All Chapters of Kuranji: Chapter 21 - Chapter 30
33 Chapters
Bab 21
“Mampus kau!”Mata telanjang orang awam tidak dapat membedakan apakah si Kumis Berantakan berlari atau meluncur di atas permukaan tanah saat melancarkan serangan mautnya.Saking cepatnya gerakan lelaki itu, tubuhnya tampak seperti sebuah bayangan yang melesat ke depan. Angin yang dihasilkan dari gerakan tersebut menjadikan tanaman kecil yang dilaluinya laksana helaian ilalang yang diterpa angin kencang.Namun, tidak demikian halnya bagi penglihatan Kuranji. Ia dapat melihat dengan jelas serangan si Kumis Berantakan yang datang kepadanya.“Lumayan.” Kuranji berkelit ke kiri.Serangan si Kumis Berantakan menghantam udara kosong. Di saat bersamaan, Kuranji menangkap lengan lawan yang terentang lurus.Si Kumis Berantakan bergerak cepat, mengarahkan punggungnya pada Kuranji, lalu menyikut dada Kuranji. Kuranji terus berkelit dan menangkis.Bugh! Bugh! Bugh! Bugh!Suara pukulan dan tendangan yang saling beradu mengusir gerombolan burung yang berlindung dari terik mentari untuk terbang menja
Read more
Bab 22
Melompat dan bertengger dari satu pohon ke pohon lainnya di sekitar penginapan, tatapan tajam Kuranji jeli mengawasi setiap jendela di lantai dua yang masih terbuka. Kelompok berbeda dari sekumpulan pria memeriksa kamar yang mereka masuki. Tak segan-segan mereka juga menyeret paksa menghuninya. “Ke mana pemilik penginapan itu membawa Puti?” Tidak satu pun dari wanita, yang diseret keluar, memiliki wajah mirip dengan Puti Tan. Sayang, suara jeritan tak lagi terdengar. Kuranji sangat yakin bahwa suara yang dia dengar sebelumnya merupakan lengkingan Puti Tan. “Jalan! Cepat! Jangan manja hanya karena sebuah luka kecil!” Pria muda, berusia sekitar dua puluh tujuh tahun dengan tompel besar di pelipis kirinya, mendorong Puti Tan hingga gadis itu nyaris tersungkur. Kedua tangannya terikat. Mulutnya juga disumpal dengan ikat kepala hitam yang disimpul erat ke belakang. Semenjak kehilangan kekuatan akibat pertarungannya dengan Kavland, kemalangan demi kemalangan terus menghampiri Puti Tan
Read more
Bab 23
Tak kenal maka tak sayang. Apa yang dilihat dan didengar belum tentu kenyataan yang sebenarnya, bahkan seringkali malah bermuara pada kekeliruan. Menghakimi tanpa menyelidiki kebenaran dengan teliti, sungguh merupakan sebuah vonis yang dapat membunuh mental korbannya.“Hei, hei!” Puti Tan keluar dari balik punggung Kuranji. “Rimba raya ini ciptaan Tuhan. Hanya karena kalian biasa berburu di sini, bukan berarti tempat ini mutlak menjadi hak milik kalian. Lagi pula ….”Puti Tan berjalan mondar-mandir seraya memindai penampilan sepasang pendekar itu. “Setahu aku ya … Perguruan Tapak Harimau cukup jauh dari sini.”“Kau … mengenal kami?” tanya sang lelaki, dengan alis terangkat tinggi.“Ya enggaklah. Aku cuma menebak.”“Jangan memancing emosiku, Nisanak! Aku tak peduli kamu seorang perempuan, jika kamu membuatku marah!”Rupanya sang pria termasuk tipe manusia yang tidak terlalu pandai dalam mengontrol emosi.“Yeee, kamu saja yang bersumbu pendek.”“Kamu—”“Kenapa?! Mau bertarung? Ayo!” tan
Read more
Bab 24
