All Chapters of Pelakor itu Adikku: Chapter 61 - Chapter 70

Sungguh, Alma tidak bicara secara cuma-cuma. Ucapan terima kasihnya kepada Felix lahir dari ketulusan yang dalam. Sebab tanpa kehadiran pria itu, Alma tak akan pernah tahu bahwa dunia ini begitu besar dan luas. Bahwa dirinya ternyata mampu berdiri sejajar dengan orang-orang hebat, bukan hanya sekadar melayani seorang suami.Sejak menikah dengan Arhan, Alma lebih sering direndahkan, diminta diam di rumah. Ia diharuskan untuk menyembunyikan kecerdasannya di balik perannya sebagai seorang istri. Namun, malam ini, di pesta itu, dengan deretan tokoh besar yang ingin bicara dengannya, Alma menyadari satu hal, bahwa dirinya jauh lebih berharga saat bersuara, bukan saat bungkam seperti dulu.Namun ..., setelah beberapa detik Alma baru menyadari ekspresi aneh dari Felix. Pria itu tidak menjawab. Tetapi hanya memandangnya dengan tatapan kosong."Lix?" panggil Alma pelan, keningnya berkerut.Felix tersentak, lalu berdeham ringan. "Ya. Ya, aku baik."Alma menghela napas lega sambil meletakkan tan

Teriakan Arhan membuat suasana rooftop garden hening seketika. Dua penjaga yang tadi gagal menahan Arhan langsung mengejar dan ingin kembali mencoba menahan pria itu. Namun, melihat Arhan yang sudah berhadapan dengan Alma dan Felix yang merupakan tamu VIP malam ini, mereka tak berani mendekat. Kedua penjaga itu berdiri dengan tetap waspada tak jauh dari pintu masuk taman. Berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang membahayakan. "Aku kira kamu selingkuh sama Pak Sukma! Tapi ternyata ... kamu selingkuh sama dia!?" seru. Arhan lantang, menunjuk ke arah Felix. Felix refleks bergerak ke depan Alma, melindungi. Wajahnya tegang, namun suaranya tetap terkendali. "Tolong jaga sikap dan bicaramu, Dokter Arhan. Ini di tempat umum." Alma menoleh cepat pada Felix, cukup terkejut dengan sikap refleks pria itu yang protektif. Namun, ia segera berdiri dari kursi ayunannya dan menyentuh lengan Felix, memberi isyarat pada pria itu agar tetap tenang. Langkah Alma anggun dan tenang. Dengan kepala tegak,

"Dengan siapa aku berselingkuh?" Felix menatap Alma, kaget dengan pertanyaannya. Ia juga heran melihat keberanian Alma. Meski dituding seperti itu, Alma tetap tampak percaya diri dan anggun. Hal ini membuat semua orang termasuk Arhan tercengang. Bahkan beberapa tamu yang tadi asik berbincang kini berhenti bicara, menoleh ke arah mereka denga rasa ingin tahu. Melihat itu emosi Arhan tersulut. Ia merasa Alma merendahkannya di hadapan publik, dan itu membuatnya hilang kendali. Tanpa pikir panjang lagi, dengan amarah yang membuncah, Arhan berbalik ke kerumunan, lalu menunjuk satu sosok ya berdiri di antara tamu-tamu VIP. Dengan lantang Arhan menyebutkan," Pak Sukma!". Sontak suasana rooftop senyap. Semua orang berpaling ke arah yang ditunjuk Arhan. Di sana Pak Sukma berdiri dengan stelan jas hitam mewah dan dasi bermotif elegan. Wajahnya tampak kaget. Jelas tidak menyangka namanya disebut-sebut dalam drama ini. Semua orang pun terkejut Mereka benar-benar tidak percaya dengan apa yang

Usai kepergian Nadine dan Arhan, suasana pesta tidak langsung sepenuhnya pulih. Rooftop garden masih menyisakan hawa dingin dari pertikaian tadi, dan banyak tamu masih membicarakan skandal yang baru saja terjadi. Bisik-bisik menyebar di antara mereka, mempertanyakan status hubungan Alma dan Arhan. "Menurutku Dokter Alma di sini adalah korban. Seorang wanita elegan dan penuh wibawa, justru ditindas oleh pasangan tak sebanding." "Sayang sekali, wanita sehebat itu harus terlibat dalam drama semacam ini." "Sebagai seorang dokter senior, kejadian ini pasti akan masuk sorotan media. Nggak bisa dibayangkan bagaimana dampak pada reputasi Dokter Arhan nantinya." Beberapa tamu masih memperbincangkan Alma dan Arhan. Merasa tak enak pada Alma dengan situasi ini, Pak Hendrik—salah satu tokoh utama dalam acara malam itu, melangkah ke tengah, mengangkat gelas anggurnya, dan dengan suara berat namun tenang bicara, “mari kita kembali menikmati malam ini. Satu kekacauan tidak akan menjatuhkan ac

Pesta sudah usai. Dentingan gelas dan alunan musik perlahan tak terdengar. Felix menawarkan diri untuk mengantar Alma, seperti biasa mobilnya dibawa oleh supirnya. Mobil mewah milik Alma yang dikemudikan Felix melaju perlahan meninggalkan hotel GrandRose. Membelah jalanan Jakarta yang masih ramai meski malam semakin larut. Di dalam mobil, Alma duduk tenang. Pandangannya mengarah ke luar jendela, memperhatikan kelap-kelip lampu jalanan yang memantul di kaca. Sinar-sinar itu menyinari wajahnya yang terlihat tenang dan ... puas. Felix menyetir dengan tenang di sampingnya. Sesekali ia melirik Alma dari sudut matanya. Dalam diam, ia masih mengingat kejadian di pesta tadi, lalu membuka percakapan dengan nada datar . “Kamu pasti sudah merencanakan semua ini, ya kan?” tanyanya pelan namun serius. Alma tersenyum kecil, tapi matanya tak beralih dari jendela. “Kamu pikir begitu?” Felix tidak langsung menjawab. Ia kembali melirik Alma, lalu fokus pada jalan. “Kamu terlalu tenan