta kepadanya. "Ini untuk shoping-shoping Nem. Boleh main lagi kan, lain kali," rayuku sambil mengusap bib*rnya. Wanita itu mengambil uang yang aku berikan lalu tersenyum malu-malu dan mulai mengangguk. "Terima Kasih,
Read more
Bab 18. Nyindir Elit disindir Balik Ngamuk
Pov Author Adnan dan Zafira sudah sampai di rumah."Wahhh manten anyar udah pulang buk, huhuyyyy gandengannya jangan sampai lepas," goda Amira kepada Kakak dan Iparnya. Adnan hanya menanggapi dengan senyum lalu kemudian mengecup tangan Zafira yang berada dalam genggamannya. "Ihhhh… niatnya mau godain, malah kena mental akunya. Nasib jomblo mah kayak gini," sungut Amira dengan bibir mengerucut. Adnan langsung mengacak pucuk kepala adik satu-satunya."Sekolah dulu yang baik." Adnan berucap singkat. Tetap dengan wajah cool nya. "Iyaaaaa," sahut Amira sambil tertawa. "Ayo sarapan, yuk, Ibu bikinin nasi goreng spesial. Ayoo," ajak Bu Ningsih yang baru muncul dari dapur. "Ah, Ibu. Maaf nggak bantuin tadi." Zafira merasa tak enak hati. "Nggak apa-apa toh Nduk, cuma masak doang. Ibu seneng masak. Tadi di bantuin sama Mira kok," jawab Bu Ningsih menenangkan menantunya. Setelah mencuci tangan, mereka langsung berkumpul di meja makan sederhana yang berada di dapur. Zafira terheran-her
Read more
Bab 19. Bude Siti Bikin Ulah Lagi
"Loh, yang mulai siapa Bude? Masa suka menyindir tapi di sindir balik ngamuk-ngamuk?" Sahut Zafira yang membuat Amarah Bude Siti semakin berkobar. "Kamu tuh anak kurang didikan! Nggak pernah di didik sopan santun sama orang tuamu!" bentak Bude Siti sangar. "Heeyyyy! Kamu! Jangan bawa-bawa orang tua saya ya, Anda boleh menghina saya, tapi jangan pernah hina keluarga saya! Atau, Anda akan tau sendiri akibatnya." Emosi Zafira mulai tersulut. Emang keluarga Pak Rusdi kalau bicara nggak pernah di saring dulu. "Lalu kenapa? Emang kamu anak kurang didikan kan? Sampe nggak tau adab berbicara dengan orang tua! Nggak heran sih, ayahmu kan preman kota. Jadi beginilah hasil didikannya. Bar-bar," ucap Bude Siti sarkas. "Hey wanita tua! Sudah kuperingatkan jangan menghina keluargaku!" Berang Zafira sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Bude Siti."Suka-suka saya dong mau ngomong apa! Mulut, mulut saya," sahut Bude Siti tak kalah sengit. "Emang mulut anda yang kurang didikan! Mulut sam*ah!" U
Read more
Bab 20. Pertemuan di Acara Syukuran Rumah Baru
Lusa adalah hari dimana akan di adakan syukuran yang sangat mewah di Desa itu. Semuanya sudah diatur sama orang-orangnya Zafira. Jadi wanita dari kota itu tinggal terima beres aja. Lusa juga orang tua Zafira akan datang menghadiri acara syukuran yang sangat megah itu. Mereka saat ini tengah berada di Luar Negeri Menyelesaikan pekerjaan disana. Namun mereka akan menyempatkan datang di acara putri satu-satunya mereka. Kalau tidak, putri tunggal mereka akan ngomel-ngomel tak jelas. Zafirah juga sudah membooking MUA terkenal untuk keluarganya. Juga baju dengan harga yang sangat fantastic. Semua sudah dipersiapkan dengan matang dari jauh-jauh hari. Karena hari ini adalah momen yang paling di nantinya. Baju untuk mertuanya, untuk Amira dan Adnan sudah disiapkan semua dari butik terkenal. Pastinya dengan model yang elegan dan kekinian. Zafira paling mengerti soal fashion. Kalau orang tuanya Zafirah tidak perlu diragukan dan dikhawatirkan lagi. Karena Mommynya seorang yang fashio
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status