All Chapters of Editor Dingin Bikin Bucin: Chapter 101 - Chapter 110
126 Chapters
Bab 101: Berbagi Cerita
Malam itu, Isabella menghabiskan waktunya bersama Nathaniel dan keluarganya. Mereka begadang, bercerita, dan tertawa bersama hingga larut malam. Namun, semakin larut, semakin terasa kelelahan menghampiri mereka, dan mereka pun memutuskan untuk beristirahat. Gabriel dan Camilia sudah lebih dulu istirahat di kamar, sementara Elena berniat mengantar Isabella menuju kamar tamu. Elena tidak bisa menahan diri untuk tidak menggodanya. “Kau bisa tidur di ruang tamu, atau malah kau ingin tidur di kamar Nate saja?” ucap Elena sambil tersenyum. Isabella menjawab sembari tertawa kecil, “Tentu saja aku mau, tapi sepertinya Nate akan keberatan jika aku tidur di kamarnya.” Isabella menoleh pada Nathaniel, mencari reaksi dari pemuda itu, namun Nathaniel hanya terdiam, sepertinya sibuk dalam pikirannya sendiri. Ada sesuatu yang mengganggunya, tapi Isabella tidak yakin apa itu. “Nate?” panggil Isabella. Nathaniel tersadar dari lamunan dan menatap Isabella dengan tatapa
Read more
Bab 102: Mimpi Masa Lalu
15 tahun lalu di tepi danau yang sunyi, Julian berenang sekuat tenaga sambil mendekap erat Nathaniel kecil yang tenggelam di dadanya. Air danau menggelombang dan berkilauan di bawah sinar bulan yang redup. Tiba di tepi danau, Elena dengan wajah penuh kepanikan berteriak sambil menangis. Tatapan putus asa menghiasi wajahnya ketika dia membantu Julian naik ke atas. Nathaniel yang saat itu masih seorang anak berusia 12 tahun, tampak tak berdaya dalam dekapan Julian. Matanya berkaca-kaca, terlihat ketakutan dan lemas. Meskipun ia menyadari suara Elena memanggil namanya, rasa lelah membuatnya tak sanggup menyahut. Dalam kegelapan yang merangkak, kesadarannya perlahan-lahan memudar. *** Nathaniel terbangun dari pingsannya dengan terkejut, mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit. Samar-samar dia bisa melihat saat Elena, Gabriel Alexander dan Camilia berjalan ke arah pintu keluar sambil bicara serius dengan Julian— seolah b
Read more
Bab 103: Kebenaran yang Terungkap
Julian sibuk di dapur, mengeluarkan beberapa bahan seperti tepung dan yang lainnya untuk membuat kue pai. Saat membuka kulkas, Julian baru sadar jika dia tidak memiliki apel lagi. “Aku harus ke supermarket dulu untuk belanja,” gumamnya. Tiba-tiba, Julian mendengar suara pintu dibuka dari arah depan. Dia segera melangkah, memastikan apakah Nathaniel sudah pulang. Nathaniel baru melepas mantel dan syalnya saat Julian muncul dari arah dapur. “Nate, kau sudah pulang?” tanya Julian. Nathaniel menoleh, terdiam, menatap Julian dengan datar. Pikirannya masih penuh dengan banyak hal yang membingungkan, termasuk kebohongan yang mungkin dilakukan oleh Julian selama ini. “Paman, ada yang ingin aku tanyakan—” Belum selesai Nathaniel bicara, Julian lebih dulu menyela, “Nanti saja, Nate. Aku masih harus ke supermarket untuk membeli apel. Aku berniat membuat pai apel, hari ini ulang tahunmu, kan? Aku akan membuatkan kue favoritmu.” “Paman, aku bukan anak kecil lagi,
Read more
