All Chapters of Pengantin Pengganti Sang Dokter Dingin: Chapter 11 - Chapter 20
43 Chapters
Bab 11
"Kenapa nggak mungkin? Kalau mas Zayyan sama kak Tata saling mencintai, ya tinggal diusahakan. Nanti pakde sama bude pasti ngerti kok." Hilya kini ikut bersuara. Zayyan tidak suka Hilya berbicara seperti itu. Ia menatap Hilya dengan tajam, dan Hilya pun balas menatapnya. "Pernikahan kita sudah disiapkan, Hil. Nanti malam kita menikah kalau kamu lupa," ujar Zayyan. "Bisa dibatalin, Mas, atau diganti sama kak Tata. Aku nggak mau ya, jadi penghalang cinta Mas Zayyan sama kak Tata," kata Hilya. "Kalau Mas takut bilangnya sama pakde, dan bude, nanti aku bisa bantu kok, supaya nanti malam Mas Zayyan nikahnya sama kak Tata aja." Zayyan mengepalkan tangannya. Sungguh ia kesal dengan Hilya yang sudah salah menyimpulkan. Ia lalu mendahului kedua gadis itu masuk ke store perhiasan. "Kak Zayyan nggak cinta sama Tata si nenek sihir, Hil. Dia dulu cuma terpaksa menerima perjodohan itu," bisik Tasya. Hilya diam sambil mencerna ucapan Tasya, sampai akhirnya ia diseret Tasya memasuki store perhi
Read more
Bab 12
Zayyan sebenarnya enggan menikah dengan Tata, perempuan yang dijodohkan oleh sang ayah. Ia sudah mempunyai pujaan hati sendiri, dan masih menunggu waktu yang tepat untuk melamarnya. Namun, karena sang ayah terus mendesak untuk segera menikah, dan demi baktinya pada orang tua, ia terpaksa menerima perjodohan itu. Sebenarnya Tata adalah perempuan yang baik, kurangnya hanya tidak memakai tutup kepala. Hal itu pula yang membuat Zayyan kaget, kenapa sang ayah malah menjodohkannya dengan perempuan tak berhijab, padahal menurutnya sang ayah cukup religius. Meski tak menyangka dengan keputusan ayahnya, Zayyan tetap terpaksa menerima perjodohan itu, dan pura-pura tertarik pada Tata di depan orang tuanya. Pada saat pertama bertemu, Tata langsung menceritakan pada Zayyan bahwa ia sebenarnya keberatan dengan perjodohan mereka, terlebih sudah mempunyai pacar. Tetapi karena orang tuanya terus memaksa, Tata pun terpaksa menuruti perjodohan itu tanpa memutuskan hubungan dengan sang pacar. Keluarga
Read more
Bab 13
"Harus banget bilang begitu ya, Hil?" Zayyan kesal, di malam pernikahannya ini sang istri justru mengaku bahwa punya laki-laki yang disukai. "Ya aku kan mau jujur, Mas." Laki-laki berumur tiga puluh dua tahun itu mendengkus kasar, lalu memfokuskan diri untuk menyetir, meski dadanya terasa sesak. Walau Hilya mengatakan sudah ada seseorang yang mengisi hatinya, tapi Zayyan tidak mau bertanya siapa laki-laki itu, setidaknya untuk saat ini. Zayyan benar-benar tidak mau merusak malam pengantinnya. Heran karena Zayyan tak menimpali perkataannya lagi, Hilya pun melirik sekilas. Terlihat Zayyan yang tengah fokus mengemudi dengan raut wajahnya yang entah mengapa tampak menyeramkan. Suasana menjadi hening. Hilya sebenarnya tidak suka dengan keadaan seperti ini, tapi mau bicara pun, tidak tahu apa yang akan dibahas lagi. Terlebih, jika berbicara dengan laki-laki ini pasti nantinya akan berdebat juga seperti biasanya. "Turun," kata Zayyan begitu mobilnya terparkir di depan rumah orang tuany
Read more
Bab 14
