Semua Bab Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin: Bab 51 - Bab 60
261 Bab
Hasil Laporan.
Di ruangan tamu yang luas dan mewah itu, Ronald menatap putranya, lalu menghela napas sebelum membuka pembicaraan. "Bukankah kamu sudah memegang kendali kekuasaan sebagian Angkatan Militer? Kenapa kamu memintanya lagi?" tanya Ronald penasaran. Tidak biasanya putranya itu meminta sesuatu yang hampir mustahil."Untuk persiapan, Aku mendengar informasi pihak musuh sedang melatih tentara mereka. Aku tidak ingin lengah. Sebagai seorang Jenderal aku harus bersiap atas segala hal. Mental prajuritku dan semua senjata yang dibutuhkan. Papa pasti mengerti maksudku," jawab Charlie. "Kalau itu tujuanmu, Papa tidak akan membantah. Kalahkan musuh dan mengharumkan negara kita. Ada satu permintaan yang papa harap kamu bisa mengabulkannya!""Tentang apa?" tanya Charlie."Tentang adikmu, Hendy," jawab Ronald.Charlie terdiam sejenak."Apakah dia sudah kuat melihat darah atau pun mayat?" tanya Charlie yang telah memahami isi hati ayahnya itu."Dia butuh latihan.""Pa, di medan perang bukan tempat latih
Baca selengkapnya
Terungkap Hubungan Charlie dan Ronald
"Tuan, sebagian kebenaran sudah terungkap, Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?" tanya Andrew."Apakah orang itu masih hidup atau sudah meninggal, Kalau sudah meninggal maka jawaban yang aku ingin tahu tidak akan terungkap selamanya," ucap Charlie putus asa."Belum ada yang menemukan jasadnya, Jadi, aku yakin dia pasti masih hidup," jawab Andrew yang berusaha menenangkan atasannya."Orang yang mengidap penyakit Congenital insensitivity to pain with Anhydrosis, tidak akan bertahan lebih lama," ujar Charlie."Walaupun begitu, kita akan tetap mencarinya sampai dapat, Kalau kasus ini ada hubungan dengan Pak Perdana Menteri. Kita hanya perlu mengawasinya," ujar Andrew."Tuan, aku baru ingat sesuatu yang mungkin penting untuk kasus ini. Kematian istrinya juga misteri. Dulu dokter mengatakan dia meninggal akibat bun*h diri karena suaminya yang hilang. Akan tetapi, info yang saya dapatkan berbeda dengan yang diberitakan," ungkap Andrew. Charlie mengernyitkan dahinya, "Apakah, dia dibunuh
Baca selengkapnya
Meliza Menemui Vivian
Kediaman Jenderal.Meliza dengan langkah anggun mendekati pintu gerbang kediaman besar yang terlihat seperti istana. Ia mengenakan kemeja merah yang menarik perhatian, dipadukan dengan blazer elegan dan dress selutut. Wajahnya penuh percaya diri dan matanya menatap tajam ke depan. Sementara itu, di dalam rumah, Vivian sedang berjalan menuju pintu depan untuk menyambut tamu yang datang. Begitu melihat Meliza, ia merasa asing dengan wanita itu. Namun, Vivian berusaha tetap sopan dan ramah saat menyapa Meliza. "Selamat datang, Nyonya. Apakah Anda ingin bertemu dengan Tuan?" tanya Vivian dengan sopan, sambil menundukkan kepalanya sedikit. Meliza tersenyum sinis dan menatap Vivian dengan tatapan merendahkan. Ia melihat gadis muda itu dari atas ke bawah seolah ingin menghancurkan harga dirinya. "Kamu adalah Vivian Alexander?" tanya Meliza dengan nada menghina, sambil mengangkat alisnya dengan angkuh. Vivian terkejut dengan sikap Meliza yang sangat angkuh. Namun, ia tetap menjawab dengan
Baca selengkapnya
Pertemuan Celine dan Vivian