Bab 104: Mabuk Lagi
Isabella melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju pusat perbelanjaan. Hari Minggu menjadi waktu yang tepat baginya untuk mengisi stok persediaan kulkas dan barang-barang rumah tangga lainnya. Di perjalanan, Isabella mencoba menghubungi Nathaniel melalui perangkat telepon mobilnya, namun panggilannya tidak kunjung terhubung. Sebenarnya Isabella ingin mengajak Nathaniel untuk berbelanja bersama, jika pemuda itu bersedia. Namun setelah beberapa kali menghubunginya, panggilan Isabella tidak tersambung juga. “Mungkin dia sedang sibuk,” pikir Isabella lalu kembali fokus pada jalanan di depannya. Tetapi tiba-tiba, dia melihat sosok Nathaniel yang berjalan sempoyongan di trotoar. Kedua mata Isabella terbelalak kaget. “Nate?” serunya kebingungan. Isabella segera menghentikan mobilnya, lalu bergegas turun dari mobil. Langkahnya terburu-buru menuju Nathaniel yang masih melangkah gontai di tepi trotoar. “Nate!” Isabella menarik lengan pemuda itu
Read more
Bab 105: Mencari Tempat Tinggal
Senja mulai turun, membawa suasana yang semakin dingin di udara. Nathaniel keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi berwarna putih yang melingkari tubuhnya. Saat melangkah menjauh dari kamar mandi, tatapannya terarah pada Isabella yang sedang mencuci mangkok kotor di wastafel. Yang membuat Nathaniel merasa heran adalah karena Isabella terdiam dan membiarkan air terus mengguyur mangkok di tangannya meski pun sudah bersih, sementara kedua mata gadis itu terlihat menerawang— seolah memikirkan sesuatu. “Isabella, itu sudah bersih,” tegur Nathaniel. Isabella tersentak dan baru menyadari jika dia baru saja tenggelam dalam lamunan. Isabella buru-buru mematikan keran, kemudian meletakkan mangkok di rak. Isabella menoleh pada Nathaniel sembari berusaha tersenyum, “Kau sudah selesai mandi?” Nathaniel mengangguk. Setelah mandi air hangat, wajah pemuda itu terlihat lebih segar— meski Isabella tetap bisa melihat kabut keresahan di matanya. Sebelumnya, Nathaniel
Read more
Bab 106: Nonton Bioskop
Selama dua hari penuh, Nathaniel dan Isabella sibuk menata dan mendekorasi flat yang baru saja disewa. Mereka berdua bekerja keras, mencoba membuat ruangan tersebut menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan untuk ditinggali. Setelah waktu yang cukup lama berlalu, flat yang disewa Nathaniel sudah tertata rapi dan nyaman. Isabella mengusapkan jari-jarinya di atas permukaan meja kayu yang baru saja mereka letakkan di tengah ruang. “Kurasa ini sudah cukup nyaman,” kata Isabella. “Meski menurutku, tinggal di rumah Elena akan jauh lebih nyaman.” Nathaniel terdiam sejenak, mencerna kata-kata Isabella. “Mungkin kau benar,” kata Nathaniel setelah beberapa saat. “Tapi jika aku tiba-tiba pindah, Elena pasti akan heran dengan apa yang terjadi. Apa kau pikir aku bisa mengatakan yang sebenarnya soal Paman Julian?” Isabella melihat ada kesedihan di mata Nathaniel. Dia tahu bahwa meski Nathaniel kecewa pada Julian, pemuda itu sulit untuk melupakan kedekatannya dengan pria
Read more
Bab 107: Menjelaskan atau Membela Diri?