“K–kenapa Runduih Ameh bertingkah aneh?” Kuranji berkata dengan terbata-bata seraya mendorong Runduih Ameh.Tenaga yang ia salurkan melalui kedua tangannya tak mampu membuat pedang pusaka itu bergerak maju. Senjata sakti tersebut justru seakan terdorong ke belakang.“Mustahil! Apa yang salah dengan senjataku?”Kirai tak kalah syok, menyaksikan sepasang kerambit miliknya berhenti bergerak dan hanya melayang-layang di udara.Saat Kuranji dan Kirai masih terhipnotis oleh keganjilan yang sedang berlangsung, senjata mereka mendadak mengeluarkan pendar cahaya pelangi yang saling menggulung.Kuranji terpaksa melepaskan tangannya dari gagang Runduih Ameh lantaran pedang tersebut bergerak liar, seolah-olah berontak, meminta lepas dari cengkeraman tuannya.Shuut! Shuut! Shuut!Runduih Ameh dan sepasang kerambit itu serentak melesat terbang menuju satu titik.Kuranji dan Kirai berlari memburu senjata mereka.Ting! Ting! Ting!Tak lama kemudian terdengar bunyi berdenting keras.Tab!Sebuah pedang
Read more
Bab 25
Blam!Runduih Ameh menancap pada mata kanan si naga hitam.Makhluk jadi-jadian milik Pendekar Sabuk Maut itu pun menggelinjang liar dengan mulut yang menganga lebar.Runduih Ameh masih terus bergerak, memberikan dorongan kuat hingga si naga hitam terlempar jatuh dan kembali ke bentuk aslinya begitu menyentuh tanah.Jruuung!Swuut!Runduih Ameh melesat balik kepada tuannya.Pendekar Sabuk Maut muntah darah. Ia melotot, tak percaya.“K–kau … s–siapa kau sebenarnya, h–hah?!” tanya Pendekar Sabut Maut sembari membungkuk, memegang dada.Kuranji mengelus pedang pusakanya. Menatap dingin pada Pendekar Sabuk Maut, ia menjawab acuh tak acuh, “Kau tak layak berkenalan denganku.”“B–bang … akh! Uhuk!”Umpatan Pendekar Sabuk Maut tercekat di tenggorokan, berganti dengan rintih kesakitan yang disusul dengan batuk darah.Di sisi lain, beberapa meter dari tempat Kuranji berdiri, Mahzar tampak kewalahan mengimbangi kelebat pedang milik lawannya.Cresh!Senjata milik Pendekar Pedang Kilat berhasil meny
Read more
Bab 26
Set! Set!Kardit Masiak melesat cepat, terlihat seperti kelebat bayangan hitam yang melintas dengan kecepatan cahaya, berpindah dari satu sisi hutan ke sudut lainnya.Sesaat ia berhenti, memindai kegelapan sekitar dengan netra elangnya. Mendengar suara gerakan yang mencurigakan dari arah belakang, lelaki itu berbalik. ‘Hmm, itu pasti mereka.’Bergegas ia melesat, mendatangi sumber suara tersebut.“Sial! Tidak ada siapa-siapa,” gerutu Kardit Masiak, memperhatikan belukar di hadapannya. “Aku yakin tadi mendengar gerakan dari arah sini.”Netra tajamnya memicing, mengawasi kerimbunan semak yang bergoyang-goyang. Saat ia hendak mengayun langkah untuk memeriksanya, seekor ayam hutan terbang menghambur, mengagetkan dirinya.“Sial! Aku tertipu.” Kardit Masiak berbalik pergi.Beberapa menit sebelum Kardit Masiak tiba di tempat itu …Grep!Hop!Kuranji menyambar pinggang Puti Tan, membawa gadis itu melompat ke dalam lubang.Begitu kaki mereka menjejak tanah, pintu belukar itu pun menutup dengan
Read more
Bab 27
“Masih ingat jalan pulang, hm?”Tuan Guru Tan memasang wajah cemberut.“Ayah, aku hanya sedikit bersenang-senang di luar,” sahut Puti Tan, merengek manja.Seperti biasa, Tuan Guru Tan tidak pernah bisa mempertahankan kemarahan pada sang putri semata wayangnya untuk waktu yang lama.“Setidaknya, ayah senang kau pulang baik-baik saja.”Senyum ceria terbit di wajah Puti Tan. Ia melepaskan diri dari dekapan sang ayah, lalu menyambar lengan Kuranji.“Berkat dia. Ayah tidak lupa, ‘kan?”Netra tenang dan berwibawa milik Tuan Guru Tan menyipit untuk sesaat. Mungkin sedang mencoba menelanjangi sebagian wajah Kuranji yang tersembunyi di balik topeng.Menyadari sang guru menatapnya dalam, Kuranji mengulurkan tangan, menjabat erat sembari mencium takzim punggung tangan lelaki berjenggot itu.“Kuranji?” tebak Tuan Guru Tan.“Iya, Tuan Guru.”“Ih, ayah curang. Kok bisa sih ayah mengenali Kuranji secepat itu?”Awalnya, Puti Tan berniat untuk mengerjai Tuan Guru Tan, agar ia bisa menggoda lelaki tua
