Setibanya di rumah setelah insiden di rumah sakit, suasana di antara kami lebih hangat dan akrab dari sebelumnya. Aku dan Ayah duduk di ruang keluarga, ditemani Ibu Tiri serta ketiga saudara tiriku, kami menikmati makan siang yang lezat bersama-sama. Aku menceritakan dengan detail bagaimana Bang Fahri kalang kabut merebut foto-foto itu dari orang-orang, bagaimana orang-orang berbisik dan menertawakannya. Bahkan rekan dokternya sendiri tertawa paling keras. Ibu Tiri dan ketiga anak-anaknya terbahak-bahak mendengar ceritaku. Tawa mereka pecah, memenuhi ruangan yang tadinya senyap oleh kelelahan. "Rasakan dia! Karma memang tidak pernah salah alamat!" seru istri Ayah sambil mengusap air mata tawanya. "Dia kira, dirinya paling pintar, ternyata bisa juga dipermalukan!"Saudara-saudara tiriku ikut menimpali dengan berbagai ejekan. "Wajahnya merah padam tadi, Bu! Mati kutu manusia sombong itu!" kata Abang sulungku, tertawa geli. Aku ikut tersenyum tipis, merasakan sedikit kelegaan dari taw
Huling Na-update : 2025-07-17 Magbasa pa