Meliza tersenyum sinis, memandang Jenderal itu. "Saya hanya datang melihat menantu mama. Saya tidak sabar menanti kelahirannya," jawabnya dengan alasan yang jelas-jelas palsu. Vivian menatap Meliza dengan pandangan tajam, karena kebohongan wanita itu. Sementara itu, Charlie berusaha untuk tetap tenang, walaupun hatinya berkobar marah. Suasana di ruangan itu menjadi tegang, seolah-olah setiap kata yang diucapkan bisa memicu pertikaian hebat."Masih lama! Datang sekarang bukankah terlalu cepat! Silakan pergi!" ucapnya dengan nada tegas yang membuat tamu tersebut menelan ludah. Kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya. "Andrew, antar tamu!" perintah Charlie dengan suara berwibawa. Segera saja Andrew, asisten setia keluarga itu, mengangguk patuh dan menggiring tamu tersebut keluar dari rumah. Setelah memastikan tamu itu benar-benar pergi, Charlie menghela napas lega lalu menghampiri istrinya, Vivian, yang sedang di ruang tamu. Senyuman hangat merekah di bibirnya. "Kamu baik-baik s
Baca selengkapnya
Ciuman Mesra
"Tuan, Nyonya, selamat kalian sudah bersatu. Ini adalah berita gembira," ucap Celine tersenyum."Bibi...," ucap Vivian terhenti. "Nyonya Zanetta." Vivian langsung mengubah sapaan setelah mengingat identitas asli wanita itu.Celine dengan ramah menyahut istri sang Jenderal itu,"Panggil saja bibi! Terdengar lebih akrab. Setidaknya kita sudah kenal dan tinggal bersama satu malam," kata Celine dengan senyum."Baiklah," jawab Vivian.Charlie menatap mesra pada istrinya,"Saat itu hanya nyonya Zanetta yang bisa aku percaya, sehingga meminta bantuannya untuk menjemputmu," jelas Charlie."Sebenarnya kalau tanpa bantuan Anda, saya sudah tidak berdiri di sini lagi. Semua ini atas bantuan yang Anda berikan pada saya," ucap Celine pada Charlie."Sama-sama! Jangan sungkan!" jawab Charlie.***Charlie dan Vivian baru saja kembali ke kediaman mereka setelah menghadiri acara di gedung Group Stars. Setelah memasuki kamar, Vivian tampak duduk di tepi kasur dengan tatapan kosong dan wajah murung. Ia ter
Baca selengkapnya
Charlie Yang Tegas
Vivian hanya bisa mengangguk pasrah dan menggigit bibirnya. Perlahan, Charlie bangkit dan merasakan Sensasi yang luar biasa nikmat menyeruak dalam diri Charlie. Selama hidupnya, hanya Vivian wanita yang pernah dia sentuh. Pria itu memeluk tubuh istrinya erat, merapatkan bibirnya pada leher Vivian yang halus. Napasnya terasa panas dan berat, membuat Vivian semakin ketakutan. Namun, ia tak bisa melarikan diri. Dalam sekejap, Charlie mulai melakukan penyatuan dengan istrinya, mencoba merasakan kembali kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sementara itu, Vivian merasakan perih yang menusuk-nusuk hatinya. Ia meremas sprei dengan erat, menahan rasa sakit yang tak terperikan. "Aahh!" teriak Vivian, meneteskan air mata yang tak bisa ditahan lagi. Di kamar yang remang-remang, Charlie merasa begitu beruntung bisa menikmati saat-saat indah bersama Vivian, istrinya yang cantik jelita. Tubuh mereka saling menyatu, penuh dengan kehangatan dan cinta yang mendalam. Merasakan perih yang d
Baca selengkapnya
Kekhawatiran Charlie
Sementara itu, di koridor rumah sakit, Dokter Hanz berjalan sambil membaca berkas pasien. Tiba-tiba, dia berpapasan dengan temannya, Charlie. Dokter Hanz menghentikan langkahnya, bingung melihat Charlie di sana. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Dokter Hanz, penasaran. Charlie menghela napas, tampak kesal. "Mari kita minum!" ajak Charlie tanpa menjawab pertanyaan temannya, lalu melangkah pergi. Di sebuah cafe, Charlie dan Hanz duduk berhadapan sambil menyesap minuman yang mereka pesan. Charlie tampak murung dan gelisah, sedangkan Hanz mencoba menggali informasi tentang apa yang terjadi. "Aku yakin ibu tirimu pasti sangat terpukul dengan kejadian tadi," ucap Hanz, mencoba meredam amarah Charlie."Aku tidak peduli apa yang dia lakukan. Sebagai Jenderal yang mengendalikan banyak prajurit. Aku harus bijak dalam membuat keputusan. Abaikan tali persaudaraan. Siapa pun dia aku harus bersikap tegas. Kalau tidak mampu maka jangan pernah bermimpi untuk bergabung," jawab Charlie.Charlie dan H