Read more
Bab 28
“Hiyaa! Ck, ck, ck! Hiyaa!”Sais menyemangati kuda penarik kereta yang dikendalikannya. Sesekali ia melecut pelan.Hop! Hop!Beberapa lelaki bertopeng yang berbalut pakaian serba hitam tiba-tiba mencegat laju kereta. Ngeeehk!Dua ekor kuda putih meringkik kencang ketika sang kusir menarik tali kekang dengan kuat.Seorang lelaki berusia tiga puluhan dan bocah berumur enam tahun berguncang hebat.“Ayah, aku takut!”“Tidak apa-apa. Ada ayah di sini,” timpal sang ayah seraya merangkul putranya.Setelah kereta tak lagi bergoyang, lelaki itu melepaskan dekapannya pada sang bocah. Ia menangkup pipi anaknya, menatap lembut dengan seulas senyum yang memancar hangat.“Kalau terjadi sesuatu pada ayah, pergilah sejauh mungkin dan jangan pernah menoleh ke belakang!”Lelaki itu menyelipkan sebuah botol kecil ke dalam genggaman putranya. “Jaga baik-baik botol ini!”Suara di luar kereta mulai terdengar berisik. Lelaki itu dapat menerka dengan jelas, sedang berlangsung perkelahian hebat disertai peng
Read more
Bab 29
“Tuan Guru, kita sudah sepakat untuk pergi bersama.”“Kali ini, aku sungguh minta maaf, dengan sepuluh jari serta kepala. Kalian pergilah! Aku percaya kalian bisa menyelesaikannya tanpa aku.”“Tapi, Tuan Guru—”“Tolong ….”Dua rekan Tuan Guru Tan mendesah lesu. Jika Tuan Guru Tan telah menggunakan salah satu kata ajaib andalannya, maka tidak ada yang dapat mengubah keputusannya.“Baiklah. Mohon doa restu, Tuan Guru.” Dua lelaki itu menangkupkan tangan di depan dada seraya membungkuk takzim.Tuan Guru Tan meremas pundak keduanya. “Ingat, libatkan Allah dalam segala ucapan dan tindakan! Sekuat apa pun kita sebagai manusia, semua itu tidak akan berguna tanpa rida–Nya.”Sepeninggal kedua rekannya, Tuan Guru Tan memeriksa kereta kuda dan jejak di sekitarnya.Ia berjongkok, meraba jejak kaki kecil yang tercetak samar di atas permukaan jalan. Perlahan ia mulai bangkit dan menyusuri jejak itu.Jejak itu berhenti di tepi sebuah jembatan. Di bawahnya, mengalir sungai berair jernih, cukup dalam
Read more
Bab 30
“Tuan Guru, otakku masih terlalu cetek untuk memikirkan hal-hal berat. Lagi pula, aku laki-laki, Tuan Guru. Masa badan kekar begini mainannya bunga.” Kuranji cengengesan.“Bocah semprul!”Tuan Guru Tan mengibaskan tangan, seketika sekumpulan buku, yang berserakan di lantai, melayang ke arah Kuranji, seperti sekawanan lebah yang sedang marah.“Ampun, Tuan Guru! Ampun!” Kuranji melindungi wajah dengan kedua lengannya.Setelah serangan mendadak itu mereda, Tuan Guru Tan bersungut-sungut. “Orang tua lagi serius malah diajak bercanda.”“Hehe … biar tidak cepat pulang ke balik papan, Tuan Guru.”Hanya saat bersama Tuan Guru Tan Kuranji bisa menjadi diri sendiri dan bersikap kekanak-kanakan.“Kuranjiii!”“Iya, iya. Maaf!” Wajah Kuranji berubah serius begitu menerima pelototan dari Tuan Guru Tan.Berulang kali Tuan Guru Tan mendesah.“Kuranji, lima tahun yang lalu, seharusnya usiamu delapan belas tahun.”“Benar, Tuan Guru.”“Artinya, sudah dua belas tahun waktu berlalu, sejak aku membawamu pu
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status