"Nggak!" tolak Hilya dengan tegas. Menikah dengan Zayyan saja tidak pernah terlintas di pikirannya, apalagi tidur bersama satu ranjang. "Mas udah janji nggak bakal ngapa-ngapain aku tadi." "Siapa yang berjanji? Aku kan tadi cuma bilang tidak akan melewati batas." Setidaknya sampai pernikahan secara negara disahkan. Setelah itu, Zayyan tidak tahu masih bisakah menahan diri atau tidak. Hilya menatap kesal Zayyan. Sepupunya ini benar-benar tidak pernah ada habisnya membuatnya marah. Bagaimana ia bisa bertahan lama dalam pernikahan ini coba? "Bisa nggak, Mas, jangan bikin aku kesel terus?" "Lho, aku kan bilang apa adanya, Hil. Gimana sih kamu?" Seperti biasa, Zayyan tidak mau mengalah. Jika di luar banyak orang yang mengira Zayyan sebagai pribadi yang dingin, maka itu berkebalikan jika sedang bersama Hilya. Zayyan seketika akan berubah menjadi sangat menyebalkan. Bagi Zayyan sendiri, membuat Hilya kesal, dan marah-marah adalah suatu kesenangan. Menghela napas, Hilya lalu duduk di ra
Read more
Bab 15
Pukul tiga dini hari Zayyan terjaga. Tak butuh alarm untuk membangunkannya, karena memang sudah biasa bangun di jam-jam seperti ini. Seperti biasa, ia akan melaksanakan sholat malam guna mendekatkan diri kepada sang pemilik alam. Selanjutnya ia akan berdzikir, dilanjut membaca Al Qur'an sampai subuh tiba. Melirik ke ranjang, Zayyan melihat Hilya di sana. Merasa penasaran seperti apa Hilya saat tidur jika dilihat dari dekat, Zayyan pun beranjak mendekati ranjang itu. Hilya tidur terlentang dengan selimut yang menutupi tubuhnya sampai ke bagian dada. Setelah dilihat dari dekat, Zayyan bisa melihat rambut Hilya yang hitam panjang, dan lurus. Tadi sebelum ia tidur, Hilya belum membuka jilbabnya, karena mungkin masih canggung. Dulu sewaktu Hilya kecil, dan belum berjilbab, Zayyan tahu rambut gadis itu memang sudah bagus. Setelah beranjak remaja, Hilya sudah mulai memakai jilbab, sehingga Zayyan tidak pernah lagi melihat rambut Hilya. Baru sekarang Zayyan bisa melihat lagi mahkota Hily
Read more
Bab 16
"Jangan! Kalau aku nggak kerja di sana lagi, terus gimana aku bisa lihat pa--"Ucapan Hilya yang menggantung itu membuat Zayyan penasaran. Zayyan mengerutkan alisnya, karena Hilya tak kunjung lanjut berbicara. Istrinya itu sekarang justru kembali melahap makanannya. "Lihat apa, Hil? Apa yang bisa kamu lihat, kalau kamu kerja di tempat fotokopi?" "Ooh itu, maksudnya aku nggak bisa lihat Fera lagi. Dia teman kerjaku." Hilya merutuk dirinya sendiri dalam hati, karena sudah berani berbohong. Terlebih pada Zayyan yang kini berstatus sebagai suaminya. "Ya nanti setelah tokonya jadi, kamu bisa ajak Fera kerja di toko fotokopi kamu." Zayyan masih belum menyerah. Membuatkan Hilya sebuah usaha bukanlah hal yang sulit bagi Zayyan, apalagi hanya usaha fotokopi. Bahkan jika Hilya minta dibangunkan perusahaan, Zayyan yakin, uang tabungannya sudah sangat-sangat cukup. Hilya sendiri memilih tak membalas ucapan Zayyan. Pikirannya terus tertuju tentang bagaimana agar ia bisa bebas menjalani kehidu
Read more
Bab 17
Dari dekat dapur, Zayyan melihat Hilya yang tengah memasak bersama Ratih, dan Anita. Mereka juga sembari berbincang-bincang, dan sesekali bercanda tawa. Ada rasa tenang di hati Zayyan, karena setidaknya Hilya masih baik-baik saja. Ia sempat khawatir bahwa Hilya akan murung, dan bersedih setelah pernikahan mereka. "Ngapain di sini, Kak? Hayo, lagi ngintipin Hilya masak ya?" Tasya tiba-tiba datang menghampiri, dan berdiri di dekat Zayyan. "Siapa yang ngintip? Kakak cuma kebetulan lagi di sini," elak Zayyan, meski sebenarnya tujuannya di sini memang untuk melihat Hilya. Tapi, jika Zayyan berkata yang sebenarnya, bisa-bisa nanti Tasya menggodanya, dan melapor pada Hilya. Tentu Zayyan harus menghindari hal itu. "Ya deh, terserah Kakak aja," kata Tasya. "Kamu kenapa tidak bantuin masak?" Zayyan memandang heran sang adik. "Sana ikut bantu!" "Yaelah, Kak, lagian udah banyak yang masak. Aku juga tadi habis pijitin nenek di kamar, makanya nggak ikut masak," ujar Tasya. Mereka saat ini mem
