Semua Bab Gairah di Balik Tirai Kehidupan: Bab 281 - Bab 290

Alena mengambil napas dalam-dalam, mengumpulkan semua keberanian yang tersisa. Situasi sudah terlalu jauh, dan satu-satunya cara untuk keluar dari ini adalah dengan total honesty – meskipun ia tahu konsekuensinya bisa berbahaya."Adrian, duduk. Aku mau bicara dengan kamu secara honest."Adrian masih berdiri di dekat pintu, tapi ekspresinya sedikit melembut mendengar nada Alena yang lebih calm."Akhirnya kamu mau reasonable conversation.""Iya, tapi kamu harus berjanji akan listen sampai aku selesai bicara. Tanpa interrupt, tanpa defend, tanpa justify. Just listen."Adrian mengangguk dan duduk di ujung sofa, masih maintaining distance dari pintu tapi tidak seagresif tadi."Adrian, aku cinta kamu. Aku cinta kamu dengan sepenuh hati selama lima tahun ini. Tapi..." Alena merasakan voice-nya trembling. "Tapi cinta aku sudah berubah menjadi sesuatu yang toxic karena relationship kita sudah tidak sehat."Adrian mulai membuka mulut untuk bicara, tapi Alena mengacungkan tangan."Please, let me

Keheningan yang mengikuti pernyataan Alena terasa seperti tenang sebelum badai. Adrian duduk diam selama beberapa menit, memproses kata-kata yang baru saja ia dengar. Ketika ia mengangkat kepala, ekspresi di wajahnya sudah berubah total."Jadi intinya, aku adalah penjahat dalam cerita ini?"Nada suara Adrian berubah – tidak lagi rentan seperti tadi, tapi ada tepi yang tajam dan berbahaya."Adrian, ini tentang bukan penjahat atau pahlawan—""Tidak, Len. Kamu sudah dengan jelas mengkategorikan aku sebagai pelaku kekerasan, manipulator, pengontrol. Kamu sudah memutuskan bahwa lima tahun hubungan kita adalah lima tahun penderitaan untuk kamu."Adrian berdiri dan mulai mondar-mandir lagi, tapi kali ini dengan energi yang lebih agresif."Kamu tahu apa yang lucu? Selama lima tahun ini, aku mendedikasikan seluruh hidupku untuk membuatmu bahagia. Aku mengorbankan waktuku, energiku, sumber dayaku, peluangku – semuanya untuk kamu. Dan sekarang kamu mengatakan bahwa semua itu adalah bentuk pelece

Apartemen Alena terasa asing ketika ia masuk untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu. Partikel debu menari dalam cahaya sore yang masuk melalui jendela, dan udara terasa pengap, seperti ruangan yang sudah terlalu lama ditinggalkan.Ia menjatuhkan diri di sofa – sofa yang dulu ia pilih sendiri, dengan kain yang ia suka, dalam warna yang membuatnya nyaman. Tapi sekarang, duduk di situ, dia tidak merasakan apa-apa. Tidak senang, tidak nyaman, bahkan tidak familiar.Siapa aku?Pertanyaan itu kembali menghantui, lebih keras dari sebelumnya. Setelah berkonfrontasi dengan Adrian, setelah akhirnya mengungkapkan kebenarannya, Alena berharap ia akan merasa... bebas. warisan. Diberdayakan.Tapi yang ia rasakan adalah kekosongan yang mendalam.Ia melihat sekeliling apartemen, mencari petunjuk tentang siapa dirinya. Foto-foto di dinding – sebagian besar adalah foto bersama Adrian. Buku-buku di rak – sebagian sudah dipindahkan Adrian, sisanya adalah buku-buku yang tidak pernah ia baca lagi kar

Sarah datang seperti yang dijanjikannya, membawa kantong belanjaan berisi makanan dan secangkir teh herbal yang masih hangat. Mereka duduk bersama di lantai apartemen Alena, dikelilingi oleh kotak-kotak kenangan lama yang masih terbuka."Jadi," kata Sarah lembut, "ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi."Alena menceritakan semuanya – bertahun-tahun manipulasi halus, konfrontasi dengan Adrian, dan bagaimana ia sekarang merasa seperti orang asing di hidupnya sendiri. Sarah mendengarkan tanpa menghakimi, sesekali mengangguk atau mengerutkan kening ketika mendengar detail-detail yang lebih menyakitkan."Aku bangga padamu," kata Sarah ketika Alena selesai bercerita. "Butuh keberanian besar untuk menyadari apa yang terjadi, apalagi menghadapinya.""Tapi Sarah," Alena menatap temannya dengan mata yang berkaca-kaca, "aku merasa sangat kosong. Aku merindukannya. Bahkan setelah mengetahui semua yang ia lakukan, bahkan setelah menyadari bagaimana ia mengontrolku... aku masih merindukannya.

"Berbeda bagaimana?""Lebih... entah ya, lebih seperti dirimu sendiri? Maksudku, beberapa tahun terakhir ketika kita ketemu, kamu selalu kelihatan... terkekang?"Kata-kata Maya mengejutkan Alena. Ternyata perubahan dalam dirinya selama bersama Adrian terlihat jelas oleh orang lain, bahkan ketika ia sendiri tidak menyadarinya."Maya," Alena mulai bercerita, "aku rasa aku sudah kehilangan diriku sendiri."Maya mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Alena menceritakan situasinya dengan Adrian. Tidak seperti reaksi ibunya atau beberapa teman lain yang langsung memberikan nasihat, Maya hanya mendengarkan, sesekali mengangguk atau mengajukan pertanyaan untuk klarifikasi."Jadi sekarang kamu sedang mengambil jarak?" tanya Maya setelah Alena selesai bercerita."Ya. Tapi Maya, aku bingung. Bagian dari diriku masih merindukannya. Masih merasa... kosong tanpanya."Maya menyesap kopinya sejenak. "Alena, kamu ingat waktu kuliah dulu, kamu pernah cerita tentang keponakanmu yang berhenti minum s