Nathaniel memasuki flatnya dengan langkah yang cepat, lalu segera menyalakan lampu. Ruangan terasa hening, dan keheningan itu menggetarkan dadanya. Adegan-adegan dari film horor yang baru saja ditonton masih menghantui pikirannya, membuat Nathaniel merasa agak gugup. Dia menyesali keputusannya untuk menonton film horor. Seharusnya tadi dia mengabaikan ledekan Isabella, daripada harus terbayang-bayang wajah-wajah seram yang terpampang di layar. Sekarang, dia meragukan keberaniannya untuk pergi ke kamar mandi jika nanti dia ingin buang air. Dengan napas yang naik turun, Nathaniel memutuskan untuk memasuki kamar barunya yang tidak terlalu besar. Di dalam kamar, hanya ada tempat tidur single dan sebuah lemari kecil yang masih kosong. Semua pakaiannya masih tertinggal di rumah Julian, dan dia masih belum tahu kapan akan mengambilnya. Teringat Julian, sedikit mengalihkan pikirannya dari bayang-bayang ngerinya adegan-adegan film. Nathaniel duduk di ujung te
Read more
Bab 108: Meninggalkan Rumah Julian
Isabella sedang berbelanja di supermarket, mendorong troli di sepanjang lorong-lorong yang dipenuhi dengan berbagai produk. Tiba-tiba, ponselnya berdering, memecah keheningan suasana. Dia menghentikan langkahnya dan segera meraih ponsel yang terletak di saku celananya. Di layar ponselnya, Isabella melihat nama ‘Elena’ memanggil. Isabella tersenyum melihat panggilan dari ibu Nathaniel dan segera menjawab panggilannya. “Halo, bibi,” sambutnya dengan hangat. “Halo, Bella. Apa hari ini kau sedang sibuk?” Suara Elena terdengar lembut di ujung telepon. “Tidak juga, Bibi. Aku sedang belanja kebutuhan dapur,” jawab Isabella sambil melanjutkan langkahnya di antara rak-rak di supermarket. “Ku dengar dari Nate, katanya kau pandai memasak,” ucap Elena, mencoba memulai percakapan. Isabella tersenyum tersipu, “Benarkah Nate yang mengatakannya? Di depanku dia tidak pernah sekali pun memuji masakanku.” “Dia memang seperti itu, kau tidak usah kaget,” j
Read more
Bab 109: Belanja Bersama
Nathaniel dan Isabella memasuki flat, langkah mereka bergema di ruang yang sepi. Isabella segera melepas mantel dan syalnya, lalu menggantungnnya pada sandaran kursi. Sedangkan Nathaniel berjalan menuju dapur, berniat untuk membuatkan kopi untuk Isabella.“Aku lapar,” ujar Isabella tiba-tiba.Nathaniel memutar kepalanya untuk kembali menatap gadis itu, lalu mencoba memikirkan opsi terbaik. “Apa sebaiknya kita keluar untuk mencari makanan?” tawarnya.Isabella menyelipkan tangannya ke dalam saku celananya, mengangkat bahu dengan nada ragu. “Kau tidak punya apa pun untuk dimasak?” tanyanya.Nathaniel menggelengkan kepala. “Kau tahu sendiri, aku baru pindah ke sini, terlebih aku sama sekali tidak memiliki skill memasak. Jadi, untuk apa aku menyimpan bahan masakan?” jelasnya.Isabella mendesah kecil, bibirnya melengkung ke bawah. “Bagaimana caramu bisa bertahan jika suatu hari terdampar di h
Read more
110: Media Gosip
Isabella merasa lega melihat hubungannya dengan Nathaniel semakin dekat setiap harinya. Pekerjaannya di BelleVue Books juga berjalan lancar. Ia menulis novel dengan begitu mengalir, dan semua itu tentu berkat bantuan dan dukungan dari Nathaniel. Semua tampaknya berjalan baik-baik saja, dan Isabella merasa bahagia dengan arah hidupnya saat ini. Namun, sangat disayangkan karena Isabella terlalu terlena dengan kehidupan yang damai sebelumnya. Hingga dia tidak siap saat melihat guncangan yang ada di hadapannya. Dan saat ini, Isabella tercengang cukup lama saat melihat ponselnya, memerhatikan headline beberapa portal berita dipenuhi dengan kabar tentang keluarga Alexander. Di antara judul-judul yang memenuhi internet, semuanya didominasi oleh informasi tentang Elena Alexander—yang ternyata adalah ibu kandung Nathaniel, bukan kakak Nate seperti yang selama ini diketahui oleh publik. Yang membuat Isabella tercekat adalah banyaknya berita yang melebih-lebihkan dan t
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status