Semua Bab Married to My Childhood Friend: Bab 71 - Bab 80

Minggu yang sendu. Melihat siaran televisi yang isinya bencana alam dimana-mana. Namun, yang menonton justru melamun."Kamu kenapa?" Shaka sedang membuat olahan mie baru dari resep di Handphone di dapur. Jarang-jarang mereka bisa bersantai dan makan mie lagi. "Aku cuma kangen sama Gilang," celetuk Nayla begitu saja. Shaka memicing. Mengetahui itu Nayla sedikit berdeham, "Apa? Dia nggak kelihatan hampir sebulan lebih. Katanya setiap hari promosi sana-sini. Jangankan lubang hidungnya, baunya aja aku nggak ada. Jelas, lah, aku kangen dia." Shaka mengangguk-angguk, "Gimanapun juga dia satu-satunya teman laki-laki kamu." Nayla menoleh datar, "Hei, kamu juga teman laki-lakiku. Lebih lama dari dia." "Tapi aku suamimu," balas Shaka enteng dan mematahkan kata-kata Nayla. "Ehm, ehm, iya juga." Nayla mengganti saluran televisi menjadi tayangan film dari luar negeri. Nayla tidak paham apa artinya meskipun ada terjemahan di bawahnya. "Kalau udah ketemu Gilang kamu mau apa?" tanya Shaka dari

Ketika Shaka masuk senyum simpulnya memikat semua orang. Hanya ada beberapa wanita dan kebanyakan adalah pria. Shaka bersikap seperti pelayan ketika menyajikan makanan itu, tetapi penampilannya bukan mencerminkan seorang pelayan dan sepertinya Enna menyadari hal itu. "Tunggu!" kata Enna kepada Shaka saat Shaka hendak menaruh sepiring makanan di depan Enna. Jarak mereka dekat. Enna menyipit menatap Shaka dari atas hingga bawah, sayangnya wajah itu mengenakan kacamata hitam. "Ya? Ini salah satu desert termanis di sini. Kamu pasti menyukainya." Shaka tersenyum manis. Kedua pipi Enna memerah. "Oh, benarkah?" bos Enna yang berada di samping Enna pun tertawa. "Kamu terlihat ... agak familiar. Sepertinya kita pernah bertemu?" Enna menaruh sedikit curiga kepada Shaka. "Sungguh? Aku merasa terhormat kalau begitu, tapi ini pertama kalinya kita bertemu. Bagaimana kalau satu jus anggur untuk kesan baiknya? Ini hadiah untukmu." Shaka berbicara sangat manis. "Hahaha, anak muda, kau pandai m

"Ya ampun, orang-orang bilang dia bunuh diri. Dari jendela apartemen?! Ih, merinding takut aku, Shaka." Nayla mengoceh memasuki rumah dan Shaka mengunci pintu tanpa merubah raut wajahnya. "Kenapa zaman sekarang banyak orang pada bunuh diri? Kalau stres seenggaknya kayak aku gitu dibuat santai aja, nanti juga lancar pada waktunya. Ya, nggak, Shaka?" Nayla menoleh dan mendapat Shaka lingkung. Shaka segera mengubah ekspresinya, "Mungkin aja bisa lebih dari bunuh diri." melenggang menuju kamar terlebih dahulu sebelum Nayla. "Maksudnya?" Nayla mengikutinya. "Bisa aja ... itu sabotase." Shaka berbalik sebentar menatap Nayla. "Sabotase? Maksudmu ada dalang di balik tragedi tadi?" Nayla melotot. " Kemungkinan begitu. Kenapa dia harus bodoh lompat dari jendela apartemen di jam yang belum begitu larut dan semua orang tenang di kamar masing-masing? Kalau mau mengakhiri hidupnya, kenapa nggak terjun ke laut aja sekalian?" Shaka membuka pintu kamar. "Hahahaha! Kenapa kamu yakin banget kalau

Namun, sepertinya masalah ban yang bocor secara mengejutkan itu tidak dialami oleh dirinya sendiri. Bengkel akhir-akhir ini ramai pelanggan, seperti dengan masalah yang sama. Pasti para penyebar paku di jalanan memang mulai beraksi. Nayla menceritakan semua kemalangan hari ini kepada Shaka, tetapi Shaka mentertawakannya. "Hahahaha, kamu menyuruh mereka memanggilmu bibi?" gelak tawa Shaka kian menjadi. "Hei, bisa diem nggak, Om?" sahut Nayla cuek. Seketika tawa Shaka mereda, "Maaf." "Yang lebih keselnya, tuh, ojek online nggak mau nerima aku lagi. Masa iya aku beneran masuk daftar hitam mereka? Aneh tau." Nayla memukul bantal dan selimut yang menutupi kakinya. Mereka sedang duduk di kasur. Shaka menjadi tidak bisa tidur gara-gara cerita Nayla yang lucu. "Aku uninstall aja aplikasinya terus aku kasih rating sama komentar rendah." bibir Nayla mengerucut sedari tadi. Shaka terkekeh sebentar, lalu berpikir apa yang terlintas di benaknya sejak kemarin, "Kamu tau? Mungkin nggak kalau

Satu bulan lebih satu minggu itu tepat di hari ini. Masalahnya hampir sama dan itu beruntun. Hanya saja Nayla sedang mengikuti acara promo skincare gratis di sebuah mall bersama Gilang dan ramai berbondong-bondong orang datang. Mereka bukan perempuan, melainkan pria. Semua menyerbu Nayla saling melempar tanya dan canda bahkan merayu tanpa ragu. Tim promosi pun sampai bengong. Model yang digunakan pun merasa kalah saing sama Nayla. Bagaimana tidak mereka melihat Nayla seperti melihat wanita paling cantik di dunia. Gilang serasa terpaku bumi kakinya tak bisa bergerak sedikitpun menyaksikan Nayla dikeroyok seperti ingin dilucuti masal. "Ya Tuhan, aku nggak pernah tau Mbak Nayla bakal se-Charming ini di mall. Dia pakai pelet apa?!" desisnya sembari bergidik ngeri. Bulu kuduknya sampai merinding. Dalam sekali gerakan Gilang langsung menghubungi Shaka. Dia takut Nayla akan diculik dan pulang-pulang sudah compang-camping, "Halo? Halo, Mas Shaka. Mbak Nayla lagi dikeroyok di mall, tolong b