Read more
Bab 18
"Ekhem! Kalau mau mesra-mesraan, jangan di dapur. Aku bisa lihat lho." Hamam tiba-tiba datang, karena mau ke kamar mandi yang ada di dapur. Zayyan sontak menjauhkan tubuhnya dari Hilya, lalu menyugar rambutnya ke belakang. Hampir saja ia kelepasan, jika saja adik Hilya itu tidak memergoki. "Siapa yang mesra-mesraan!" elak Hilya. Ia keberatan jika dituduh seperti itu. Mana mau ia mesra-mesraan dengan laki-laki menyebalkan seperti Zayyan. "Dikira aku nggak bisa lihat apa, Mbak? Jelas-jelas tadi Mbak sama mas Zayyan lagi--" "Lagi apa? Jangan sok tau kamu, Mam! Mas Zayyan tadi cuma mau niupin mata mbak yang kelilipan," alibi Hilya, meski sebenarnya ia tidak tahu juga apa yang akan Zayyan lakukan padanya tadi. Yang mengelak dulu, daripada dituduh sedang mesra-mesraan. Hamam menggaruk kepalanya. Menurut penglihatannya tadi, tangan Zayyan memegangi lengan tangan Hilya, sementara satu tangannya yang lain melingkari pinggang Hilya. Adakah orang yang akan meniup mata orang yang kelilipan
Read more
Bab 19
"Nggak usah sok peduli deh!" ketus Hilya. Ia bertambah sebal sekarang, pada laki-laki yang sayangnya sudah menikahinya itu. "Aku kan suamimu, Hil, peduli sama istri itu wajib," balas Zayyan. "Coba sekarang bilang, kenapa kamu nangis? Apa karena diare? Sakit ya perutnya? Sudah minum oralit belum? Atau mau aku pesankan obat?" "Kepo banget jadi orang! Nggak perlu tau aku nangis kenapa. Aku juga nggak butuh obat. Aku butuhnya Mas Zayyan menjauh lagi dari aku, seperti sebelum kita menikah. Udah gitu aja," ujar Hilya. Zayyan terdiam mendengar perkataan istri sirinya itu. Apakah kehadirannya mengganggu kehidupan Hilya? Tak bisakah hubungannya dengan gadis itu kembali membaik lagi seperti dulu, seperti saat Hilya masih kecil? Dada Zayyan rasanya sesak. Perkataan Hilya tadi seakan mengusirnya dari kehidupan gadis itu. "Ya sudah, maafkan aku, Hil, banyak salah sama kamu. Sekarang kamu tidur ya, sudah malam. Jangan nangis terus, nanti malah pusing." Tak ada jawaban dari Hilya, membuat Zayy
Read more
Bab 20
"Aku yang nyebelin ya, Hil, karena sering gangguin kamu? Kalau gitu, aku minta maaf deh. Tapi, kalau kamu suruh aku buat menjauh, aku nggak akan mau," ucap orang yang baru datang itu. Hilya mendengkus. Terlalu percaya diri sekali orang ini. "Bukan kamu, Toben." "Namaku Tobi, Hil, bukan Toben. Siapa sih Toben-Toben itu, sampai kamu sering ganti namaku jadi Toben?" "Anjing tetangga," kata Hilya, yang langsung disambut tawa oleh Fera. Sedangkan orang yang mengaku bernama Tobi itu mencebikkan bibirnya. Tobi adalah salah satu mahasiswa di kampus yang dekat dengan tempat kerja Hilya. Laki-laki itu sering berkunjung ke toko walau tidak membeli atau memfotokopi. Hobinya datang hanya untuk melihat Hilya. Dulunya Tobi adalah teman satu sekolah Hilya, dan Fera. Dan sejak dulu pula Tobi sudah jatuh hati pada Hilya. Tobi pernah menyatakan perasaannya pada Hilya, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Hilya, karena Hilya hanya menganggapnya sebagai teman. Namun, meski sudah ditolak, Tobi tak pantan
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status