Baca selengkapnya
Vivian Mencemaskan Charlie
Charlie menghela napas kasar, matanya berkaca-kaca. Ia mengepalkan tangannya erat, merasakan keraguan dan keputusasaan yang mendalam. "Aku akan memberi penjelasan di saat itu juga. Aku berharap Vivian akan memahamiku," jawabnya dengan suara yang bergetar. Hanz menggigit bibirnya, menatap Charlie dengan pandangan yang bercampur rasa iba dan kebingungan. Dalam hatinya ia merasa terbelah antara keinginan untuk membantu sahabatnya dan rasa tanggung jawab sebagai seorang dokter yang harus mempertimbangkan segala aspek sebelum melakukan tindakan yang tak dapat diubah.****Kediaman JenderalCharlie membuka pintu kamarnya dengan perasaan kusam dan langkah yang tidak semangat, seolah hidupnya terasa berat. Begitu masuk, istrinya, Vivian, segera menyadari perubahan suasana pada suaminya dan menghampirinya dengan cemas. "Kenapa wajahmu begitu kusam?" tanya Vivian sambil menyentuh wajah Charlie dengan lembut. "Apa kamu sedang minum?" lanjut Vivian yang mencium bau alkohol yang menyengat di bad
Baca selengkapnya
Rencana Penyerangan
Meliza berjalan masuk ke rumah dengan langkah cepat, Hendy yang baru saja sadar dari pingsannya, masih terlihat lemah. Wajah wanita itu memerah, penuh amarah yang mendalam. Begitu pintu rumah tertutup, Meliza langsung melepaskan segala kekesalannya. "Charlie tidak tahu sopan santun! Tega sekali Charlie memperlakukan putra kita seperti itu!" ucap Meliza dengan suara yang tercekat. Suaminya, Ronald. menatap Meliza dan Hendy dengan ekspresi tenang. "Meliza, apa yang dilakukan Charlie sebenarnya adalah tugasnya sebagai Jenderal. Dia ingin memastikan Hendy benar-benar memiliki kemampuan untuk mengobati korban perang nantinya," jelas Ronald dengan tenang. Meliza menatap suaminya dengan pandangan tidak percaya. "Tapi, dia menyakiti putra kita! Hendy bahkan pingsan karena ulah Charlie padanya!" seru Meliza, sambil meraih tangan Hendy. Ronald menghela napas panjang. "Aku tahu, Tapi, jika Hendy tidak bisa mengatasi hal sekecil itu, bagaimana dia akan mampu menghadapi medan perang yang jauh
Baca selengkapnya
Serangan di Tengah Jalan
Malam itu, Astone Villare bersama anggota kelompoknya berdiri di tepi danau yang sunyi. Gerimis turun dari langit yang kelabu, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Astone, seorang pria berwajah yang memiliki bekas luka dan tubuh kekar, menatap permukaan air yang bergelombang dengan ekspresi muram. Rambut hitamnya basah kuyup dan wajahnya tampak seperti patung."Charlie Parkitson, aku ingin kamu hancur bersama keluargamu. Aku tidak puas kalah begitu saja darimu," gumam Astone dengan suara penuh amarah yang terpendam. Matanya menyala bak api yang siap membakar semuanya. Anggota kelompoknya yang berdiri di sekeliling Astone menatap pemimpin mereka dengan penuh respek dan rasa takut yang bercampur. Mereka tahu, Astone bukanlah orang yang bisa mereka remehkan. Sikap kejam dan ambisinya untuk menang sendiri membuatnya dikenal sebagai sosok yang mengerikan. Salah seorang anggota kelompok itu, seorang pria berkumis tebal, berbicara dengan nada ragu. "Bos, apakah kita akan melancarkan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
27
DMCA.com Protection Status